Oleh Ashari, SIP*
AGAMA Islam sejatinya sangat menekankan umatnya untuk gigih mencari ilmu. Tak peduli meski masa pandemi covid-19, yang menuntut kita banyak aktivitas di rumah. Justru, salah satu hikmahnya adalah agar kita dapat manfaatkan waktu untuk lebih banyak belajar. Karena belajar sesungguhnya tidak harus di bangku sekolah. Dimanapun mereka berada. Sejak dalam kandungan sampai liang lahat. Betapa panjang rentang waktu yang diperlukan oleh umat manusia, untuk mengisi hari-harinya dengan menuntut ilmu. Pendeknya tidak ada sejengkal tanahpun – yang terlepas dari pijakan manusia untuk mencari ilmu. Begitu pentingnya, sampai-sampai Allah Swt sendiri membedakan : “Apakah sama orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu ? “
Dengan iman dan ilmu jugalah, sesungguhnya Allah berkenan untuk mengangkat derajat manusia beberapa tingkat. Seringkali kita dengar ungkapan, dengan ilmu hidup menjadi mudah, dengan seni hidup menjadi indah dan dengan iman hidup menjadi terarah. Ungkapan ini rasanya tidaklah berlebihan.
Akumulasi persoalan yang membelit dalam diri, keluarga, komunitas sosial atau instansi secara fluktuatif, sesungguhnya dapat diurai dengan penguasaan ilmu yang memadai. Tanpa itu, maka semuanya akan menjadi gelap. Hingga akhirnya mengubah perilaku kita.
Analogi sederhananya begini: dua orang pemuda sama-sama sedang patah hati, ditinggal kekasihnya tanpa sebab yang jelas. Bisa jadi yang satu akan melampiaskan ‘kegagalannya’ dengan mabuk-mabukan, ganja atau perilaku balas dendam lainnya yang semuanya itu tidak memberikan kontribusi manfaat apapun pada dirinya, tetapi justru sebaliknya. Hingga akhirnya ia tidak mampu meraih prestasi dalam hidup ini. Tetapi yang satunya lagi, dengan pemahaman ilmu yang mamadai, maka peristiwa patah hati dianggapnya sebagai hal yang biasa. Sakit memang, tetapi hanya sebentar saja. Setelah itu justru dijadikan cambuk. Dicari hikmah di balik musibah. Dengan berpikir positip kepada Allah Swt. Akhirnya tidak banyak energi yang terbuang, sehingga mampu berprestasi.
Dengan ilmu pula, maka kita belajar untuk tidak jatuh dua kali di tempat yang sama. Dalam Hadits Rasulullah Saw, bersabda, “Barang siapa yang hari ini lebih baik dibandingkan dulu, maka dia termasuk orang yang sukses, tetapi barang siapa hari ini sama dengan hari kemarin, maka dia termasuk dalam golongan orang-orang yang tertipu. Sedangkan yang hari ini justru lebih jelek jika dibandingkan dengan hari kemarin, maka mereka termasuk orang-orang yang merugi di hadapan Allah Swt.“
Jadi kalau orang ingin sukses, salah satu kuncinya adalah: today is better than yesterday. Hari ini lebih lebih baik dengan yang terdahulu, kemudian tomorrow will be better than today, hari esok lebih baik dari pada hari ini. Sehingga ke depan kita akan menjadi pribadi yang unggul dan berkualitas.
Ilmu dapat kita peroleh tidak harus melalui bangku sekolah formal. Dikehidupan alam dan udara bebas inipun sesunggunya kita dapat mengasah pikiran mencari ilmu. Dalam terminologi agama Islam mencari ilmu hukumnya wajib secara personal (fardhu ‘ain), baik laki-laki maupun perempuan. Tidak boleh mencari ilmu diwakilkan (fardhu kifayah) – layaknya menjalankan sholat jenazah. Mencari ilmu tidak mengenal usia dan kedudukan. Semua ini diperintahkan karena Maha Luas-nya Ilmu Allah untuk dikaji. Maka kalau ada orang yang merasa pintar, dengan menganggap orang lain lebih rendah, termasuk dalam komunitas orang-orang yang sombong (takabur). Perilaku ini sangat dibenci oleh Allah Swt.
Ujian yang diberikan oleh Allah seperti yang termaktub dalam Al-Quran bentuknya bisa bermacam-macam. Diantaranya rasa takut, kawatir, lapar, merasa kehilangan baik harta benda, anak atau nyawa. Semua itu diberikan untuk mengukur sejauh mana kualitas iman kita kepada Allah. Sebab tanpa adanya ujian, bagaimana mungkin kita bisa ‘naik’ peringkat (derajat). Layaknya seorang murid yang mengerjakan ujian, mereka harus belajar siang malam, menahan rasa kantuk, lapar dan rasa yang tidak mengenakkan lainnya, tetapi ketika ujian selesai dan dinyatakan lulus, mereka berhak mendapatkan sertifikat. Mereka menerimanya dengan rasa puas.
Sementara kita yang tidak mengerjakan ujian, harus rela tidak menerima apa-apa, karena memang sebelumnya tidak mengerjakan tantangan apapun. Nah, impas.
Dan dalam Islam, ujian diberikan kepada orang-orang yang beriman saja. Konon ujian ini dijadikan sebagai media untuk lebih mendekatkan diri hamba kepada Allah yang Maha Kuasa. Semakin dekat kita kepada-Nya, maka Allah semakin sayang. Dan kalau Allah sudah sayang kepada kita, Insya Allah doa kita yang baik akan dikabulkannya. Layaknya orang tua yang sayang kepada anaknya, maka permintaan anaknya akan diberikan, meskipun harus menjual barang-barang berharga miliknya, yang penting keinginan anaknya dapat dipenuhi.
Firman Allah dalam QS Al-Mulk ayat 2 : Dialah Allah yang menjadikan yang menjadikan mati dan hidup supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang paling baik amalnya. Dia Maha Pengampun lagi Maha Perkasa.
Salah satu kunci untuk menjadi orang yang beramal dengan benar dan berkualitas adalah penguasaan ilmu yang memadai. Tanpa ilmu, bagaimana mungkin kita akan mendekatkan diri kepada-Nya lewat ibadah. Maka mari bersama kita gigih untuk mencari ilmunya Allah yang Maha Luas ini. Tanpa kenal lelah. Karena tidak sama, orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu. Sekian
*Penulis, Mengajar di SMP Muhammadiyah Turi Sleman. DIY