Menyikapi Koasilis Besa Poros PDIP – GERINDRA
JAKARTA, MENARA62.COM — Jumat (09/08/2019), Pengamat Politik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, Andriadi Achmad memprediksi bahwa kehadiran Prabowo Subianto dalam Kongres V PDIP di Bali merupakan sinyal kuat akan tercapainya rekonsiliasi dan koalisi PDIP – Gerindra baik dalam Kabinet Kerja Jilid 2, maulun di legislatif serta mempersiapkan poros PDIP – Gerindra menyambut pilpres 2024.
“Sudah terbaca bahwa kehadiran Prabowo dalam Kongres V PDIP menindaklanjuti pertemuan sebelumnya yaitu dalam rangka membuktikan keseriusan dan kesiapan Gerindra bergabung dengan koalisi pemerintah dalam Kabinet Kerja Jilid 2 dan legislatif. Selain itu, tentu tak bisa dinapikkan bahwa agenda cukup penting adalah mempersiapkan poros PDIP – Gerindra menyongsong pilpres 2024,” ungkap Andriadi Achmad usai menjadi narasumber dalam pelatihan politik bagi ormas perempuan se-Jakarta Barat.
Mendengar terpilihnya kembali Megawati Soekarnoputri secara aklamasi sebagai Ketua Umum PDIP Periode 2019 – 2024, Andriadi Achmad menilai sudah bukan suatu kejutan. Pasalnya sejak jauh-jauh hari seluruh elit DPP PDIP dan DPD serta DPC PDIP Se-Indonesia sudah menyatakan dukungan kepada Megawati untuk melanjutkan kepemimpinan hingga lima tahun kedepan. Sebenarnya sebuah kejutan adalah jika Megawati menolak mandat sebagai Ketua Umum dan melakukan regenerasi Ketua Umum kepada kader potensial lain, minimal ke trah Soekarno Puan Maharani atau Prananda Prabowo.
“Suprise itu bila Megawati menolak mandat sebagai Ketua Umum Periode 2019 – 2024 dan menunjuk Puan Maharani atau Prananda Prabowo menggantikannya. Megawati sebagai the king maker di posisi Ketua Dewan Pembina atau Ketua Dewan Pertimbangan DPP PDIP,” tegas Alumnus Pasca Sarjana Ilmu Politik FISIP UI kepada awak media.
Direktur Eksekutif Nusantara Institute PolCom SRC (Political Communicatian Studies and Reserach Centre) ini mengingatkan jika dinamika politik dalam beberapa waktu menjelang pelantikan legislatif dan eksekutif ditingkat nasional Oktober 2019 menunjukkan terjadinya koalisi besar antara KIK pendukung Jokowi – Ma’ruf (PDIP, Golkar, PKB, Nasdem, PPP) dan Gerindra, Demokrat serta PAN, bahkan PKS pun bila pada akhirnya terbujuk sekutu permanennya Gerindra ikut bergabung ke koalisi pemerintah dan parlemen. Maka, disaat itulah pertanda akan terjadinya lonceng kematian demokrasi di Indonesia, tidak adanya check and balances, dimana peran oposisi atau penyeimbang itu sangat penting. Padahal proses transisi demokrasi di Indonesia pasca reformasi 1999 sedang berproses dan berjalan menuju konsolidasi demokrasi.
“Koalisi pemerintah ini ibarat gula yang dikerubuti semut-semut (partai politik) yang ingin juga mencicipi manisnya gula. Jika semua partai politik tersebut merapat ke koalisi bai di pemerintahan maupun di parlemen. Maka, bersiaplah menggali kuburan demokrasi Indonesia. Artinya, lonceng kematian demokrasi sudah dekat dan persiapkan liang lahatnya,” tutup Andriadi Achmad, mantan Aktifis Gerakan Mahasiswa Indonesia Pasca Reformasi ini mengakhiri wawancara.