24.5 C
Jakarta

Memahami dan Memaknai Filsafat Kurban

Baca Juga:

Ringkasan materi khutbah Iduladha di Lapangan Sabrang, Muntilan, Magelang, Jawa Tengah.

Oleh: Dr. H Robby Abror, M.Hum.
Dosen Aqidah dan Filsafat Islam, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga, Ketua MPI PWM DIY

Allah merancang bangunan alam ini sedemikian canggih, sehingga realitas sosial pun tak lepas dari napas Ar-rahman. Setiap ciptaan Tuhan dibuat dalam bentuk dan kadar yang sangat istimewa, sehingga mekanisme alamiah ini dapat dinikmati umat manusia dan makhluk-Nya yang lain.

Allah mengadakan segala sesuatu dalam keteraturan, sehingga manusia dapat menikmati alam ini, seisi langit dan bumi. Maka Allah sebenarnya mengajarkan keteraturan itu agar dipatuhi oleh semua hamba-Nya.

Keteraturan ini juga adalah manifestasi dari adanya kepatuhan. Kepatuhan itu jalan menuju cahaya ilahi. Berkurban adalah praktik kepatuhan dan dedikasi penuh untuk meraih rida Allah. Berkurban adalah mesin kepatuhan yang mesti dipenuhi agar makna kedekatan manusia dengan Allah terjalin kuat mengukuhkan iman. Maka berkurban harus dengan keikhlasan dan kepasrahan. Jika tidak, maka tindakan yang mestinya baik itu sesungguhnya akan merusak keteraturan itu sendiri.

Manusia yang sombong, arogan, korupsi, politik uang, hidup demi kepentingan diri dan kelompoknya, pada hakikatnya merusak keteraturan itu. Itulah tindakan yang sebenarnya menelikung makna kurban, sehingga dengan demikian juga dapat merobohkan tiang agama Islam.

Kurban ini sunah Nabi Ibrahim AS yang bernilai penuh kebaikan dari setiap yang dipersembahkan, daging hingga bahkan nilai helai rambut dan bulunya. Maka amalan kurban yang baik dan bersejarah ini pasti tiada disia-siakan Allah.

Ibrahim dan Ismail menjadi tonggak bagi kepatuhan dan kepasrahan sebagai persembahan hanya kepada Allah. Titian hidup dan ujaran mereka yang sarat makna betul-betul mencerminkan dialektika transendental, keteraturan yang tercipta dari hati yang bening dan saling memahami.

Praktik ibadah kurban merefleksikan nilai-nilai historis tersebut dalam kesadaran spiritual. Kesadaran yang mendorong semangat untuk berbagi dengan sesama dan tidak tamak. Ketamakan adalah sumber kehancuran. Kurban membersihkan iman dari sifat tamak. Umat Islam mesti tunduk pada keteraturan ilahiah dengan memahami dan menjalani ibadah kurban dengan sebaik-baiknya.

Bangsa yang lalai dari tugasnya untuk menjaga dan mematuhi keteraturan adalah bangsa yang rapuh secara moral dan spiritual. Dengan upaya selalu menumbuhkan dan menginternalisasikan kesadaran spiritual sebagai basis moralitas bagi tetap terwujudnya keteraturan, bangsa ini sesungguhnya sedang memainkan peran terbaiknya untuk memastikan terbitnya optimisme, keteguhan iman, kejujuran, dan masa depan yang gemilang.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!