JAKARTA, MENARA62.COM – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim dalam peluncuran Merdeka Belajar ke-19 bertajuk “Rapor Pendidikan Indonesia” mengungkapkan Kurikulum Merdeka hadir untuk menanggulangi krisis pembelajaran di Indonesia. Penerapan Kurikulum Merdeka diharapkan berdampak pada terciptanya generasi adaptif yang mampu bertahan menghadapi perubahan zaman dengan ‘kekuatan’ mereka sendiri.
Hal ini diungkapkan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Anindito Aditomo yang menekankan bahwa saat ini Indonesia memerlukan kurikulum yang bersifat adaptif. Kurikulum adaptif menurutnya mengedepankan karakter serta kompetensi yang mendasar pada diri anak.
“Dengan pola pikir yang adaptif, apapun masalah yang dihadapi mereka bisa diatasi secara mandiri karena mereka bisa berdiri di atas kekuatannya sendiri,” tutur Anindito pada acara Ngobrol Tempo, Jakarta, Senin (3/4).
Dewan Pembina PGRI, Dudung Nurullah Koswara, menyampaikan bahwa implementasi Kurikulum Merdeka memberikan perubahan besar terhadap guru dan siswa. Dengan mengedepankan proses pembelajaran yang esensial dan minat bakat, proses ini akan menjadi sebuah interaksi yang sesuai dan menciptakan ruang pembelajaran yang lebih positif.
Dudung menegaskan bahwa dampak yang terjadi dengan Implementasi Kurikulum Merdeka membuat proses pembelajaran di ruang kelas terasa lebih merdeka. Hal ini tentunya akan melahirkan masyarakat yang berkembang secara positif dengan cara yang lebih merdeka di masa mendatang. “Karena Kurikulum Merdeka memberikan proses pewarisan melalui proses pembelajaran yang lebih baik dan menarik,” ucap Dudung Koswara.
“Kurikulum Merdeka menciptakan ruang terbuka belajar yang membuat karakteristik dan kompetensi didiagnosa sehingga proses belajar bukan pukul rata. Anak bukan bagian dari industri pendidikan,” tekannya.
Berikutnya, Guru Besar FKIP Unika Widya Mandala Surabaya, Anita Lie turut mengapresiasi berbagai episode Merdeka Belajar termasuk salah satunya adalah Kurikulum Merdeka. Menurut dia, langkah tersebut dapat mengubah dan mentransformasikan sistem pendidikan menjadi lebih baik karena setiap episode Merdeka Belajar bergerak secara sinergis sesuai fokusnya masing-masing.
Kurikulum Merdeka saling bersinergi dengan pengembangan kompetensi guru dan platform Merdeka Mengajar. Dengan adanya program Guru Penggerak dan Pendidikan Profesi Guru (PPG) kata dia, Kemendikbudristek menunjukkan komitmennya untuk bersama-sama mendampingi para guru agar menjadi guru yang lebih kompeten serta dapat berkembang terus ke depannya.
“Karena dengan lahirnya guru yang otonom, cerdas dan dapat berpikir kritis akan dapat mengembangkan dan menjaga kurikulum (Kurikulum Merdeka) ini menjadi lebih baik,” ujarnya optimistis.
Panitera Umum Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, Ki Saur Panjaitan XIII, menambahkan bahwa implementasi Kurikulum Merdeka diejawantahkan oleh Taman Siswa Ki Hajar dalam bentuk saling menghargai keragaman budaya Indonesia sebagai kebudayaan nasional.
“(Jika kurikulum dianalogikan) dengan budaya, budaya kita sangat banyak sekali namun bukan untuk membeda-bedakan tetapi untuk memperkuat dan memperkokoh menjadi kebudayaan nasional,” pungkas Ki Saur.
Sebelum mengakhiri, Kepala BSKAP berharap perubahan kurikulum ini bukan menjadi tujuan tapi menjadi cara atau ‘kendaraan’ untuk mencapai tujuan pendidikan yakni perubahan kualitas pembelajaran di Indonesia. Visi pendidikan yang perlu disepakati bersama yakni pendidikan harus dapat mengantarkan peserta didik menjadi manusia merdeka, mandiri, dengan karakter dan kompetensi yang mencerminkan Profil Pelajar Pancasila.
“Itu tujuannya dan kami berharap ini bisa kita sepakati bersama menjadi sebuah visi bersama sehingga kita sama-sama bergerak dengan kapasitas kita masing-masing karena kesuksesan pendidikan tidak bisa bergantung pada satu pihak saja melainkan pekerjaan bersama,” tutup Anindito Aditomo.