JAKARTA, MENARA62.COM — Kamis (25/07/2019), Direktur Eksekutif Nusantara Institute for Political Communication Studies and Research Centre (PolCom SRC), Andriadi Achmad menyakini bahwa jamuan politik makan siang gratis ala Megawati (PDIP) untuk menyambut saudara seperguruan Prabowo (Gerindra) merupakan sambutan surprise “sesuatu banget” dengan membentang karpet merah sebagai lambang kebesaran “Banteng” PDIP.
“Sebenarnya kalo dalam pandangan saya, berpisahnya PDIP-Gerindra dalam pilpres 2014 dan 2019 karena dipaksa sejarah. Kita tahu secara Ideologi keduanya berpaham nasionalisme ajaran Soekarno. Jadi kalo bersatu bukanlah suatu keanehan. Malah terpisah menjadi aneh,” ujar Dosen FISIP UPN Veteran Jakarta ini saat diwawancara.
Dalam pandangan Andriadi Achmad bahwa kondisi terpecah belahnya kebangsaan kita dari kalangan elit sampai masyarakat grass groot (akar rumput) dalam perhelatan pilpres 2019, perlu direkat kembali. Kehadiran Megawati (PDIP) dan Prabowo (Gerindra) bergandengan tangan dalam gelanggang sejarah perpolitikan Indonesia saat ini merupakan keharusan sejarah, dikarenakan keduanya menyalakan kobaran api peperangan dan tentunya PDIP-Gerindra lah yang musti memadamkan kobaran api perpecahan di tengah-tengah masyarakat Indonesia tersebut.
“Genderang perang yang ditabuh oleh PDIP (Megawati) dan Gerindra (Prabowo) dalam pilpres 2019 lalu, musti harus dipadamkan oleh keduanya. Agar kondisi persatuan dan kesatuan bangsa sudah menjurus terpecah belah mampu kembali dirajut,” tegas Aktivis Gerakan Mahasiwa Pascareformasi ini.
Tak hanya itu, Alumnus Pasca Sarjana Ilmu Politik UI ini menilai bahwa kehadiran Prabowo (Gerindra) ke tengah-tengah koalisi parpol pendukung Jokowi-Ma’ruf serta masuk dalam lingkaran koalisi dan potensi mendapatkan jatah menteri dalam Kabinet Indonesia Kerja (KIK) jilid 2 akan menimbulkan keretakan internal KIK. Pasalnya tidak semua parpol KIK paham dan nyaman dengan kedatangan tamu yang masuk ke halaman rumah besar koalisi, lalu menginap tanpa basa basi “politik”. Sebut saja Golkar dan Nasdem serta PKB, PPP tentu akan terusik dan tidak menutup kemungkinan akan kabur di rumah koalisi tersebut.
“Jangan dikira rekonsiliasi antara Prabowo dan Jokowi, dengan konpensasi masuknya Prabowo (Gerindra) ke tengah rumah koalisi akan aman dan nyaman saja. Bisa terjadi salah satu atau dua parpol koalisi akan kabur dari rumah besar KIK. Tentu makan siang gratis yang disuguhkan kakak tertua Megawati (PDIP) dianggap tidak adil dan berlebihan,” sindir penulis buku Perjalanan Politik Indonesia Pascareformasi ini.
Manuver politisi senior Surya Paloh (Nasdem) mengundang silaturrahmi Anies Rasyied Baswedan (ABS), menimbulkan pertanyaan mendasar dan mendalam? Pasalnya di tengah waktu kebersamaan Megawati (PDIP) dan Prabowo (Gerindra) membuka kembali memori nostalgia bahwa keduanya pernah dalam satu rumah koalisi di pilpres 2009 dan Pilkada 2012.
“Kita pahamlah, saat ini parpol sudah memikirkan regenerasi kepemimpinan tahun 2024. Pemenang pemilu 2024 adalah parpol yang memiliki kader yang siap menyambut estafet kepemimpinan tersebut. Anies Baswedan adalah salah tokoh potensial tanpa kartu tanda anggota parpol sangat potensial. Jangan salah undangan Paloh tersebut bukan silaturrahmi politik biasa. Kita tahu Surya Paloh adalah tokoh politik senior yang sudah sejak lama hingar bingar dalam jagat perpolitikan Indonesia. Kepiawaian SP terbukti melejitkan suara Nasdem dari 6 persen di pileg 2014 menjadi 9 persen di pileg 2019. Ada kenaikan 50 persen suara di peroleh Nasdem. Kalau kita berbica real, Nasdem adalah satu-satunya parpol yang mengalami kenaikan suara sangat signifikan bila dibandingkan parpol lain dalam pileg 2019. Bila SP mampu merayu Anies Baswedan dan sejak dini mendeklarasikan dukungan pilpres 2024. Bukan sesuatu hal mustahil Nasdem bisa menggeserkan PDIP di puncak klasemen pileg 2024,” demikian tutup Andriadi Achmad mengakhiri wawancara