28.2 C
Jakarta

Melawan Kemiskinan dengan Bangunan “Trah”

Baca Juga:

Ashari, S.IP *

Masih ingat lebaran kemarin? Atau pertemuan trah (keluarga besar) belum lama? Ruh lebaran belum hilang benar. Hangatnya masih terasa hingga kini. Ketika lebaran tiba komunitas trah mengadakan pertemuan lebih intensif. Tujuannya untuk ‘mengumpulkan’ balung apisah. Bahkan dari tahun ke tahun, meski angka pastinya kurang tahu, tetapi geliatnya mengalami peningkatan yang signifikan. Ditengarai munculnya budaya trah ini ternyata mampu mengurai benang kusut problem keluarga yang membelit selama ini, dari masalah ekonomi, pekerjaan hingga kran komunikasi antar anggota keluarga yang  sedang mampet. Konsep trah selama ini terbukti mampu memecah kebuntuan itu.

Benar bahwa Pemerintah sudah mencoba berusaha untuk membantu masyarakat melalui program BOSDA dan BOSNAS yang disalurkan lewat sekolah dengan mekanisme yang  tidak berbelit. Namun dalam kenyataannya siswa juga tidak serta merta gratis-tis. Masih ada beberapa komponen yang harus dibayar oleh siswa. Artinya  tangan pemerintah tidak “terlalu panjang”  untuk dapat menjangkau semua lapisan masyarakat yang musti dibantu. Merefleksi dari UUD 45 hasil amandemen, bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara.

Bagaimana memulai

Maka sebagai anggota masyarakat kita dapat membantu melalui komunikasi terbatas. Trah. Caranya? Lebih mudah, praktis dan simple. Karena alur komunikasi lebih cair lantaran mereka sudah saling kenal, bahkan hafal karakter masing-masing. Akumulasi masalah dapat dengan mudah diselesaikan. Keluarga yang mampu dapat memback-up keluarga yang kurang berada. Caranya bisa konvensional langsung diberikan berupa uang (fresh money), buku tabungan, atau bisa berupa bantuan yang bersifat simultan atau berkesinambungan. Misalnya dengan memberikan bantuan ternak, bantuan modal untuk usaha home industry, atau digandeng untuk kerja paruh waktu, yang sesuai dengan kemampuan anak.

Seberapa besar pengaruhnya mengikis angka kemiskinan yang menggerus minat siswa untuk belajar? Seberapapun itu pasti ada dampaknya. Saya jadi ingat petuah dari Aa Gym untuk memulai dari yang kecil, dari diri sendiri dan mulai sekarang juga. Modernitas yang melanda hingga pelosok desa tidak seharusnya memperlebar jurang persaudaraan atau memutus tali silaturahim. Karena masing-masing individu mempunyai visi yang berlainan. Benturan budaya global justru seharusnya menjadi lem perekat yang makin kuat dan kokoh dalam membangun trah keluarga yang makin solid.

Dalam terminologi dan doktrin agama apapun saya kira, mengharapkan umatnya mampu. Mampu secara keyakinan dan  ekonomi. Sebab realitasnya, jika kita mampu secara ekonomi kita bisa beramal lebih banyak. Salah satunya adalah share atau berbagi dengan saudara yang kekurangan. Nilai-nilai religi yang setiap hari dipelajari dari kita suci mestinya dapat diimplementasikan dalam kehidupan nyata sehari-hari.Paradigma bahwa agama sebatas pemahaman. Agama hanya sebatas sholat dan puasa, tidaklah benar. Islam sendiri sangat concern dengan amal sholeh. Bahkan dibanyak ayat disebutkan iman selalu bergandengan dengan amal soleh.Iman yang lurus berbanding signifikan dengan amal yang kita lakukan.

Manfaat Utama :

Pertama – Membuat data keluarga trah yang lebih valid. Tidak sekedar formalitas, si-A punya anak berapa, tanggal lahirnya berapa. Tetapi lebih kepada sudahkah mereka bekerja, apa yang diharapkan, potensi apa yang bisa ditularkan kepada saudaranya. Disamping nomor kontak yang mudah dihubungi, tentu.

Kedua– Sharing  kemampuan. Biasanya harus dimulai dari keluarga yang dipandang mampu. Sebab dalm banyak pengalaman, biasanya orang yang mempunyai strata ekonomi rendah, sungkan dan cenderung menarik diri.Bagi keluarga yang kurang mampu, bukan berarti tidak mempunyai kesempatan untuk membantu keluarga yang berada, paling tidak tenaga. Potensi ekonomi yang dibagi ini akan menjadikan kesempatan belajar, anak-anak dari keluarga yang kurang beruntung dapat lebih tersalurkan.

Ketiga Agenda silmultan. Artinya trah yang sering diadakan setahun sekali ini, kalau bisa dapat dilakukan selapan (35 hari) sekali. Sehingga lebih bisa saling bertemu dan dipantau perkembangan dari anggota keluarga yang kemarin mendapatkan bantuan. Sehingga tidak dilepas begitu saja. Dikaruhke.(jw). Dengan demikian komunikasi menjadi lebih sering. atau pendahulu kita. Akibatnya kita tidak saling kenal. Acuh dan abai.

Akhirnya kemiskinan yang menyebar dimana-mana dapat diminimalisir dengan bangunan “trah” yang kokoh. Amin. Sekian.

)*Guru SMP Muhammadiyah Turi Sleman  dan Pengurus Trah

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!