Oleh: Nunu Anugrah P
CIREBON, MENARA62.COM-Ketika memberikan sambutan di acara Musyawarah Daerah (Musyda) ke-10 Muhammadiyah Kab. Pasuruan 7 Februari 2020 lalu, Drs.H.Muhammad Sulthon Amien, MM a/n PWM JATIM melemparkan beberapa pertanyaan, (1) mengapa anak – anak tamatan sekolah Muhammadiyah tidak menjadi Muhammadiyah?; (2) apakah karena mengajarkan Kemuhammadiyahan (KM) seperti mengajarkan sejarah?; (2) bagaimana mengajarkan KM lewat sekolah?
Saya memahami kegelisahan anggota PWM Jatim tersebut, sehingga melemparkan pertanyaan kepada para peserta musyda. Banyaknya anggota masyarakat yang menitipkan anak-anaknya ke sekolah dan perguruan tinggi Muhammadiyah tentu itu hal yang menggembirakan. Namun sesuai dengan tujuan didirikannya sekolah Muhammadiyah yaitu tempat menyemai bibit-bibit kader Muhammadiyah, jika alumni sekolah Muhammadiyah tidak mau menjadi kader Muhammadiyah tentu itu sangat memprihatinkan.
Perlu adanya perbaikan di sistem pendidikan Muhammadiyah, namun perbaikan itu hendaknya dimulai dari kualitas tenaga pengajar dan pendidiknya. Dalam menanamkan faham agama menurut Muhammadiyah, tentu Guru AIK (Al-Islam dan Kemuhammadiyah) menjadi ujung tombak persyarikatan.
Guru yang akan mengampu mata pelajaran AIK, hendaknya telah melalui uji fit and proper test di Pimpinan daerah Muhammadiyah (PDM)/Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) setempat. Hal ini penting untuk mengontrol guru AIK apakah benar-benar mengajarkan faham agama sesuai faham yg dianut Muhammadiyah (Himpunan Putusan Tarjih (HPT) Muhammadiyah.
Sebagai contoh jangan sampai ada guru AIK mengajarkan kpd peserta didiknya melafadkan niat shalat ushalli fardhol maghribi … dst. Jika masih ada guru yang seperti itu kesalahan terletak di pimpinan AUM dan PDM/PCM setempat.
Langkah lain adalah dengan menyediakan bahan ajar mapel AIK yang sesuai dengan HPT. Di beberapa PDM sekarang sudah berdiri Suara Muhammadiyah (SM) Corner. Tentu di SM corner banyak menyediakan bahan ajar mapel AIK. Sekolah Muhammadiyah yang tentunya juga menerima dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diantaranya ada alokasi untuk pembelian buku paket, bisa memesan ke SM Corner dalam menyediakan bahan ajar mapel AIK. Jangan sampai guru AIK menggunakan buku pegangan yang tidak sesuai dengan faham agama yang diterapkan di Muhammadiyah.
Terakhir, dalam tataran psikomotorik atau praktek ibadah mahdhoh, di akhir masa studi dilakukan ujian ibadah mahdhoh seperti praktek shalat, praktek shalat janazah, praktek dzikir sesudah shalah dan sebagainya. Siswa di sekolah Muhammadiyah dinyatakan lulus jika bisa mempraktekan materi praktek di atas sesuai dengan HPT.
Sementara itu untuk menjadi kader Muhammadiyah seseorang harus dibekali lifeskill (kecakapan hidup) seperti rasa percaya diri untuk tampil di muka umum, bisa berpidato, mampu bersosialisasi, mampu hidup berorganisasi, dan sebagainya. Di sinilah perlunya diwajibkannya ekstrakurikuler Hizbul Wathon di sekolah Muhammadiyah. Karena dengan ikut serta eskul tersebut maka lifeskill akan diperoleh oleh peserta didik
Penulis adalah -Ketua PC Muhammadiyah (PCM) Pabuaran Kab. Cirebon