28 C
Jakarta

Membangun Indonesia, Belajar dari Filosofi Lomba Panjat Pohon Pinang

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Tahun 2021 menjadi tahun kedua peringatan HUT Kemerdekaan RI tidak dimeriahkan dengan lomba panjat pohon pinang. Pandemi yang melanda Tanah Air membuat lomba panjat pohon pinang ditiadakan untuk mencegah penularan Covid-19.

Padahal tahun-tahun sebelumnya, perayaan HUT Kemerdekaaan RI seperti tak lengkap tanpa lomba panjat pohon pinang. Sebut saja kawasan wisata Ancol Jakarta Utara, yang setiap tahun selalu dimeriahkan dengan lomba panjat pohon pinang.

Tidak diketahui secara pasti sejak kapan lomba panjat pohon pinang menjadi tradisi HUT Kemerdekaan RI. Tetapi menilik literasi sejarah, lomba panjat pohon pinang sudah dikenal masyarakat Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda. Saat itu, orang Belanda menggelar lomba panjat pohon pinang bagi warga pribumi pada momen-momen tertentu seperti hajatan pernikahan, dengan hadiah utama bahan makanan pokok.

Bekerja sama dan saling menguatkan antar peserta lomba panjat pohon pinang (ist/tangkapanlayar Youtube)

Apakah lomba panjat pohon pinang sebagai bagian dari warisan Belanda selamanya buruk? Prof. Nizam, Plt Dirjen Dikti Kemendikbudristek mengatakan sejatinya ada filosofi menarik yang bisa dipetik dari lomba panjat pohon pinang untuk menguatkan Indonesia, yakni bagaimana semua elemen bangsa berbondong bersama-sama untuk meraih tujuan yang sama yakni Indonesia Maju.

“Lomba panjat pohon pinang mengajarkan kita semua bahwa untuk mencapai sebuah tujuan bersama tidak bisa dilakukan secara sendiri-sendiri,” kata Nizam.

Ketika hanya seorang peserta yang memanjat pohon pinang, tentu membutuhkan waktu lama untuk sampai ke puncak pohon. Bisa jadi, sebelum berhasil mencapai puncak, pohon pinangnya roboh, lapuk dimakan usia. Pun kalau hanya dua peserta, kerjasama untuk meraih puncak pohon pinang juga akan memakan waktu lama.

Tetapi berbeda ketika peserta panjat pohon pinang jumlahnya banyak. Makin banyak peserta, maka tujuan mencapai puncak pohon pinang akan lebih cepat terlaksana. Karena dengan peserta yang banyak, semuanya akan saling bahu membahu, saling kerjasama. Tidak mempersoalkan siapa bertugas di bawah sebagai penguat, siapa bertugas di tengah untuk menyediakan bahu loncatan, dan siapa bertugas di atas untuk menurunkan semua hadiah. Siapapun yang bisa sampai ke puncak pohon pinang, pada akhirnya hadiah akan dibagikan kepada semua peserta, sesuai dengan kesepakatan. Siapa mendapat apa, dengan tetap menjunjung keadilan antar sesama peserta.

Plt Dirjen Pendidikan Tinggi Prof Nizam

Demikian pula halnya dengan Indonesia. Negara yang memiliki 1.340 suku bangsa (data BPS 2010), 270 juta penduduk, serta 718 bahasa daerah, harus merawat semangat kebersamaan untuk mencapai tujuan bersama yakni Indonesia Jaya. Tidak ada siapa lebih tinggi siapa paling rendah. Masing-masing orang memiliki peran berbeda untuk mencapai tujuan bersama, entah itu suku Jawa, Batak, Minang, Betawi, atau suku lainnya.

Pemimpin tidak akan disebut sebagai pemimpin jika tidak ada rakyat. Sebaliknya, rakyat tidak akan memiliki arah yang jelas tanpa ada komando dari seorang pemimpin.

Indonesia dibangun dari keragaman, mulai keragaman budaya, agama, suku bangsa, adat istiadat. Tetapi satu dengan lainnya memiliki peran yang sama penting untuk menuju cita-cita Indonesia Jaya,” lanjut Nizam.

Tanpa kerjasama, Nizam mengibaratkan antar elemen bangsa hanya akan menjadi silo-silo sempit dengan semangat kepiting yakni saling menjatuhkan. Jika ini yang terjadi, maka tunggulah robohnya bangunan Indonesia.

Karena itu, Nizam mengajak semua elemen bangsa bersama mengambil filosofi dari lomba panjat pohon pinang, untuk membangun Indonesia Jaya. (m. kurniawati)

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!