33.3 C
Jakarta

LSB PWM DKI Jakarta Gelar Sandiwara Kebangsaan “Sang Surya Di Atas Lautan”, Angkat Kisah Bapak Archipelago Ir H Djuanda

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Dalam rangka Milad ke-112 Muhammadiyah, Lembaga Seni Budaya PWM DKI Jakarta mempersembahkan Sandiwara Kebangsaan “Sang Surya Di Atas Lautan” pada Rabu (26/11/2024). Event yang digelar di Teater Besar Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta tersebut mengupas tentang perjuangan seorang tokoh Muhammadiyah sekaligus Bapak Archipelago Indonesia, bernama Ir H. Djuanda dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sandiwara Kebangsaan ini digagas oleh PWM DKI Jakarta dengan maksud menginspirasi generasi muda untuk terus berjuang membangun bangsa dengan semangat yang sama seperti yang ditunjukkan oleh Ir. H. Djuanda.

Ratusan pelajar dari tingkat SD, SMP hingga SMA dan mahasiswa ikut menyaksikan pementasan Sandiwara Kebangsaan Sang Surya Di Atas Lautan. Mereka merupakan siswa sekolah Muhammadiyah dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi Muhammadiyah di wilayah DKI Jakarta.

Selain pelajar, pentas sandiwara kebangsaan juga dihadiri IMM, Pemuda Muhammadiyah, NA dan Ibu-ibu Aisyiyah DKJ. Hadir pula Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta, Dr. Akhmat Abubakar MM, Wakil Ketua PWM DKI Jakarta yang juga Rektor UTM, Prof. Agus Suradika, Imam Bumiayu, Ketua LSB PWM DKI Jakarta Prof Imamudin yang sekaligus bertindak sebagai sutradara.

Para pemain sandiwara kebangsaan Sang Surya Di Atas Lautan berfoto bersama keluarga Ir H. Djuanda (ist)

Dari pihak keluarga Ir. H. Djuanda, hadir Noorwati Djuanda (putri bungsu Ir. H. Djuanda) serta cucu-cucu Djuanda seperti Iwanshah Wibisono, Andre Djuanda, Shahandra Hanitiyo, Yuanita, Farina, Alwin Adityo, Sancia, Shahna dan Hani.

Pentas sandiwara kebangsaan Sang Surya Di Atas Lautan melibatkan lebih dari 250 pemain. Di mana tokoh presiden Soekarno diperankan Dr. Edy Sukardi (LSB PPM sekaligus Rektor UMBARA) dan tokoh utama Ir. H. Djuanda diperankan oleh Prof. Bunyamin (PWM DKI). Dan bertindak sebagai narator adalah Dr. Nurlina Rahman, wakil ketua LSB PWM DKI Jakarta.

Gagasan pementasan sandiwara kebangsaan Sang Surya Di Atas Lautan itu sendiri dimulai dengan kunjungan silaturahmi ke kediaman keluarga Ir H. Djuanda di Kawasan Pondok Indah Jakarta Selatan yang digelar pada tanggal 14 Juni 2024. Dari pertemuan tersebut diperoleh izin dari keluarga Ir. H. Djuanda untuk mengangkat kisah Ir H Djuanda dalam bentuk drama atau sandiwara.

Selain melalui anak keturunan Ir H Djuanda, penggalian sosok Ir H Djuanda juga dilakukan melalui literasi berupa buku-buku sejarah, video, film dan lainnya. Penggalian informasi dilakukan berbulan-bulan pada akhirnya menghasilkan karya sandiwara kebangsaan yang spektakuler.

“Hari ini, sandiwara kebangsaan Sang Surya Di Atas Lautan bisa tampil di Teater Besar Taman Ismail Marzuki dan kita bisa menyaksikan bersama bagaimana gambaran perjuangan beliau,” kata Ketua LSB PWM DKI Jakarta Prof. Imamudin.

Prof Agus Suradika menyampaikan apresiasi atas pementasan sandiwara kebangsaan yang digelar LSB PWM DKI Jakarta. Ia mengatakan pentas sandiwara kebangsaan ini bukan kali pertama digelar LSB PWM DKI Jakarta.

Ini adalah tradisi keilmuan yang dikolaborasikan dengan seni, agama dan budaya yang rutin dilakukan PWM DKI Jakarta melalui LSB. “Dengan ilmu hidup menjadi mudah, dengan seni hidup menjadi indah dan dengan agama hidup menjadi terarah,” katanya.

BACA JUGA: LSB PWM DKI Jakarta akan Pentaskan Drama “Sang Surya Di Atas Lautan (Ir. Djuanda)” di TIM, Catat Tanggalnya!

Pada kesempatan yang sama, Ismeth Wibowo, salah satu cucu Ir H. Djuanda menyampaikan pengangkatan kisah perjuangan Djuanda dalam pementasan ini adalah langkah yang sangat mulia, karena mampu menginspirasi generasi muda untuk menghargai nilai-nilai kebangsaan dan perjuangan yang tiada henti.

Kisah Perjuangan Ir. H. Djuanda

Sandiwara kebangsaan “Sang Surya Di Atas Lautan (Ir. H. Djuanda)” mengisahkan perjalanan hidup Ir. H. Djuanda, seorang kader Muhammadiyah yang berjuang tanpa pamrih dengan penuh idealisme murni.

Djuanda muda memulai perjuangannya di dunia pendidikan Muhammadiyah pada tahun 1934, meskipun dia ditawari posisi menggiurkan sebagai asisten profesor di Technische Hoge School dengan gaji fantastis 275 guilden, yang bahkan siap ditingkatkan menjadi 300 guilden. Namun, Djuanda memilih mengabdikan dirinya di Muhammadiyah sebagai bentuk perjuangan mencerdaskan bangsa.

Salah satu potongan sandiwara kebangsaan (ist)

Ketika Jepang menguasai Indonesia pada tahun 1942, Djuanda tetap berjuang membimbing para pemuda Muhammadiyah. Keyakinannya bahwa kekuatan para pemuda dapat digunakan untuk perjuangan kemerdekaan terbukti benar.

Pada tahun 1945, saat Jepang hancur oleh bom atom Amerika, Djuanda memimpin para pemuda Muhammadiyah merebut kendali perkeretaapian di Jakarta. Tindakan ini mendapatkan apresiasi tinggi dari Ir. Soekarno, yang kemudian mengangkatnya sebagai Kepala Jawatan Perkeretaapian Indonesia yang pertama dan Menteri Perhubungan pada tahun 1953.

Perjuangan Djuanda tidak berhenti di situ. Dia terus mengabdi dalam berbagai kabinet pemerintahan, bahkan ketika kabinet silih berganti pada tahun 1951 dan 1952. Pada tahun 1953, Djuanda dipercayakan memimpin dua instansi sekaligus: Kementerian Perhubungan dan Direktur Biro Perancang Negara, cikal bakal Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.

BACA JUGA: Koleksi Ir Djuanda Disimpan di Museum Maritim Indonesia

Salah satu karya monumental Djuanda adalah menyelamatkan wilayah perairan laut Indonesia melalui Deklarasi Djuanda. Dia berhasil mengubah batas wilayah laut Indonesia dari 12 mil menjadi 200 mil yang akhirnya diterima oleh PBB pada tahun 1982. Dengan deklarasi ini, Indonesia menjadi negara dengan wilayah perairan laut yang sangat luas.

Deklarasi Djuanda ditetapkan oleh Perdana Menteri Ir. H. Djuanda pada 13 Desember 1957.

Sebelum Deklarasi Djuanda, batas laut Indonesia ditetapkan oleh Ordonansi Hindia Belanda 1939, yaitu Territoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie (TZMKO).

Deklarasi Djuanda menetapkan bahwa Indonesia adalah negara kepulauan. Deklarasi ini juga menyatakan bhw semua perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau yang masuk daratan NKRI adalah bagian yang tak terpisahkan dari wilayah yurisdiksi RI.

Ir. H. Djuanda semasa hidupnya pernah menjabat juga sebagai Pejabat Presiden, Perdana Menteri, Menteri Pertahanan, Menteri Keuangan, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Perhubungan, Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia yg pertama dan juga Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia ( IMI) yg pertama.

Ir. H. Djuanda wafat pada 7 November 1963 sebagai Menteri Pertama/ Jenderal TNI Tituler yang meninggalkan warisan perjuangan yang dikenang sepanjang masa. Karyanya mengukuhkan Indonesia sebagai negara maritim yang besar, dan sinar matahari yang berkilau di atas laut Indonesia menjadi simbol keabadian perjuangannya.

Pentas sandiwara kebangsaan yang diantar oleh narator handal Dr Nurlina Rahman yang juga menjabat sebagai Wakil LSB PWM DKI Jakarta tersebut dibagi dalam dua sesi pementasan yakni sesi pertama pukul 13:00 sampai 15:00 WIB dan sesi 2 pada pukul 19:30 sampai 21:15 WIB.

Pementasan pada siang hari banyak melibatkan penonton dari kalangan siswa SD, SMP dan SMA/SMK Muhammadiyah yang ada di wilayah DKI Jakarta. Mereka didampingi guru dan sejumlah orang tua siswa.

Seluruh crew sandiwara kebangsaan Sang Surya Di Atas Lautan berfoto bersama usai pementasan (ist)

Pementasan berlangsung meriah di mana hampir semua penonton hanyut dan ikut menikmati jalannya sandiwara. Sang narator berhasil mengantarkan setiap potongan kisah dengan sangat baik sehingga pementasan menjadi lebih hidup.

Nayla, seorang siswa SMP Muhammadiyah di wilayah Jakarta Pusat mengakui saandiwara kebangsaan Sang Surya Di Atas Lautan sangat bagus. “Menonton pentas sandiwara ini seperti saya sedang belajar sejarah tetapi dengan cara yang sangat menyenangkan,” katanya.

Ia berharap LSB PWM DKI Jakarta banyak membuat pentas sandiwara yang mengupas perjalanan hidup tokoh dan pahlawan nasional.

Senada juga disampaikan Subhan, seorang guru SMP Muhammadiyah. Ia mengapresiasi pentas sandiwara kebangsaan yang digelar LSB DKI Jakarta. “Satu kata, top banget. Nilai 9 untuk pentas sandiwara ini,” pujinya.

Usai pertunjukan, Nurlina, sang narator, mengaku senang dapat menjadi bagian dari pentas sandirawa kebangsaan “Sang Surya Di Atas Lautan”. Baginya mengantarkan potongan demi potongan kisah perjuangan Ir H Djuanda yang sangat heroic memberikan rasa yang berbeda dalam pemahamannya terkait tokoh Ir H Djuanda. “Tidak hanya teman-teman pemain yang hebat, juga pemilihan music dan tata panggung yang membuat pentas ini menjadi lebih sempurna,” tandas Nurlina.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!