Sinar matahari yang begitu terang boleh saja tetap gelap bagi Kenichi. Namun, cahaya masa depan sepertinya tak pernah padam untuknya. Dia tetap ceria menjalani masa belajarnya di MTsN 19 Jakarta.
Situs resmi kemenag.go.id menyebutkan, Kenichi Satria Kaffah, pelajar tuna netra ini sekarang duduk di kelas 8. Dia menjadi salah satu anak berkebutuhan khusus (ABK) pada madrasah inklusi yang berlokasi di daerah Cilandak, Jakarta Selatan.
Juara kelas yang juga penghafal Quran ini merasa beruntung dapat belajar di MTs Negeri 19 Jakarta. “Saya ingin menjadi interpreter bahasa Arab. Jadi Alhamdulillah ada MTs Negeri 19 Jakarta yang menjadi madrasah inklusi,” tuturnya.
Ken, begitu biasa ia disapa, terlahir dalam keluarga yang semuanya adalah penyandang tuna netra, termasuk ayah, bunda, serta adiknya. Sebagai tuna netra, pola belajar Ken mengandalkan braile dan rekaman suara.
Saat guru menerangkan di kelas, Ken merekam lewat handphone untuk diulang kembali di rumah. Termasuk tugas PR dari guru, diberikan lewat rekaman.
“Kalau untuk semua materi, bisa cari di google, kemudian saya dengarkan,” cerita Ken.
Madrasah inklusi memberikan ruang dan kesempatan bagi anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak sama dalam pendidikan. “Kami memberikan perlakuan yang sama terhadap anak-anak kami yang berkebutuhan khusus, tentunya dengan usaha memberikan sarana sesuai kebutuhan mereka,” tutur Retno Dewi, Kepala MTsN 19 Jakarta.
Selain memberikan sarana, menurut Retno, MTsN 19 Jakarta juga memberikan pelatihan bagi guru-guru yang ingin menguasai braille. Ini untuk memaksimalkan pelayanan bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang ada di MTsN 19 Jakarta.
Tahun ini, selain Ken ada 4 siswa berkebutuhan khusus lainnya yang ada di MTsN 19 Jakarta. Menariknya, siswa berkebutuhan khusus ini ternyata memiliki kemampuan yang patut dibanggakan.
Sebut saja, Ainun Nushrotillah Alfalah atau Atila, anak manis penyandang tuna netra nan ceria ini, sama seperti Kenichi juga ternyata adalah hafizhah. 2 Juz Al-Quran telah berhasil dihafal, dengan bantuan Al-Quran braille yang juga tersedia di madrasah ini.
Senandung merdu bahasa Arab pun sering terlantun dari juara 1 menyanyi bahasa Arab yang juga pandai memainkan keyboard ini.
Pembinaan akhlak yang diberikan guru-guru terhadap siswa-siswa di madrasah ini juga tampak berdampak pada pergaulan siswa madrasah ini. Rasa toleransi dan empati yang dibangun, membuat siswa-siswa berkebutuhan khusus nyaman bergaul.
“Enak sekolah di sini, teman-temannya mau main bareng, gak usil,” cerita Muhammad Luthfi Salman, siswa kelas 7 yang memiliki tinggi badan kurang lebih 40 cm. Dengan ukuran tubuh yang mini, Luthfi diberikan fasilitas kursi khusus yang memiliki anak tangga di sisi sampingnya.
“Kami membuatkan kursi khusus untuk Luthfi, sehingga dia lebih nyaman belajarnya,” jelas Zubaidah, Wakil Kepala Humas MTs N 19 Jakarta.
Menutup perbincangan, Zubaidah menuturkan harapannya agar MTsN 19 Jakarta menjadi tempat bagi anak-anak ini untuk menggapai masa depan yang lebih cerah.