YOGYAKARTA, MENARA62.COM — Rektor Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Dr Kasiyarno, MHum menandaskan masih banyak perusahaan abaikan keselamatan kerja. Sebab perusahaan masih memandang pelatihan terhadap pekerja dalam menggunakan peralatan kerja masih dipandang extra cost yang bisa mengurangi keuntungan.
Kasiyarno mengungkapkan hal tersebut ketika membuka 3th Universitas Ahmad Dahlan International Conference on Public Health dengan tema ‘Improving Occupational Health and Safety Culture to Increase Quality of Life Toward Safe, Health and Productive Community’ di Yogyakarta, Rabu (4/10/2017). Konferensi ini diikuti sekitar 200 orang berasal dari berbagai institusi dan negara.
Seminar menampilkan pembicara Assoc Prof Watassit Siriwong PhD dari Chulalongkorn University Thailand; Azwan bin Aziz dari Universiti Teknikal Melaka Malaysia; Dr Nayake BP Balalla, Senior Medical Officer Jerudong Park Medical Center, Brunei Darusalam; Dr Widodo Haryono MKes, dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat UAD. Sedang keynote speaker Dr Sudi Astono dari Kementerian Ketenagakerjaan RI.Lebih lanjut Kasiyarno menjelaskan seminar ini diselenggarakan dengan latar belakang masih banyaknya kejadian kecelakaan kerja di sejumlah perusahaan. Hal ini disebabkan masih rendahnya budaya serta perilaku pekerjaa dalam menerapkan keselamatan kerja. Kasus kecelakaan kerja ibarat seperti gunung es, banyak kasus tetapi masih sedikit yang dilaporkan.
“Kita sebagai perguruan tinggi mesti memiliki kepedulian terhadap masyarakat dan tidak boleh menjadi menara gading saja. Perannya sangat luas, termasuk dalam hal pembinaan terhadap perusahaan-perusahaan. Ini menyangkut hajat hidup orang banyak, terutama dalam mewujudkan keselamatan kerja yang bisa menimbulkan kesehatan, kenyamanan dan bisa berdampak pada sustainability atau keberlangsungan dari perusahaan tersebut,” kata Kasiyarno seusai membuka seminar.
Umumnya, ujar Kasiyarno, banyak perusahaan memandang untuk mewujudkan budaya kerja yang aman, sehat, nyaman, masih dipandang sebagai extra cost yang bisa mengurangi profit. Sebab kalau menerapkan standar aturan, pasti ada pelatihan bagi karyawan, pendidikan, asistensi dan lain-lain agar tenaga menjadi tahu dan ahli dalam bekerja, termasuk memanfaatkan teknologi serta budaya menjaga keselamatan kerja.
“Hal ini sering menjadi masalah cost atau pengeluaran perusahaan. Sehingga saat ini implementasinya belum optimal, kecuali sejumlah perusahaan yang sudah memiliki komitmen tinggi. Karena itu, kesadaran itu perlu ditumbuhkembangkan dan ini peran perguruan tinggi,” tandasnya.
Perguruan tinggi, jelas Kasiyarno, bisa menumbuhkan kesadaran melalui penyuluhan, penelitian, penemuan di dalam industri dalam menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Selain itu, perguruan tinggi bisa memberikan asistensi terhadap pekerja bagaimana memanfaatkan teknologi untuk mempermudah melaksanakan kewajiban.