JAKARTA, MENARA62.COM – Program perbaikan gizi yang dilakukan oleh pemerintah hingga kini belum mampu mengatasi masalah stunting pada anak. Untuk memutus mata rantai stunting tersebut dr Tirta menyarankan agar intervensi lebih difokuskan pada persoalan gizi 1000 hari pertama anak.
“Intervensi ini dilakukan semenjak masih dalam kandungan sampai bayi lahir. Ini jauh lebih efektif,” kata dr Tirta Prawita Sari, M.Sc., Sp.GK., Ketua Yayasan Sadar Gizi dalam diskusi online menyambut peringatan Hari Anak Nasional tahun 2020, yang digelar Sabtu (4/6) oleh Literasi Sehat Indonesia (LiSan), Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi, Komunitas Literasi Gizi (KoaLizi) dan Departemen Kesehatan BPP Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) dengan tema “Ikhtiar Mewujudkan Generasi Emas Sejak Dini”.
Menurut dr Tirta, anak yang lahir dengan BBLR akan menjadi anak yang stunting, kemudian menjadi anak remaja perempunan (kalau ia perempuan) yang malnutrisi dan akan menjadi ibu yang malnutrisi pula sehingga kembali melahirkan anak dengan BBLR.
“Karena itu kita perlu memutus rantai tersebut dengan cara memberikan intervensi pada 1000 pertama kehidupan, semenjak dari kandungan sampai bayi lahir. Menjaga semua hal yang terbaik dan menghindari semua kemungkinan terburuk bagi bayi adalah upaya yang perlu dilakukan oleh ibu sebagai modal dan investasinya,” jelasnya.
Diakui dr Tirta, masalah stunting sebenarnya tidak hanya dihadapi oleh Indonesia. Sebagian besar negara berkembang juga masih berkutat pada masalah stunting.
“Stunting mendapat perhatian khusus karena ia memiliki dampak, dan juga merupakan indikator yang paling penting untuk menunjukkan masalah gizi secara keseluruhan pada suatu negara,” lanjut dr Tirta.
Data Riskesdas 2018, angka stunting di Indonesia baik pendek maupun sangat pendek ditemukan sebesar 30,18%. Angka ini mengalami sedikit penurunan dari sebelumnya.
“Data status gizi buruk dan gizi kurang pada balita, secara angka sebenarnya kita turun sedikit dari 19,6% (2013) menjadi 17,7% (2018), tapi angka ini tidak signifikan penurunannya. Hal ini sangat menyedihkan karena masalah gizi buruk dari dulu sampai sekarang problemnya masih sama dan perkembangan perbaikannya tidak terlalu menggembirakan.”
Beberapa alasan mengapa stunting harus mendapat perhatian serius. Pertama stunting merupakan sebuah indikator yang menggambarkan asupan gizi yang tidak adekuat dalam waktu yang lama. Jadi yang dibicarakan adalah tinggi badan. Kalau seorang anak tidak mendapatkan asupan gizi yang adekuat dalam waktu yang lama maka akan terlihat nyata pada pertumbuhannya, dan mengetahui pertumbuhan itu biasanya indikator yang paling muda dipakai adalah tinggi badan.
Kedua, stunting menggambarkan faktor lingkungan penderitanya serta menjelaskan keterkaitan yang sangat kuat. Paling gampang adalah faktor lingkungan pada saat ia dikandung.
Ketiga, stunting memberikan dampak jangka pendek yang signifikan, keterlambatan intervensi akan berakibat permanen.
Keempat, stunting memberikan dampak jangka panjang, intervensi yang cepat tepat akan sangat efisien dan efektif menyelesaikan masalah.
Dan kelima, stunting secara politik menggambarkan komitmen pemerintah terhadap kesehatan rakyat. Karena ini berkaitan situasi asupan gizi yang tidak adekuat dalam waktu lama. Sehingga kita dan negara lain pun bisa menilai suatu negara apakah punya prioritas yang baik untuk kesejahteraan rakyatnya.
Menurut dr. Tirta, stunting memiliki dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang. Dampak jangka pendek signifikan yang akan dialami oleh anak yang stunting adalah perkembangan otak terganggu, perkembangan organ-organ tubuh, IQ rendah dan daya tahan tubuh menurun.
Sedangkan akibat jangka panjangnya dapat produktivitasnya terganggu, memiliki ukuran tubuh yang pendek dan karena program metabolik sudah terganggu sejak bayi maka akan memiliki resiko penyakit degeneratif seperti dibetes mellitus, jantung dan pembuluh darah, hipertensi, dan kanker.
“Ia pun akan menjadi beban negara yang sangat besar dan memiliki resiko kematian yang cepat. Seperti diketahui bahwa penyakit yang paling banyak mengambil porsi pembiayaan BPJS Kesehatan adalah penyakit degeneratif ini,” tambahnya.