33.5 C
Jakarta

Kunker ke Bali, Aleg Anis Sebut Aspirasi RUU HKPD Harus Didengarkan

Baca Juga:

DENPASAR, MENARA62.COM – Komisi XI DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Bali. Kunjungan kerja ini dilakukan dalam rangka menjalankan fungsi legislasi. Rombongan Komisi XI DPR RI bertujuan mendengarkan aspirasi dan masukan dari pemerintah daerah, khususnya terkait Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (RUU HKPD) yang diusulkan oleh pemerintah dan sedang dibahas di Komisi XI DPR RI.

Hadir dalam pertemuan ini pemerintah provinsi Bali, pemda kabupaten Badung, kabupaten Bangli, kabupaten Buleleng, kabupaten Jembrana, kabupaten Gianyar, kabupaten Karang Asem disertai anggota DPRD dari masing-masing daerah.

Anis Byarwati, anggota komisi XI DPR RI dari fraksi PKS yang turut serta dalam rombongan ini, menyampaikan pandangannya.

Menanggapi aspirasi yang disampaikan oleh aparatur pemerintah daerah yang hadir, Anis mengatakan bahwa RUU HKPD disusun dalam rangka menjalankan konstitusi. Ia menjelaskan bahwa Pasal 18A ayat 1 UUD 1945 menyebutkan hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan Undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.

Aspirasi yang disampaikan oleh pemerintah daerah, sudah sesuai dengan amanat konstitusi. Dan harus didengar oleh pemerintah pusat. Karena Undang-undang mengamanatkan bahwa undang-undang yang dirumuskan dan burkenaan dengan hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, harus memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.

“Bali yang memiliki kekhususan pariwisata, harus masuk dalam klausul kekhususan dalam undang-undang,” tegas Anis.

Wakil Ketua Badan Akuntabilitas dan Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini juga menyampaikan pasal 18 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi: Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

“Aspirasi pemerintah daerah sudah sesuai dengan undang-undang. Pemerintah pusat harus mendengar dan memperhatikan aspirasi daerah karena ini amanah undang-undang,” tandasnya.

Politisi senior PKS ini menilai, adanya salah faham antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam hal pemanfaatan keuangan. Khususnya terkait Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) yang merupakan bagian dari Belanja Negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi fiscal. Pemerintah pusat memandang pemanfaatan TKDD oleh pemerintah daerah belum optimal. Sebagian besar Dana Alokasi Umum (DAU) dipakai untuk belanja pegawai. Sementara pemerintah daerah merasa, untuk membayar gaji pegawai jika hanya mengandalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), terasa sangat berat.

“Jika Kabupaten Badung -yang menurut laporan BPK pada tahun 2019 tentang kemandirian fiscal- merupakan satu-satunya daerah yang memiliki kemandirian fiskal, ketika terjadi pandemi Covid-19 pendapatannya menurun drastis, apalagi daerah lain,” kata Anis.

“Dan ke depan, semua pihak harus berupaya untuk memiliki pandangan yang sama,” tuturnya.

Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini menegaskan bahwa tugas wakil rakyat adalah mendengar. “Aspirasi rakyat harus didengar,” ujarnya. Ia memastikan bahwa sektor pariwisata yang belum masuk dalam RUU HKPD, akan diperjuangkannya agar bisa masuk RUU. “Meski sudah diujung waktu, DPR harus mengakomodir aspirasi ini karena DPR masih punya nurani,” tegasnya.

Iapun berjanji, secara khusus Fraksi PKS akan mengusulkan dan menyuarakan aspirasi yang disampaikan oleh pemerintah daerah pada hari ini. “Harus ada pemecahannya. Dan daerah harus bicara,” ujarnya.

Anis pun menekankan bahwa inti desentralisasi fiskal adalah transfer keuangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Sehingga TKDD merupakan hak pemerintah daerah sebagai konsekuensi pembagian tugas untuk mensejahterakan dan memakmurkan rakyat. Oleh karena itu, daerah harus menggunakannya sebaik-baiknya untuk kesejahteraan daerahnya. “Sampai saat ini, daerah belum bisa membangun kemandirian fiskal. Rata-rata PAD hanya berjumlah 20% dari anggaran belanja daerah. Selebihnya mengandalkan transfer pusat,” tambahnya.

“Dan semoga di masa depan hubungan fiscal pemerintah pusat dan daerah bisa lebih selaras dan adil sebagaimana diamanatkan oleh UUD NRI 1945 pasal 18 ayat 2,” tutupnya.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!