MAGELANG, MENARA62.COM — Sebanyak 40 mahasiswa D3 Program Studi Farmasi semester 6 Universitas Muhammadiyah (UM) Magelang mendapat pelatihan untuk meningkatkan kompetensi. Mereka dibekali pengetahuan melalui Workshop Handling Sisostatika dan Seminar tentang Peran Tenaga Farmasi dalam Pencegahan Medication Error pada Pelayanan Farmasi Komunitas.
Workshop dan seminar berlangsung selama dua hari Rabu – Kamis (17-18/5/2017), di Aula Fakultas Ilmu Kesehatan (Fikes) Kampus 2 UM Magelang. Selain mahasiswa, workshop juga diikuti Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI) Kota dan Kabupaten Magelang serta dosen Pembimbing PKL Apotek dan Rumah Sakit.
Dijelaskan Puspita Septi Dianita, ketua panitia kegiatan, workshop dan seminar ini menghadirkan empat pembicara yaitu Satya Prima (apoteker RSUD Temanggung), Dr. Fita Rahmawati (dosen Fakultas Farmasi UGM), Bondan Ardiningtyas (praktisi apoteker UGM), dan Fitriana Yuliastuti (dosen Farmasi UM Magelang). “Acara ini untuk meningkatkan pengetahuan lulusan serta mengetahui prosedur kerja farmasis,” kata Puspita di Magelang, Kamis (18/5/2017).
Dalam paparannya, Satya Prima memberikan penjelasan tentang teknik aseptis pada pencampuran sediaan injeksi. Ia juga menyampaikan tentang cara melakukan hand rub atau mencuci tangan dengan menggunakan cairan sabun antiseptik. Satya juga mengedukasi cara memegang syringe atau alat suntik yang benar dan higienis dengan memperhatikan bagian yang tidak boleh tersentuh tangan.
Sedang Dr. Fita Rahmawati mennyampaikan materi tentang cara menangani obat beserta oplosannya. “Beberapa obat dapat membahayakan bila tercium atau terhirup oleh farmasis. Selain itu juga sampel darah harus diperlakukan secara hati-hati agar tidak tercemar dan mencemari kita. Untuk itu keselamatan kerja perlu diperhatikan, termasuk menggunakan alat pelindung,” harap Fita.
Bondan Ardiningtyas menjadi nara sumber di hari kedua, menyampaikan materi tentang Konsep Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Bondan menjelaskan bahwa medication error adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang masih berada dalam pengawasan dan tanggung jawab profesi apoteker. Hal ini dapat terjadi pada pelayanan resep, informasi obat, pelayanan konseling, maupun kesalahan administrasi.
Medication error beresiko pada keparahan penyakit, memperlama masa penyembuhan, terjadi efek samping dan bahkan dapat mengakibatkan kematian. “Untuk itu, sebagai tenaga kefarmasian hal terpenting yang harus dilakukan adalah melakukan review resep dengan cermat serta berkomunikasi dengan dokter apabila ada keraguan,” terang Ning — panggilan akrab Bondan Ardiningtyas.
Sementara Fitriana Yuliastuti dalam makalahnya bertema Mengukur Penggunaan Obat di Rumah Sakit menjelaskan ciri pemakaian obat yang tidak rasional. Di antaranya, hanya didasarkan pada insting serta pengalaman individu tanpa mengacu pada sumber informasi yang dapat dipercaya kebenarannya.
Para peserta workshop juga diberi pelatihan antara lain cara menghitung presentase peresepan obat dengan nama generik, antibiotik serta sediaan injeksi. Pengetahuan ini diharapkan bisa menjadi bekal bagi lulusan untuk masuk dunia kerja.