YOGYAKARTA, MENARA62.COM
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Daerah Istimewa Yogyakarta kembali menggelar program tahunan Mubaligh Hijrah sebagai bagian dari penguatan dakwah di bulan Ramadan. Kegiatan yang berlangsung pada 26-27 Februari 2025 di Balai Besar Pengembangan Penjaminan Mutu Pendidikan Vokasi Seni dan Budaya (BBPPMPVSB) Sleman ini diikuti oleh 312 peserta dari berbagai Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). Acara yang dipandu oleh Ustaz Qaem Aulassyahied ini juga dapat disaksikan secara daring melalui kanal YouTube GreenFaith Indonesia.
Sebagai tradisi yang telah berjalan lebih dari tiga dekade, Mubaligh Hijrah bertujuan membekali kader dai agar mampu membawa risalah Islam yang rahmatan lil alamin serta menghidupkan dakwah hingga ke tingkat ranting Muhammadiyah.
Dalam sambutan pembukaannya, Ketua Majelis Tabligh PWM DIY, Ustaz Miftahulhaq, S.H.I., M.S.I., menegaskan bahwa program ini bukan sekadar seremonial, melainkan bagian dari misi dakwah yang berkelanjutan. “Islam adalah agama yang membawa kedamaian dan kesejahteraan bagi semua. Melalui Mubaligh Hijrah, kita ingin memastikan bahwa nilai-nilai Islam yang damai dan inklusif semakin tersebar luas,” ujarnya.
Dr. H. Yayan Suryana, M.Ag., anggota Majelis Tabligh PWM DIY, menyoroti tiga poin utama dalam Mubaligh Hijrah. Pertama, sebagai strategi dakwah khas Muhammadiyah yang perlu dikembangkan lebih luas. Kedua, sebagai ajang pembekalan bagi kader Muhammadiyah agar ilmu yang diperoleh dapat diamalkan dalam kehidupan nyata. Ketiga, sebagai laboratorium kader, tempat para peserta memperoleh pengalaman langsung dalam berdakwah, sehingga terbentuk dai-dai tangguh untuk masa depan.
Menjawab Tantangan Dakwah di Era Modern
Sesi pembekalan diisi oleh berbagai narasumber kompeten. Ustaz Drs. Yusuf A. Hasan, M.Ag., menekankan pentingnya komunikasi efektif dalam berdakwah, dengan menghindari bahasa multitafsir dan menyesuaikan pesan dengan audiens.
Lebih lanjut, Ustaz Yusuf menjelaskan bahwa dalam komunikasi terdapat empat unsur utama yang harus diperhatikan, yaitu Source (Da’i), Message (Pesan), Channel (Ketepatan dalam penyampaian), dan Receiver (Mad’u). Keempat unsur ini harus selaras agar komunikasi dalam dakwah tidak hanya berdampak secara kognitif, tetapi juga secara afektif dan behavioral, yang pada akhirnya dapat membentuk perilaku yang lebih baik di tengah masyarakat.
Sementara itu, Dr. Setyadi Rahman, M.P.I., membahas fiqih dan praktik ibadah, menyoroti perlunya strategi implementasi agar ilmu yang diajarkan benar-benar diterapkan dalam masyarakat.
Dalam pemaparannya, Setyadi menjelaskan secara rinci mengenai tata cara mandi janabah, tata cara pengurusan jenazah, dan tata cara shalat. Ia menekankan bahwa pemahaman yang benar dalam praktik ibadah sangat penting bagi seorang mubaligh agar dapat menyampaikan bimbingan yang tepat kepada masyarakat.
Ramadan Hijau: Aksi Nyata untuk Keberlanjutan
Salah satu sorotan dalam Mubaligh Hijrah tahun ini adalah penguatan konsep Ramadan Hijau, yang dipaparkan oleh Hening Parlan, Wakil Ketua Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah. Konsep ini mengajak umat Muslim untuk menghubungkan ibadah puasa dengan keberlanjutan lingkungan. “Puasa bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga membangun kesadaran akan tanggung jawab kita terhadap bumi,” ungkap Hening.
Bunda Hening, demikian sosok ini kerap disapa, mengingatkan bahwa puasa seharusnya menjadi waktu untuk refleksi dan introspeksi. Ia juga menekankan pentingnya mengurangi sampah plastik, menghemat energi, dan mengedukasi masyarakat tentang gaya hidup berkelanjutan. “Kita harus menyadari bahwa setiap tindakan kita, sekecil apapun, memiliki dampak pada lingkungan. Sebagai umat Muslim, kita memiliki tanggung jawab untuk merawat bumi, yang sering kita sebut sebagai Ibu Bumi,” tambah peraih penghargaan Planet World 2024 dari Kedutaan Inggris ini.
Dalam sesi diskusi, Hening Parlan juga mengungkapkan tantangan lingkungan yang semakin mengkhawatirkan. Dari perubahan iklim yang ekstrem hingga pencemaran yang merusak ekosistem, ia menekankan bahwa umat Muslim perlu lebih proaktif dalam mengintegrasikan ajaran Al-Qur’an dengan tindakan nyata. “Sekitar 70% umat Muslim di Indonesia menyadari adanya perubahan iklim, tetapi hanya sedikit yang mengambil langkah konkret untuk mengatasinya,” ungkapnya.
Hening yang juga merupakan Koordinator Nasional GreenFaith Indonesia ini menekankan bahwa para mubaligh harus menjadi agen perubahan yang mampu mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan. “Kita harus mengajarkan bahwa menjaga lingkungan adalah bagian dari ibadah. Setiap tindakan kecil, seperti menghemat air dan listrik, dapat memberikan dampak besar jika dilakukan secara kolektif,” tegasnya.
Acara ini ditutup dengan sesi tanya jawab yang interaktif, di mana para peserta berbagi pengalaman dan berdiskusi tentang tantangan dakwah di era modern.
Dengan semangat keislaman yang kuat, PWM DIY berharap Mubaligh Hijrah terus berkembang dan memberikan manfaat nyata bagi umat.