Menangkal Isu SARA dan Pancasila
Oleh Sulaiman Rahmat
“Pilihan boleh beda tapi jauh dari issue SARA” kata – kata tersebut mungkin sudah tidak terdengar asing lagi. Ya, itu adalah salah satu spanduk yang berisi ajakan oleh para pemuda ibukota kepada warga negara menjelang PIlkada sebelumnya. Sebuah kalimat yang terdengar sederhana akan tetapi memiliki makna yang sangat dalam. Indonesia, negara berkependudukan terbesar ke-empat di dunia, dan dipadati lebih kurang seratus enam puluh lima juta jiwa yang tersebar dari sabang sampai merauke. Indonesia, yang terdiri dari berbagai suku, etnis dan agama ini akan segera melangsungkan rangkaian pesta rakyat pada tahun 2018 ini. Yang paling ditunggu – tunggu adalah pemilihan kepala daerah atau lebih yang dikenal dengan Pilkada.
Sebagai negara yang besar, bukanlah hal yang mengejutkan jika banyak isu – isu merebak kedalam kehidupan masyarakat Indonesia, mulai dari isu perekonomian, kebudayaan dan banyak lagi. Akan tetapi isu yang paling sering di jumpai pada saat menjelang Pilkada atau pun pemilihan umum lainnya adalah isu SARA. Seiring dengan perkembangan zaman, isu SARA ini pun memulai perbincangan dan juga perdebatan di antara para pengguna media sosial.
Menjelang Pilkada, isu SARA pun lalu mulai dikait – kaitkan dengan unsur politik. Hal ini dapat kita lihat ketika isu SARA mulai menjulang lagi pada saat pemilihan kepala daerah 2017 silam. Banyak yang tidak menyadari bahwa munculnya isu SARA di dalam politik adalah disebabkan oleh politik itu sendiri.
Lalu, sebagai warga negera Indonesia, bagaimanakah masyarakat harus bertindak ketika isu SARA mulai tersebar luar menjelang masa Pilkada 2018 ini? Ada lima hal yang dapat dilakukan masyarakat Indonesia dalam menanggapi isu SARA yang ingin mempecah belah persatuan dan kesatuan Indonesia. Kelima hal tersebut adalah tidak lain dari 5 dasar negara Republik Indonesia, yaitu 5 sila yang ada di dalam Pancasila yang telah menjadi lambang dan dasar negara kita.
- Ketuhanan Yang Masa Esa
Hal yang paling pertama yang harus dilakukan masyarakat Indonesia dalam menanggapi isu SARA yang menyebar menjelang pilkada adalah bahwa mengingat kembali bahwa Indonesia menghargai agama seluruh rakyatnya dan dimana kita sebagai sesama warga juga sudah seharusnya menghargai dan menghormati saudara – saudara kita apapun agama yang dianut mereka. Sila pertama dari Pancasila ini juga menekankan pada semua ciptaan yang ada berasal dari Tuhan, sehingga sebagai sesama ciptaan Tuhan, walaupun kita berbeda warna kulit, ras, atau pun etnik kita harus tetap menghargai ciptaan Tuhan dan tidak boleh terprovokasi oleh isu – isu SARA yang menyebar luas. Hal selanjutnya yang ditekankan pada sila pertama ini dan dapat dijadikan salah satu model untuk menangkal konflik bernuansa SARA adalah dengan toleransi. Dalam hal ini, toleransi yang di maksud adalah kebebasan yang di berikan oleh negara bagi para warga negara nya dalam beribadah dan praktek agamanya secara damai.
Toleransi juga di tekankan pada saat terjadinya konflik agama di antara para warga negaranya adalah dengan adanya mediator pada saat konflik tersebut terjadi. Mediator ini adalah sangatlah penting terutama pada saat adanya isu SARA yang menganggu masyarakat. Hal ini disebabkan karena kebanyakan dari isu SARA sendiri berawal dari kekeliruan yang terjadi di dalam masyarakat dan ada juga karena tersebar berita hoax atau yang dikenal berita yang tidak benar.
Dengan berkembangnya zaman maka informasi yang disebarkan pun menjadi semakin banyak dan cepat. Jadi, ketika kita menjadi tidak lihai dalam memilah informasi tersebut, banyak informasi yang bersalahan menjadi tersebar ke publik dan menjadi awal mulanya isu SARA tersebut. Cara terbaik untuk menanggapinya adalah dengan mediator dimana isu munculnya SARA tersebut di bahas dan di selesaikan. Dengan demikian isu SARA tersebut tidak lagi dapat mempecah belah warga negara Indonesia.
- Kemanusiaan yang adil dan beradab
Seperti yang telah disampaikan sebelumnya isu SARA yang bermunculan pada saat menjelang Pilkada kebanyakan di sebabkan oleh berita – berita hoax ataupun berita – berita yang dapat menyebabkan kekeliruan. Sehingga, sebagai manusia yang beradab, yang memilki arti sebagai manusia yang memiliki akal dan budi , kita harus bisa bertindak dan menyesuaikan tindakan kita berdasarkan nilai – nilai da norma – norma yang kita percayai. Seperti peribahasa yang menyatakan tidak asap maka tidak ada api yang berarti tidak ada akibat tanpa sebab.
Hal yang sama juga terjadi dengan isu SARA yang di sebar luaskan melalui media online. Menunjuk kembali pada sila kedua dari Pancasila, dimana sebagai warga negara, kita harus menyadari bahwa sikap dan tindakan kita harus di ikuti dan didasari pada norma – norma, moral dan budi murni terhadap diri kita sendiri dan terhadap sesama warga negara lainnya. Hal yang dapat kita lakukan untuk menjadi lebih bijak dalam menggunakan social media atau berbagai media online dimana sekarang media online lah yang menjadi tempat menyebarkan isu SARA. Sehingga, pada saat kita melihat atau membaca berita berita yang meyebarkan isu SAR pada saat PILKADA ini, jadi lah lebih bijak dalam men-share berita tersebut kepada teman anda. Lebih baik kita memastikan dulu apakah berita tersebut benar adanya.
- Persatuan Indonesia
Cara selanjutnya yang dapat di gunakan masyarakat dalam menanggapi isu SARA menjelang pilkada adalah dengan tetap menjaga nasionalisme. Tujuan dari tersebar isu SARA adalah untuk merusak persatuan dan kesatuan Indonesia. Oleh sebab itu sebagai warna negara Indonesia yang menjunjung tinggi nilai – nilai pancasila, kita harus menggunakan politik dan PILKADA untuk menumbuhkan kembali rasa cinta tanah air, senasib dan sepananggungan. Dimana hal tersebut hanya dapat di capai ketika kita menghilangkan semua perbedaan berdasarkan kekuasaan, agama, rasa dan warna kulit.
- Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan
Cara ke-empat dalam menanggapi isu SARA adalah dengan demokrasi sebagaimana di anut pada sila ke-empat Pancasila. Dimana pengambilan keputusan dilakukan dengan cara musyawara. Inti dari musyawara ini sendiri adalah untuk mendengarkan masukkan dari semua pihak terkait tanpa memandang bulu. Hal tersebut dapat kita aplikasikan pada saat isu SARA mulai tersebar luas, sehingga warga negara dapat mengatasi isu SARA tersebut dengan keputusan bersama dan kejujuran.
5.Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Cara terakhir untuk menanggapi isu SARA adalah dengan melindungi yang lemah atau yang di serang dengan isu SARA sebagaimana yang di sampaikan pada sila kelima pancasila. Sebagai sesama warga negara sudah menjadi tanggung jawab kita untuk melindungi sesama warga dan tidak ikut menyerang sekelompok warga dengan isu SARA, dan ketika kita melihat hal itu terjadi, maka sudah menjadi tanggung jawab kita juga untuk melindungi mereka dan tidak terprovokasi. Marilah kita wujudkan PILKADA yang bebas SARA dengan menanamkan kelima sila pancasila di dalam diri kita.*** Penulis Adalah Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI)