JAKARTA, MENARA62.COM – Mengawali tahun 2024, Forum Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan (Fortadik) menggelar rapat kerja guna membahas berbagai program yang akan dilakukan sepanjang 2024. Rapat kerja yang berlangsung di Kantor Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Jakarta, pada Jumat (19/1/2024) melibatkan para humas mitra seperti Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbudristek, kemudian Direktorat Jenderal (Ditjen) Kemdikbudristek, diantaranya Ditjen Pendidikan Vokasi, Ditjen Dikti, Ditjen GTK, Ditjen Paud Dikdasmen, Ditjen Kebudayaan, dan Badan Bahasa.
Adapun tema yang diusung dalam raker tersebut adalah “Membangun Sinergitas Jelang Transisi Pemerintahan”.
Ketua Fortadik, Syarief Oebaidillah, mengatakan, tujuan Raker Fortadik 2024 adalah mempererat silaturahmi dan kolaborasi dengan para mitra terkait. “Selain itu, raker juga ditujukan untuk merancang program Fortadik ke depannya,” katanya.
Dalam raker tersebut dibahas sejumlah catatan kritis atas capaian bidang pendidikan dan kebudayaan. Selain itu, program pendidikan para capres dalam Pemilu 2024 juga tidak luput menjadi bahasan.
Adapun catatan kritis terkait isu pendidikan yang dibahas antara lain pertama, tingkat literasi. Dalam raker dibahas kemampuan literasi siswa yang berdasarkan Rapor Pendidikan 2023 berada dalam kategori sedang. Rapor Pendidikan 2023 mendefinisikan kategori sedang sebagai kondisi dimana sebanyak 40-70 persen siswa mencapai kompetensi minimum literasi.
Peserta raker melihat pemerintah perlu lebih meningkatkan upaya dalam hal pengembangan literasi siswa. Selama ini, media yang meliput isu pendidikan melihat telah ada upaya pemerintah dalam hal peningkatan literasi, seperti program pengadaan buku yang menjadi bagian dari Merdeka Belajar, sampai pembenahan perpustakaan.
“Kami berharap pemerintah bisa lebih menggencarkan program peningkatan literasi dengan lebih luas lagi. Kolaborasi dengan pemangku kepentingan terkait menjadi penting agar program peningkatan literasi bisa menjangkau lapisan masyarakat yang lebih luas lagi,” kata Syarief.
Kedua, isu kekerasan di satuan pendidikan. Berdasarkan Rapor Pendidikan 2023, indikator iklim keamanan sekolah untuk jenjang SMP sederajat dan SMA sederajat mengalami penurunan. Untuk indikator iklim keamanan sekolah, tercatat jenjang SMP sederajat turun 2,96 poin pada tahun ini dari skor pada tahun 2021 sebesar 68,25. Berdasarkan penilaian terakhir, skornya menjadi 65,29.
Penurunan cukup besar terjadi pada jenjang SMA sederajat, dimana penilaiannya turun 5,09 poin. Berdasarkan penilaian terakhir, skornya adalah 66,87. Sementara tahun 2021, skornya adalah 71,96.
Para wartawan anggota Fortadik melihat pemerintah perlu menyikapi serius turunnya skor keamanan berdasarkan Rapor Pendidikan 2023 tersebut. Adanya kekerasan yang dialami maupun dilakukan oleh siswa serta pendidik sekalipun, menunjukkan bahwa fungsi pendidikan belum berjalan maksimal.
Wartawan juga beranggapan pemerintah perlu mengawal pembentukan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di satuan pendidikan. Hal itu sebagaimana amanat Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Ketiga, isu penyelesaian guru honorer. Pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah untuk mengangkat guru honorer menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) pada tahun 2024. Target pengangkatan guru honorer pada tahun sebelumnya masih belum tercapai.
Sebelumnya, Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim menjanjikan pemenuhan target pengangkatan 1 juta guru PPPK pada tahun 2024. Hal itu ia katakan pada saat berpidato dalam Puncak Peringatan Hari Guru Nasional 2023 di Jakarta pada 26 November 2023.
Seleksi guru PPPK gelombang ketiga tahun 2023 menghasilkan guru yang lolos seleksi sebanyak 250.432 orang. Tahun sebelumnya, 2021-2022, berhasil merekrut 544.292 guru. Artinya guru yang berhasil direkrut oleh pemerintah melalui skema PPPK baru 794.724 orang.
Keempat, terkait pengembangan keterampilan guru. Guru sebagai pendidik perlu menguasai berbagai keterampilan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terlebih dengan era digitalisasi seperti saat ini menimbulkan banyak sekali perubahan dalam segi-segi kehidupan bangsa, tidak terkecuali di dalam dunia pendidikan.
Wartawan anggota Fortadik melihat pemerintah perlu meningkatkan akses komunikasi, terutama di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T). Peningkatan akses komunikasi diperlukan, khususnya bagi guru dan siswa, agar mereka dapat berdaya saing dalam dinamika digitalisasi saat ini.
Pengalaman pandemi Covid-19 beberapa waktu lalu telah menunjukkan bagaimana dunia pendidikan gagap dalam menghadapi perubahan pola pendidikan yang beralih ke komunikasi digital. “Kami wartawan Fortadik berharap ke depannya, kegagapan menghadapi digitalisasi di dunia pendidikan secara umum bisa jauh berkurang ke depannya,” ujar Syarief.
Kelima, terkait peningkatan kualitas anggaran pendidikan. Pengelolaan Anggaran Pendidikan sebanyak 20% dari APBN saat ini banyak tersita untuk hal-hal di luar fungsi pendidikan. Anggaran Pendidikan kini mencakup pula gaji guru sampai anggaran untuk pendidikan di kementerian atau lembaga yang berada di luar naungan Kemendikbudristek.
APBN beberapa ditransfer ke daerah sebagai anggaran pendidikan. Tapi oleh pemerintah daerah dihitung sebagai anggaran pendidikan daerah sehingga banyak daerah tidak sampai 2-5% menganggarkan pendidikannya. Itu kemudian mereka hanya kalkulasi saja dari APBN.
Wartawan Fortadik berharap pemerintah bisa memberikan fokus pengelolaan anggaran yang memang benar-benar menjadi fungsi pendidikan.
Keenam, terkait dana abadi kebudayaan. Kemendikbudristek mengupayakan Dana Abadi Kebudayaan tahun 2024 sebesar Rp7 triliun. Dana ini ditujukan untuk mendukung pengembangan dan kemajuan budaya daerah di Indonesia.
Wartawan Fortadik berharap pengelolaan dan penyaluran Dana Abadi Kebudayaan harus berdampak kepada kegiatan budaya di daerah.
Ketujuh, soal transisi ke dunia kerja. Fase transisi dari dunia pendidikan menuju dunia kerja semakin pelik karena faktor sosio ekonomi. Lulusan dunia pendidikan juga dibayangi oleh situasi pekerjaan informal sampai menjadi pengangguran.
Permasalahan tersebut menunjukkan peran penting lulusan pendidikan vokasi untuk menjawab tantangan kebutuhan industri. Pemerintah, khususnya Ditjen Pendidikan Vokasi, diharapkan terus berinovasi untuk membuat lulusan SMK bisa berdayasaing di pasar tenaga kerja.
Selain itu, pendekatan dunia pendidikan tinggi dengan industri juga tidak kalah penting untuk merespon dinamika dalam tren pasar tenaga kerja. Ditjen Pendidikan Tinggi diharapkan bisa mengambil peranan yang lebih signifikan untuk menjembatani antara kebutuhan riset dan inovasi dengan kebutuhan industri untuk komersialisasi produk atau jasa.
Kedelapan, adalah Pemilu 2024. Pemilu pada 14 Februari 2024 menjadi momentum pergantian rezim pemerintahan. Ada tiga capres yang tengah berkontestasi. Pemenangnya akan membentuk dunia pendidikan melalui serangkaian kebijakan.
Berdasarkan hal tersebut, Fortadik mendorong agar selama proses pemilu aparat negara serta para ASN pendidikan mesti bersikap netral. Selain itu, wartawan Fortadik juga mendorong agar kebijakan dari pemenang pemilu 2024 tidak merugikan dunia pendidikan, terutama bagi siswa dan guru.