YOGYAKARTA, MENARA62.COM — Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Hanafi Rais, MPP menandaskan literasi media kepada masyarakat harus digalakan. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir berita-berita hoax atau berita bohong.
Hanafi Rais mengemukakan hal tersebut pada seminar nasional bertema “Kapitalisasi Media Digital sebagai Agen Pembentuk Pola Pikir Masyarakat” di Ruang Sidang AR. Fachrudin B, Kampus Terpadu UMY pada Sabtu (25/3). Seminar ini diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIPOL UMY dan merupakan rangkaian Pekan Keilmuan Sosial Politik 2017.
Menurut Hanafi, berita hoax yang sering muncul dalam beberapa waktu terakhir di media sosial disebabkan kekecewaan masyarakat terhadap media massa. Sebab media mainstream, khususnya yang dianggap punya kebebasan dalam menyebarkan informasi, dianggap gagal dalam menyebarkan informasi. Mereka lebih mementingkan aspek pasar selain menginformasikan kebenaran.
Hanafi menambahkan, akibat muncul berita hoax, masyarakat Indonesia telah mengalami fase post truth society atau masyarakat pasca kebenaran. “Masyarakat tidak lagi percaya informasi yang diberikan media mainstream. Namun masyarakat justru lebih percaya pada berita yang belum tentu sumbernya dari mana, dan belum tentu juga kebenaran informasinya. Dalam sosial media, kita sering melihat berita yang viral justru berasal dari citizen journalist,” kata Hanafi.
Untuk menekankan berita hoax, perlunya ada kesadaran literasi media bagi masyarakat, dan pengetahuan tentang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE) yang sudah direvisi. “Literasi media harus digalakkan. Jangan hanya sifatnya reaktioner, saat berita hoax telah menyebar, baru kita lakukan literasi media. Literasi media dalam internet harus dilakukan secara mainstream agar kita tidak asal klik menyebarkan informasi. Juga pemahaman UU ITE agar masyarakat paham bertata-etika menggunakan medsos,” katanya.
Sementara Budi Hermanto, salah seorang Penulis dan Pekerja di Media percaya bahwa media sosial bisa menjadi media baru yang positif jika dimanfaatkan dengan baik. “Sosial media menjadi media baru yang menawarkan berbagai kelebihan. Selama ini, media mainstream menganggap kita sebagai konsumen. Sementara, media sosial bisa memposisikan kita sebagai produsen. Kita bisa membuat karya lewat youtube misalnya. Kita bisa mendorong perubahan sosial dengan cara ini,” kata Budi Hermanto.
Budi juga menyoroti perilaku masyarakat Indonesia yang belum ber”etika” dalam bermedia sosial. Dia menyayangkan banyaknya ujaran kebencian yang ada di Sosmed. “Masih banyak ujaran kebencian di sosmed. Harusnya postingan tersebut bisa diimbangi dengan ujaran positif dan lebih baik. Padahal, etika di sosial media tak berbeda dengan etika komunikasi di dunia nyata,” ujarnya.