JAKARTA, MENARA62.COM — Bagi Indonesia, kelapa sawit merupakan komoditi kunci yang banyak berkontribusi secara ekonomi bagi pembangunan. Oleh karena itu, isu boikot yang sering didengungkan harus dihadapi dengan mengedepankan bahwa kelapa sawit Indonesia telah diproduksi secara lestari dan tidak menimbulkan kerusakan lingkungan dan justru membawa kesejahteraan dan perlindungan bagi hutan alam yang masih tersisa. Itu sebabnya sangat penting ketika perusahaan-perusahaan global turut mendorong konsumsi kelapa sawit yang berasal dari sumber berkelanjutan tersebut.
Pada pertemuan tahunan World Economic di Davos, Swiss 21-24 Januari mendatang, sekelompok pelaku usaha akan hadir untuk menyusun agenda dunia yang berkelanjutan. Sayangnya, WWF Palm Oil Buyers Scorecard meunjukkan bahwa sebagian perusahaan belum mampu mendukung praktik produksi kelapa sawit yang berkelanjutan. Hal ini terlihat dari capaian skor yang masih rendah tentang apa yang telah mereka lakukan untuk mengurangi penggunaan bahan baku yang tidak ramah lingkungan.
Dalam edisi kelima selama 10 tahun terakhir ini, WWF’s Palm Oil Buyers Scorecard meneliti 173 perusahaan ritel besar, produsen, dan perusahaan makanan asal Amerika Serikat, Kanada, Eropa, Australia, Singapura, Indonesia, dan Malaysia dengan merek-merek ikonik seperti Carrefour, L’Oreal, McDonald, Nestle, Tesco, dan Walmart. Scorecard ini dapat digunakan sebagai tolak ukur perusahaan dengan harapan perusahaan dapat mengambil tindakan yang tepat dan tanggap untuk dapat ikut menjawab tantangan lingkungan dan perubahan iklim yang semakin mengancam kehidupan manusia di bumi.
Scorecard juga menunjukkan bahwa komitmen anggota Consumer Goods Forum (CGF) untuk memastikan rantai pasoknya terbebas dari praktik ilegal maupun merusak lingkungan, belum seluruhnya terpenuhi. Dari 53 perusahaan anggota CGF, hanya 10 perusahaan yaitu Ferrero, Kaufland, L’Oréal, Marks & Spencer, Mark dm-drogerie, The Co-operative Group UK (Inggris), Rewe Group, Mars, Friesland Campina, dan Nestlé yang telah menunjukkan implementasi komitmennya secara sungguh-sungguh sehingga dapat menduduki sepuluh peringkat teratas. Kinerja perusahaan tersebut perlu diapresiasi, walaupun hal itu tidak terlepas dari kewajiban mereka dalam mematuhi komitmen keberlanjutannya di tahun 2020. WWF mengharapkan semua anggota CGF untuk segera mengambil langkah konkrit dan berperan aktif dalam isu kelapa sawit berkelanjutan, sejalan dengan misi yang mereka nyatakan sebelumnya, yakni “menjaga kepercayaan konsumen dan mendorong perubahan positif”.
WWF tidak hanya mengukur langkah-langkah dasar perusahaan seperti penggunaan sawit berkelanjutan dalam rantai pasok, tetapi juga bagaimana mereka melakukan praktik-praktik lainnya seperti melindungi dan memberi manfaat positif bagi petani kecil, masyarakat, dan keanekaragaman hayati. Scorecard juga menunjukkan bahwa hanya sekitar seperempat dari perusahaan yang dinilai yang telah memiliki inisiatif berupa implementasi program untuk mengurangi risiko terjadinya kelapa sawit yang tidak berkelanjutan. WWF meminta perusahaan lainnya mengambil langkah yang sama untuk menjadi bagian penting sebuah solusi global.
Hasil Scorecard ini tidak terlalu menggembirakan pada penilaian penggunaan kelapa sawit bersertifikasi berkelanjutan (CSPO) dalam rantai pasok. Kurang dari setengah yang menggunakan 100% CSPO dan hanya seperempat dari perusahaan yang telah memiliki kebijakan yang mewajibkan pemasok mereka menjadi bagian mendukung terjaganya kelestarian hutan dan alam.
Terdapat seperempat perusahaan yang dinilai bahkan belum menunjukkan komitmennya sama sekali untuk menggunakan sawit berkelanjutan. Hal ini  termasuk perusahaan perusahaan besar dari Asia sehingga terlihat bahwa  pasar Asia masih tertinggal dalam membeli dan memperdagangkan kelapa sawit yang keberlanjutan.
Direktur Kebijakan dan Advokasi, WWF-Indonesia Aditya Bayunanda menjelaskan “Di Indonesia sendiri, dukungan ritel dan produsen terhadap pengadaan kelapa sawit berkelanjutan perlu ditingkatkan. Partisipasi aktif pelaku industri ritel akan berdampak positif bagi pemenuhan hak konsumen dalam mendapatkan opsi membeli produk yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Di Indonesia, Ahold Delhaize dengan nama Superindo telah berinisiatif untuk memastikan house brand produk minyak goreng mereka berasal dari rantai pasok yang tidak terlibat dalam praktik ilegal maupun merusak lingkungan. Kepemimpinan seperti ini yang diharapkan oleh WWF-Indonesia dapat menjadi pemicu pelaku bisnis lainnya untuk melakukan hal serupa.”
Ke depannya kelapa sawit berkelanjutan didorong untuk menjadi sebuah norma baru di dalam sektor industri ritel Indonesia. Oleh karenanya, scorecard global ini akan baik sekali untuk diadopsi di tingkat nasional sebagai acuan untuk menyusun strategi perbaikan kinerja dan tata kelola usaha menuju berkelanjutan. Lebih dari itu, produsen dan ritel yang menjamin produk-produknya menggunakan sawit berkelanjutan menjadikan diferensiasi dari perusahaan sejenis dan dapat memenangkan kompetisi di hati konsumen.
“Kabar baiknya adalah di tahun 2020 ini, merupakan peluang yang bagus bagi perusahaan untuk bergabung dengan para pembuat kebijakan dan konsumen untuk berkomitmen pada penggunaan kelapa sawit yang tidak lagi membahayakan alam atau hutan” kata Elizabeth Clarke, WWF Palm Oil Global Lead. “Upaya penggunaan kelapa sawit ini merupakan komponen penting dari New Deal for Nature and People yang memiliki ambisi untuk menetapkan target pemulihan alam pada tahun 2030. Dengan kondisi lingkungan seperti saat ini dimana belum pernah terjadi sebelumnya, kita harus bertindak bersama segera untuk memastikan masa depan yang berkelanjutan bagi manusia dan planet ini. Kami mengharapkan perusahaan bersedia menerima tantangan ini” tambahnya.
Masih ada kesempatan bagi para pelaku usaha untuk menunjukkan bahwa mereka berani mengambil tindakan dan perbaikan kinerja yang akan dimasukkan ke Palm Oil Buyers Scorecard selanjutnya pada akhir tahun 2020.