Oleh : Ace Somantri
BANDUNG, MENARA62.COM – Globalisasi dibicarakan duapuluh tahun lebih yang lalu, konsekuensi dan resikonya sudah menjadi pembahasan di pojok-pojok diskusi para akademisi dan kaum terpelajar lainnya. Namun sayang, saat bersamaan banyak dari kalangan masyarakat bawah yang berdomisili di kampung dan desa, juga di area rumah kumuh perkotaan tidak mendapatkan informasi baik dari sosialisasi maupun edukasi. Mereka dibiarkan seperti air mengalir, dianggap bahwa mereka akan mengikuti apa saja hal ihwal peristiwa yang akan terjadi di kemudian hari. Muhammadiyah di antara entitas elemen masyarakat, jauh sebelum negeri ini merdeka dari kolonialisme Belanda bahwa persyarikatan Muhammadiyah berkiprah nyata untuk membebaskan manusia dari kemiskinan dan kebodohan. Termasuk menyikapi isu globalisasi sudah jauh-jauh hari berusaha mengantisipasi walaupun belum maksimal.
Berbagai forum seminar dan dialog dalam FGD digelar untuk memberi informasi dan mengedukasi generasi. Waktu dan masa saat tiba hal ihwal kebijakan terkait globalisasi tidak banyak diketahui masyarakat atau rakyat Indonesia. Tidak banyak yang mengetahui, namun segelintir orang cerdik dan akseleratif bagi para pembisnis khususnya menerima era tersebut dengan berbagai rekayasa sosial dan ekonomi yang dapat dimanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung. Yang prihatinnya, mereka yang resposif dari warga negara keturunan luar pribumi Indonesia. Kecepatan merespon kebijakan era global, bagi mereka sebuah keniscayaan karena hal itu cara untuk bertahan hidup di negeri bukan tanah airnya sendiri. Nah, persoalannya warga pribumi bangsa Indonesia sejauh mana menyikapi era global yang sudah berjalan hingga tanpa disadari disrupsi yang sering tiba-tiba datang mengubah tatanan sosial kemasyarakatan yang ada di lingkungan sekitar. Dan faktanya kita sebagai warga pribumi lebih banyak bengong dan kaget yang nyaris tidak dapat berbuat apa-apa, justru sebagian masyarakat muslim saat melihat dampak dari disrupsi banyak yang mengatakan hal itu sebuah bentuk lain dari godaan syaiton yang dianggap akan menghilangkan sifat-sifat kebaikan manusia.
Era global adalah tatanan dunia baru, sekat batas bangsa dan negara sudah nyaris tidak ada. Apalagi banyak kebijakan mempermudah sistem kewarganegaraan pada status kependudukan seseorang di beberapa negara di dunia. Termasuk kebijakan penyediaan visa-visa negara tertentu sudah digratiskan tanpa biaya satu rupiah pun. Belum lagi diperkuat perkembangan ilmu pengetahuan sains dan teknologi, terlebih-lebih sejak hadirnya kehidupan dunia maya menjadi realita hingga berbagai platform digital muncul menjadi media komunikasi dan interaksi, sangat memudahkan setiap orang dapat mengakses kebutuhan lebih efektif dan efesien. Hanya saja dunia teknologi digital mendisrupsi semua aspek kehidupan tanpa ada batas nilai, disukai atau tidak dampaknya telah banyak meninggalkan persoalan dan masalah hingga membuat rumit bagi yang tidak siap dan tidak memiliki kompetensi menghadapi dan menyiasatinya, hanya karena gegara tidak ada antisipasi jauh sebelumnya. Berarti hal tersebut yang salah siapa? Apakah diri kita yang tidak siap dan tidak mampu, yang kemudian ketidakmampuan ditutup dan berlindung dengan dalih teologis yang kurang tepat bahwa hal tersebut bagian dari sifat syaiton yang berwujud lain, dapat saja alasan ini diterima manakala nilai-nilai yang terkadung terdapat unsur-unsur formula sistem digital sosial yang dikategorikan benar-benar bagian dari perbuatan syaiton.
Apapun alasannya, diakui benar bahwa Muhammadiyah sedari dulu sebenarnya sudah memiliki sudut pandang dan cara berpikir global, hal itu ditunjukan oleh sang pendiri persyarikatan KH. Ahmad Dahlan saat menjadi pelopor pembaharuan dalam berpaham memaknai ajaran Islam. Terlebih saat era global hari ini, Muhammadiyah satu abad lebih tetap berdiri kokoh, istiqomah menebar kebaikan, berupaya terus merekonstruksi cara berpikir dinamis, serta membangun sumber daya manusia tanpa henti hingga menebus ke berbagai negara di belahan benua. Gagasan menegakkan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi dalam aplikasi pendidikan menjadi aplikasi unggulan membangun kekuatan dunia dan keselamatan akhirat. Tindakan dan perbuatan tersebut salah satu bagian utama menteladani profetik kenabian, terutama berusaha keras menteladani sifat-sifat Rosul Muhammad SAW sebagai nabi akhir zaman. Sikap persyarikatan menunjukan dengan jelas dan tegas saat penisbatan simbol nama Muhammadiyah menjadi spirit, motivasi dan cita-cita membangun peradaban manusia yang sebenar-benarnya, itu salah satu indikator bahwa Muhammadiyah mengglobal sejak awal berdiri.
Selain tujuan dan cita-cita Muhammadiyah yang menjadi salah satu indikatornya, termasuk juga Muhammadiyah berupaya konsisten membangun jejaring kelembagaan persyarikatan baik vertikal maupun horizontal, yang dibuktikan dengan mendirikan berbagai pimpinan cabang-cabang istimewa Muhammadiyah di beberapa negara yang hingga data terakhir sudah lebih dari 37 negara dan juga membuktikan dengan mendirikan amal usaha pendidikan di Australia dari tingkat pra sekolah hingga tingkat dasar dan di Malaysia telah berdiri satu perguruan tinggi. Bahkan belum lama, mengglobal ke benua Eropa yaitu mengakuisisi Gereja untuk diubah fungsinya sebagai amal usaha keagamaan, sosial dan ekonomi. Tahapan pertama sudah dipastikan difungsikan untuk masjid bagi warga muslim yang berdomisili di sekitarnya. Sudah 3 (tiga) benua Muhammadiyah menebar kebaikan sebagai wujud nyata akan sikap komitmen persyarikatan Muhammadiyah mendunia, dan diperkuat dengan tema Muktamar ke-48 Memajukan Indonesia, Mencerahkan Semesta.
Konsistensi bermuhammadiyah dalam berpikir dan berkarya yang berdaya guna merupakan karakter yang ditransformasikan sejak awal Muhammadiyah didirikan oleh kyai Dahlan. Semangat berjuang untuk menggerakkan potensi dan sumber daya yang dimiliki, mencerahkan nalar intelektual sumber daya manusia dan masyarakat, senantiasa memperbaharui dinamika kehidupan manusia di berbagai aspek kehidupan alam realita, dan juga memberdayakan kekuatan yang dimiliki persyarikatan dari aspek keilmuan, keahlian dan kepakaran disiplin ilmu tertentu. Sekaligus dalam menjaga eksistensi gerakan Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah amar makruf nahi munkar, komitmen persyarikatan menjalankan amanah-amanah umat harus lebih energik yang dipupuk dengan sikap-sikap pimpinan dan anggota berbudi pekerti, moral dan ahlak mulia. Terus menerus membesarkan dan mempercepat kepakan sayap-sayap dakwah persyarikatan Muhammadiyah hingga jauh terbang ke angkasa untuk mendekatkan ketaqwaan kepada Sang Penguasa alam semesta.
Muhammadiyah mendunia bukan dalam kata-kata, bukan pula wacana. Mendunia dengan karya-karya sang pencerah paham agama Islam sudah sangat jauh, sejauh mata memandang. Kalimat demi kalimat dalam ungkapan tindakan nyata, bukan khayalan fatamorgana semata. Sinar cerah mentari menyinari celah setiap rumah-rumah warga manusia dan menyinari sudut-sudut kota yang terdapat pada tiap negara di belahan benua untuk terinspirasi ajaran Ilahi, cahaya rembulan menerangi kegelapan para kaum dhuafa, baik dalam dhuafa ilmu maupun harta. Putaran roda bumi begitu sangat super cepat, hingga tak terasa putaran tersebut secara geografis. Begitu pula sangat luar biasa kiprah persyarikatan Muhammadiyah menjelajah hingga ke berbagai negara, hampir tidak ada ormas Islam yang mampu melampaui gerak laju dakwah bilhalnya, saat setiap bertemu dengan lapisan kelompok dan kelas masyarakat tertentu berusaha untuk dapat dan cepat mendapatkan akseptabilitas sekaligus mendapatkan keabsahan atau legitimasi, baik institusional maupun individu personal sebagai anggota dan warga persyarikatan tanpa memandang ras, agama, suku, bangsa dan negara manapun. Karena Muhammadiyah akan mewujudkan masyarakat utama yang sebenar-benarnya diseluruh permukaan bumi. Wallahu ‘alam.
Bandung, Juli 2023.