MAGELANG, MENARA62.COM — Selama ini salak memiliki nilai ekonomis yang rendah ketika panen raya. Akibatnya, petani salak tidak mendapatkan keuntungan yang sepadan dengan kerjanya. Selain itu, saat mengonsumsi salak hanya diambil buahnya saja, sedang kulit dan isinya dibuang.
Kondisi ini membuat empat mahasiswa UM Magelang, Shohifatul Rahmatika Sari, Riska Dwi Utami, Nadia Thufaila Naghma, dan Puji Astuti menciptakan inovasi. Mereka membantu warga Desa Pandanretno, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang memanfaatkan buah salak menjadi kue brownis. Sedangkan kulit salaknya diolah menjadi teh.
Di bawah bimbingan Galih Istiningsih, MPd, empat mahasiswa tersebut berhasil memenangkan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dari Kementerian Riset Teknologi Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) tahun 2017. Mereka mengangkat proposal berjudul Pelatihan dan Pendampingan Pembuatan “Tenis” melalui Pemanfaatan “Bulit Salak” Pelumas di Pandanretno Srumbung dan mendapat dana Rp 7 juta.
Shohifatul Rahmatika Sari, ketua tim mengatakan kegiatan pelatihan dan pendampingan pembuatan “Tenis” untuk merintis komunitas “Bulit Salak” di Desa Pandanretno yang diketuai oleh Purwati. “Pelatihan dan pendampingan ini dilakukan mulai bulan April dan terdapat empat tahapan yaitu, pretest dan kajian pengemasan produk makanan, kajian labeling dan P-IRT( Perijinan Industri Rumah Tangga), kajian susunan organisasi, serta post test,” ujar Shohifatul Rahmatika di Magelang, Rabu (14/6/2017).
Dijelaskan Rahmatika, pada tahap pre test, para mahasiswa melakukan sosialisasi tentang manfaat menjaga pola hidup dan bahaya diabetes. Warga juga mendapatkan keterampilan cara membuat brownis dari buah salak melalui demonstrasi secara langsung yang diberikan tim PKM-M.
Di waktu berikutnya, warga mendapatkan keterampilan cara membuat teh original dari kulit salak serta kombinasi teh kulit salak dengan teh hijau. Warga juga mempraktikan langsung secara berkelompok tentang bagaimana cara membuat brownis dari buah salak.
Tika – panggilan akrab Rahmatika, menambahkan, pada tahap pembuatan untuk mempermudah dan mempercepat hasil, tim memberikan peralatan berupa oven, kompor gas, penggiling teh, timbangan, hand siler, loyang, kantong kopi, dan parutan salak. Selain itu, warga juga mendapat kajian tentang pengemasan produk makanan, labeling dan P-IRT yang disampaikan oleh dosen FEB UM Magelang.
Kajian tersebut bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada warga tentang pengemasan makanan yang dapat menarik minat pembeli dan juga cara mengajukan PIRT. Adapun teknik pemasaran Tenis melalui pemanfaatan “Bulit Salak” yaitu, para peserta diajarkan agar produk mereka tidak hanya di pasarkan lewat pengepul tetapi juga dapat dipasarkan dengan berbasis IT yaitu menggunakan facebook, whats app, instagram dan juga blog. “Pada era teknologi saat ini kami yakin pemasaran produk ini tidak kalah dengan pemasaran melalui pengepul,” ucap Tika.
Masyarakat Pandanretno sangat antusias dengan kegiatan tersebut.“Kami sangat berterimakasih dan mengharapkan adanya pelatihan-pelatihan seperti ini untuk meningkatkan kualitas desa Pandanretno,” kata Wani Indriani, istri Kepala Desa Pandanretno.
Pelatihan dan pendampingan yang dilakukan para mahasiswa kini telah menampakkan hasilnya. Warga yang semula hanya menjual salak secara utuh sebagai buah, sekarang mereka menjualnya dalam produk olahan berupa teh dan brownis yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi.