25 C
Jakarta

Leukemia Pengantin Remaja

Baca Juga:

“Dari menjenguk Bu Ani Yudhoyono ya pak?”
Saya kaget. Kok tiba-tiba mendapat pertanyaan seperti itu. Saat saya turun dari pesawat di Juanda yang membawa saya pulang dari Singapura. Pertanyaan itu, dilontarkan seorang wanita muda. Cantik. Modis. Dia sendirian. Satu pesawat dengan saya.

“Suami saya juga kena leukemia,” ujarnya. “Di rumah sakit yang sama dengan Ibu Ani,” tambahnya.

Wanita itu adalah Nurvania Aurellia Budirahmadina. Lantaran sang suami terkena leukemia terpaksa dia tidak jadi kuliah. Padahal sudah sempat menjalani test-test masuk fakultas kedokteran. Di Universitas Airlangga Surabaya.

Sang suami sendiri masih kuliah di fakultas yang sama. Masih semester 5. Saat diketahui menderita leukemia, Nadhif Rashesa Brahmana dan Nurvania Aurellia Budirahmadina sebenarnya masih berstatus pacaran. Umur Nadhif baru 20 tahun. Sedang Vania baru 17 tahun. “Ia dulu kakak kelas saya di SMAN 5 Surabaya,” kata Vania. “Saat mas Nadhif kelas 12 saya kelas 10,” tambahnya.

Oktober tahun lalu Nadhif mengeluh: gampang lelah. Terutama saat main basket. Nadhif selalu main basket di lapangan masjid Chengho. Tidak jauh dari SMAN 5.

Nadhif juga merasa mudah terkena seperti flu. “Setelah periksa darah ternyata HB-nya tinggal 8,” ujar Vania. Langsung saja Nadhif ke RS Siloam Surabaya. Setelah dilakukan pemeriksaan, dokter menyarankan agar langsung dibawa ke Singapura. Ke National University Hospital. Untuk menjalani transplantasi sumsum.

Nadhif itu keluarga dokter. Bapaknya dokter ahli tumor dan kanker kandungan: DR. dr Brahmana Askandar. Juga ketua IDI Surabaya. Pun kakeknya juga dokter terkemuka: Prof. DR. Askandar. Ahli diabetis paling senior di Surabaya. Boleh dikata semua orang Surabaya tahu siapa Prof Askandar dan siapa dr Brahmana. Apalagi dr Brahmana kemudian menikah dengan putrinya Imam Utomo. Yang saat itu gubernur Jatim.

Sebagai anak dokter ahli kanker Nadhif tahu apa yang harus dijalani segera: kemoterapi dulu. Sebanyak tiga seri. Tiap serinya 7 hari. Pada hari ke tujuh itu Nadhif merasa mual. Tapi tidak sampai muntah.

Bulan berikutnya akan dilakukan kemoterapi lagi. Seri ke dua. Juga tujuh hari. Menjelang kemo seri kedua itulah keluarga memutuskan: mengawinkan Nadhif dan Vania.
“Agar saya bisa menunggu mas Nadhif di Singapura,” ujar Vania.

Perkawinan itu dilakukan di rumah sakit. Di ruang perawatan. Di sebelah tempat tidur. Dengan selang infus masih menancap di lengan. Perkawinan remaja itu terjadi tanggal 18 Nopember 2018. Yang hadir hanya keluarga terdekat. Dan penghulu: ustadz Abu Aslam. Dari Surabaya. Pak Imam Utomo, ikut hadir. Nadhif adalah cucunya.

Orang tua Vania juga hadir. Yang bekerja di MayBank cabang Surabaya itu.
Sejak itu Vania tinggal di RS tersebut. Resmi sebagai istri. Pengantin remaja. Mualnya Nadhif juga tidak berkelanjutan. Cukup kuat.

Kemo seri kedua pun dilakukan. Tidak lagi mual. Kuat. Maka bulan ketiga dilakukan kemo lagi. Juga tidak lagi mual. Hanya badannya terus turun. Dari awalnya 68 kg tinggal 60 kg. Tapi kondisinya sehat. Saat proses kemo itu dilakukan dicari pula siapa yang darahnya cocok. Untuk didonorkan ke Nadhif kelak.

Yang diperiksa pertama adalah adik perempuan Nadhif: Alisha Princessa Brahmana. Yang masih SMA. Hebat. Langsung diketahui cocok. Princessa sendiri dengan senang hati mendonorkannya ke sang kakak.

Beres. Tinggal tunggu hasil proses kemo tahap tiga. Kalau kadar kanker di darah Nadhif sudah di bawah 5 transplantasi bisa dilakukan. Ternyata proses kemo Nadhif berhasil. Di akhir kemo seri tiga itu diketahui kadar kanker Nadhif tinggal 2. Maka transplantasi sumsum sudah bisa dilakukan.

Proses transplantasi sumsum ternyata beda sekali. Tidak melalui operasi. Tidak seperti yang saya alami. Saat saya menjalani transplantasi hati. Proses transplantasi sumsum dimulai dari pengambilan darah pendonor. Dalam hal Nadhif ini, darah sang adik tadi.
Darah Prencissa diambil. Lewat lengan. Untuk diproses di laboratorium rumah sakit. Diambil selnya saja: sel sumsum tulang belakang.

Sel itulah yang akan dimasukkan ke Nadhif. Lewat saluran darah di leher. Seperti infus. Tidak lama. Hanya 30 menit. Jumlah cell yang dimasukkan itu sekitar 300 cc. Tentu isinya bukan cell semua. Sudah dicampur bahan pengantar.

Proses itu menjadi mirip sekali dengan stemcell yang saya jalani tiap enam bulan. Proses ini untuk meregenerasi sel-sel saya.

Karena itu, menurut dokter Brahmana, transplantasi sumsum ini juga disebut stemcell transplan.  Nadhif sudah menjalani itu 14 Februari lalu. Sel itu masuk lewat pembuluh darah besar di leher. Sel sumsum yang baru itu akan menuju tulang belakang. Mencari jalan sendiri. Mencari rumahnya sendiri. Di tulang belakang, sel sumsum yang baru itu akan menggantikan sel sumsum yang lama.

Setelah sel baru menjadi penguasa baru di tulang belakang maka terjadilah ini: darah yang diproduksi oleh sumsum itu berupa darah baru. Darah yang tidak lagi mengandung kanker.
Dengan demikian leukemia ini disembuhkan dengan cara “mengganti pabrik darah” yang ada di tulang belakang.

Setelah transplan itu Nadhif dimonitor selama 24 jam. Diobservasi. Hebat. Sukses. Tidak ada hambatan yang berarti. Tidak ada keluhan apa-apa.

Observasi dilanjutkan selama seminggu penuh. Hasilnya juga baik. Nadhif masih harus terus diobservasi. Selama 30 hari berikutnya. Lalu 30 hari lagi.  Kini Nadhif masih harus diobservasi. Agar mencapai 90 hari. Tapi sudah boleh tinggal di apartemen. Di luar rumah sakit. Berat badannya juga sudah kembali ke 67 kg.

Hanya saja harus selalu ke rumah sakit. Seminggu dua kali. Untuk dilakukan pemeriksaan. Juga harus hati-hati. Agar tidak kena infeksi. Kalau keluar apartemen, harus pakai masker.
Kalau sudah lewat 90 hari nanti Nadhif boleh pulang ke Surabaya. Tentu kalau hasil observasinya baik. Itu berarti bulan Mei depan.

Pak SBY juga sudah ketemu Nadhif. Memberikan optimisme pada proses penyembuhan bu Ani.
“Suami saya memang sempat di kamar sebelahnya Bu Ani,” ujar sang istri.
Kelak akan terjadi. Bayi yang akan lahir dibersihkan dulu dari cell yang gennya mengandung benih kanker. Itu yang sudah sukses dilakukan oleh seorang dokter di Tiongkok. Langkah yang dilakukan dokter itu, dianggap melakukan modifikasi gen.
Dianggap mengubah takdir Tuhan.

Penulis: Dahlan Iskan

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!