29.6 C
Jakarta

Media Massa Diminta Gaungkan Bahaya Merokok di Masa Pandemi

Baca Juga:

Jakarta, Menara62.com – Pers dan massa media adalah jembatan informasi dari publikasi ilmiah yang bahaya bahaya merokok di masa pandemi. Hubungan rokok dan COVID-19 terus berkembang sehingga publikasi melalui media perlu selalu.

Hal itu dikemukakan narasumber dalam diskusi publik, bertema Media, Pandemi dan Rokok yang diselenggarakan dalam memperingati Hari Pers Nasional 9 Februari lalu. Kegiatan ini dilaksanakan berkat kerjasama Komnas Pengendalian Tembakau, PWI Pusat dan AJI Jakarta, Selasa (16/2) sore.

Anggota Satuan Tugas Waspada dan Siaga COVID-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Erlina Burhan dalam paparannya menjelaskan, media mesti terus melakukan publikasi ilmiah tentang perilaku merokok dan COVID-19 yang ternyata memiliki hubungan erat.

“Salah satu kelompok yang rentan terinfeksi virus corona adalah perokok. Itu sebabnya kebiasaan merokok perlu segera dihentikan, terutama pada masa pandemi ini,” ujar Erlina dalam diskusi yang digelar secara daring dan diikuti wartawan serta pemerhati rokok, Jakarta.

Selain memberikan informasi terbaru tentang hubungan rokok dengan COVID-19, kata Erlina, media juga perlu menekankan pengetahuan tentang COVID-19 dan dampak buruk rokok yang selama ini telah diketahui masyarakat, tetapi sering dikesampingkan.

Erlina menjelaskan pada awal pandemi COVID-19, penelitian di Wuhan, China, memang menyatakan merokok tidak termasuk faktor risiko kematian pada pasien COVID-19.

“Namun, kemudian ditemukan hubungan signifikan antara riwayat merokok dengan COVID-19 gejala berat. Pasien COVID-19 dengan riwayat merokok dan/atau perokok aktif secara signifikan lebih berisiko mengalami gejala berat,” tuturnya.

Direktur UKW PWI Pusat, Rajab Ritonga dalam paparannnya menjelaskan, selama ini media telah turut mengedukasi masyarakat terkait bahaya merokok, bahkan tidak saja di masa pandemi Covid-19.

“Di industri media cetak sama sekali kami menolak iklan rokok, seperti yang diamanatkan oleh undang-undang pers dan penyiaran yang melarang iklan rokok di media massa,” jelasnya.

Namun, menurutnya pers memang harus terus gencar menggaungkan bahaya merokok di masa pandemi termasuk di lingkungannya, apalagi merokok kini terbukti membuat perokok lebih rentan terpapar covid-19 dan menjadi penderita berat.

“Kampanye berhenti merokok memang harus terus digalakkan oleh pers termasuk oleh wartawan sendiri harus mulai mengkampanyekan pada lingkungannya,” ujar Rajab.

Ketua AJI Jakarta Asnil Bambani menjelaskan, jumlah wartawan yang terpapar Covid-19 hingga saat ini cukup besar, kebanyakan mereka yang terpapar dari hasil pengamatannya memang  memang perokok aktif

“Data yang kami terima di AJI Indonesia itu jumlah jurnalis yang meninggal karena Covid-19 ada 10 orang, dan yang terpapar Covid-19 350 orang lebih, ini belum termasuk media yang diam-diam tidak menginformasikan jurnalisnya terkena Covid,” ujar Asnil Bambani.

Asnil pun menghimbau agar aturan pemerintah terkait kerja-kerja jurnalis di lapangan diperketat, seperti konferensi pers yang sebaiknya lebih banyak secara virtual.

“Dari hulu regulasi regulasi yang mesti diperketat, misalnya sesuai online di kementerian-kementerian itu waktu di awal sudah bagus, jadi mengurangi interaksi wartawan di lapangan, untuk bertemu, merokok bareng atau berbagi alat rokok,” jelas Asnil.

Asnil pun mengharapkan wartawan dan media tempatnya bekerja lebih gencar mendukung bahaya merokok. Termasuk mempertajam perspektif isu kesehatan publik dalam pemberitaannya.

“Ini yang perlu dibongkar bagaimana media kita dengan gamblang memuji kinerja sebuah perusahaan rokok, tanpa mengulas dampak dari perusahaan tersebut. Menceritakan donasi perusahaan rokok tanpa mengulas dampak perusahaan, misal donasi perusahaan rokok si A untuk alat olahraga itu media kencang beritakan tapi dampaknya terhadap kesehatan publik tidak, “ujarnya.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!