Oleh: Neni Nurachman
“Lho, kok bisa? Memangnya Indonesia ini milik Jakarta? Yang pilkada Jakarta, yang libur seluruh negeri ini.” Ucap seseorang terdengar diantara percakapan dengan rekannya. Memang di daerahnya tidak melakukan pemilihan kepala daerah. Sehingga lupa bahwa pilkada kali ini adalah serentak. Walau beberapa daerah tidak melaksanakannya. Otomatis pemberlakuan libur secara nasional.
Libur nasional ditetapkan pada tanggal 15 Februari 2017. Keputusan Presiden RI disebarkan melalui berbagai media. Media sosial juga media elektronik mengabarkan ke seluruh rakyat Indonesia. Baik daerah yang menyelenggarakan pilkada maupun yang tidak melakukannya. Respon cepat tanpa debat. Semua taat saat berita libur nasional diumumkan.
Diakui atau tidak, memang pilkada yang diketahui sejagat Indonesia ya pemilihan gubernur DKI Jakarta. Selain sebagai ibu kota negara, kota ini cukup menyedot banyak perhatian publik. Masyarakat dalam negeri dan luar negeri. Orang yang memiliki hak pilih dan yang tidak memilkinya. Penduduk domisili DKI Jakarta dan penduduk tak ber KTP DKI Jakarta. Semua mata memandang pada kotak layar televisi, surat kabar dan mungkin juga melalui smart phone. Penasaran dengan perkembangan pilkada ibu kota dari proses awal hingga pasca pemilihan pimpinan daerah.
Selain itu, ada banyak peristiwa yang berkaitan dengan pilkada DKI Jakarta. Bahkan mungkin juga ada peristiwa yang sesungguhnya tidak berkaitan, tetapi dikait-kaitkan dan seolah nyambung juga. Ini bisa jadi penyebab rakyat Indonesia berminat tinggi untuk menyaksikan pilkada ibu kota serasa pemilu nasional. Rasa ingin tahu masyarakat tak terbantahkan dan tak dapat dibendung.
Lebih penasaran, siapa pemenang pilkada DKI Jakarta dari pada pemenang walikota atau bupati didaerah sendiri. Ucapan itu sempat terlontar dari salah seorang teman yang melaksanakan pilkada kotanya. Bahkan ada yang mengungkapkan, jika bisa ikut serta memilih guebrnur DKI Jakarta, maka akan terbang ke ibu kota. Nah, animo ini sangat menarik. Penduduk Indonesia di luar DKI Jakarta saja perhatiannya tersedot ke kota metropolitan nomor 1 di Indonesia ini. Apalagi masyarakat yang ada di Jakarta dan memiliki hak pilih.
Faktor lain, media elektronik melalui stasiun TV swasta nasional menayangkan terus serangkaian prosesi pilkada ibu kota. Bahkan acara debat antar paslon dilakukan tiga putaran. Otomatis seluruh penghuni negeri mengetahuinya. Semakin penasaran dan tentu menanti hasil eksekusi para pemilik hak pilih ibu kota.
Televisi dinyalakan di chanel yang memuat hasil quick count pilkada. Rasa penasaran tetap menggelora. Nun jauh di luar pulau Jawa. Bahkan mungkin di perbatasan negara. Ingin juga mengetahui bagaiman prosesi pilkada di pusat negara. Tak satupun berita demonstrasi di hari pilkada. Isu dan berita heboh tak mengalahkannya. Tak dihiraukan pemirsa. Tentu terlepas dari serangkaian demo dan perang statement di dunia maya.
Pilkada DKI Jakarta memiliki magnet unik untuk rakyat Indonesia. Kita menanti saja siapa pasangan terpilih. Siapapun pemenangnya, terima dengan lapang dada. Tugas kita, siapapun dan apapun profesi kiat, adalah ada untuk memajukan negeri ini. Mengusahakan agar generasi bangsa mendapatkan haknya kelak. Memimpin negeri ini, jika kita sekarang dapat menyelamatkan kedaulatannya selama hayat dikandung badan. (Neni Nurachman. Penulis adalah salah seorang guru di SMA Pesantren Cintawana Kabupaten Tasikmalaya Jabar)