JAKARTA, MENARA62.COM – Bulan Desember adalah momentum yang digunakan banyak orang untuk melakukan perjalanan liburan seiring dengan Natal dan Tahun Baru (Nataru). Namun, masyarakat perlu berhati-hati memilih layanan, karena ada biro perjalanan yang selama ini sudah dikenal masyarakat terafiliasi dengan Israel.
Perlu diketahui, Kantor Hak Asasi Manusia PBB (United Nations Human Rights) pada 2020 telah merilis daftar 112 perusahaan yang menikmati bisnis di tengah penderitaan Palestina yang diduduki Israel. Perusahaan-perusahaan tersebut berkisar dari perusahaan multinasional General Mills hingga jaringan toko roti.
Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa mengatakan pihaknya memiliki alasan yang masuk akal untuk merilis laporan tersebut, yakni karena 112 perusahaan ini melakukan sejumlah aktivitas yang mendukung Israel menduduki wilayah Palestina. Salah satunya adalah perusahaan asal Belanda Booking.com yang merupakan induk dari Agoda.com, dan juga AirBnB.
Bahkan, Agoda.com (anak grup Booking.com) secara jelas menyebutkan di situsnya bahwa para pimpinan perusahaannya merupakan jebolan dari Israel. Hal ini sempat menghebohkan media sosial, salah satunya seperti yang diungkapkan Travel Influencer bernama Alfiah Nurul Hikmawaty.
Lewat video yang diunggah, sang Travel Influencer itu menyatakan kekecewaannya atas perusahaan yang berbasis operasional di Bangkok, Singapura, dan Filipina itu.
“Aku sempet pakai Agoda untuk keperluan kegiatanku. Namun belakangan ini aku kecewa karena menemukan fakta di Medsos bahwa para petinggi Agoda itu lulusan dari Universitas di Israel guys dan mereka mendapatkan beasiswa dari Menteri Pertahanan disana.” tulisnya dengan Akun @avy_vie di Instagram.
Berdasarkan penelusuran situs resmi Agoda menyebutkan bahwa para pucuk pimpinan Agoda memang lulusan universitas di Israel. Mereka adalah Omri Morgenshtern (CEO Agoda), Idan Zalzberg (CTO Agoda), Ittai Chorev (CPO – Chief Product Officer Agoda) dan Eliana Carmel (Chief People Officer – CPO Agoda).
Fatwa
Di Indonesia sendiri, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah merilis Fatwa Terbaru Nomor 83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina. Fatwa ini merekomendasikan agar umat Islam menghindari penggunaan produk yang terafiliasi dengan Israel.
Ketua MUI Bidang Fatwa Prof Asrorun Niam Sholeh menegaskan, mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina atas agresi Israel hukumnya wajib. Sebaliknya, mendukung Israel dan mendukung produk yang dukung Israel hukumnya haram.
“Mendukung pihak yang diketahui mendukung agresi Israel, baik langsung maupun tidak langsung, seperti dengan membeli produk dari produsen yang secara nyata mendukung agresi Israel hukumnya haram,” tegas Prof Niam.
Sementara itu Ketua Bidang Dakwah dan Ukhwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Cholil Nafis memberikan penjelasan terkait fatwa MUI tersebut. Menurutnya, fatwa tersebut bertujuan untuk menghentikan penyerangan Israel terhadap Palestina.
“Kita berharap penyerangan Israel kepada Palestina segera dihentikan, dengan cara kita tidak menyumbang amunisi kepada Israel dan kita tidak menolong Israel untuk kedzaliman,” ujar KH. Cholil Nafis, Ketua Bidang Dakwah dan Ukhwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jumat (8/12/2023) lalu.
Ia mengimbau agar masyarakat Indonesia segera menghukum dengan cara memboikotnya. Sebisa mungkin kita menghindari produk-produk Israel.
“Kalau produk seperti obat-obatan yang tidak bisa dihindar, ya apa boleh buat namanya juga darurat.” tegas KH. Cholil Nafis.
Cholil Nafis juga memberikan penjelasan polemik yang sempat meramaikan media sosial. Informasi yang beredar, ternyata berbagai produk yang diduga mendukung agresi Israel merupakan produk yang sering dikonsumsi dan digunakan oleh masyarakat Indonesia.
Menurut KH Cholil Nafis, yang juga menjadi staf pengajar Ekonomi dan Keuangan Syariah di Pascasarjana Universitas Indonesia tersebut, salah satu kekuatan Israel terletak dalam ekonomi. Harapannya dengan tidak menggunakan produk Israel masyarakat Indonesia bisa menekan perekonomian Israel.
“Tidak membantu kedzaliman Israel untuk menyerang Palestina karena di antara kekuatannya adalah ekonomi dan berbagai lisensi yang dijual,” ujarnya.