JAKARTA, MENARA62.COM – Majalah MIX kembali menggelar MIXMarCommunity Gathering yang melibatkan puluhan jurnalis dari berbagai media, serta public relations (PR) dari berbagai korporat dan konsultan media, Rabu (26/2/2020).
Mengambil tema Ketika Jurnalis Ngomongin Brand, gathering ini menjadi ajang sharing session antar jurnalis, dan para pemangku kepentingan dibidang media relations korporat terkait bagaimana kegiatan branding sebuah produk atau korporat dilakukan. Terutama menghadapi ‘gaya branding’ yang berbeda seiring perkembangan teknologi informasi yang sedemikian pesat yang membawa konsekuensi hadirnya media lain diluar media mainstream.
Lis Hendriani, Pemimpin Redaksi Majalah MIX mengatakan era digital membuat peta media di Indonesia makin clutter. Siapa saja sekarang bisa memiliki media yang bisa dimanfaatkan untuk dengan mudah meng-endorse brand, atau sebaliknya justru menjadi pengganggu brand. Fakta ini membuat pengelola brand dan praktisi komunikasi semakin tidak mudah merancang strategi komunikasi yang efektif.
Dalam kondisi seperti ini, sejatinya peran jurnalis sebagai pelaku earned media menjadi penting. Karena tidak sekadar memberikan endorsement, melalui tulisannya yang berimbang.
“Jurnalis bisa memberikan value yang lebih besar dalam kampanye brand maupun korporat,” kata Lis Hendriani.
Di sinilah lanjut Lis, pentingnya peran media relations bagi para pemangku kepentingan komunikasi brand dan korporat. Media relations bisa menjembatani kepentingan kedua belah pihak.
Lis juga memandang jurnalis perlu memiliki pemahaman yang lebih komprehensif tentang brand dan korporat agar fungsinya sebagai pelaku earned media menjadi lebih efektif.
Talkshow yang menghadirkan 5 jurnalis senior yakni Dwi Wulandari, wartawan majalah MIX MarComm, Eny Wibowo, wartawan hidupgaya.co, Herning Banirestu, wartawan majalah bisnis SWA, Lilis Setyaningsih, wartawan Wartakota, dan M. Syakur Usman, wartawan Merdeka.com tersebut melibatkan sejumlah public relations dari berbagai korporat.
Para pembicara menyoroti banyak hal terkait peran media dalam pembentukan imej sebuah brand maupun korporat. Termasuk suka duka mereka saat meliput kegiatan yang berhubungan dengan brand dan korporat.
Selain mengungkapkan suka duka menjadi wartawan brand yang bergerak dari satu even ke even lain, dari hotel satu ke hotel lain, kelima pembicara juga menyoroti munculnya influencer yang kini banyak dilibatkan oleh public relations dalam kegiatan branding produk dan korporat. Kehadiran influencer yang acapkali disetarakan dengan media, menjadi persoalan tersendiri di lapangan.
“Kadang mereka menjadikan ajang temu media menjadi ajang curhat masalah pribadi yang akhirnya memakan waktu lama. Kami para jurnalis menjadi kurang nyaman mengingat ada deadline dan tulisan kami dituntut yang bersifat umum. Berbeda dengan para influencer,” kata Herning.
Meski kehadiran influencer dibutuhkan untuk membantu branding produk dan korporat, tetapi sebaiknya kehadiran mereka tidak bersamaan dengan kegiatan publikasi yang melibatkan media. Harus dilakukan pada waktu berbeda, agar media lebih focus menggali informasi terkait branding produk, korporat atau persoalan lain yang tengah dibahas.