JAKARTA, MENARA62.COM – Kisah-kisah perjuangan bangsa Palestina melawan zionis Israel demikian berat. Tetapi kisah-kisah kekejaman Israel dibumi Al Quds tersebut seolah ditelan bumi, tak tersampaikan dengan baik ke masyarakat di luar Palestina.
Bahkan media-media Israel mencoba mengesankan bahwa kondisi penduduk Palestina seolah dalam keadaan baik-baik saja. Padahal nyatanya, berbagai aksi kekerasan dan ketidakadilan, tindak intimidasi dan lainnya menghantui penduduk Palestina setiap saat.
Untuk memberikan gambaran bagaimana kondisi Palestina melalui kacamata jurnalis, Adara Relief Internasional hadirkan Bushra Jamal Ath-Thawil, seorang wartawan perempuan Al Quds yang pernah empat kali ditawan oleh Israel. Melalui Online Press Gathering, Adara mencoba menghadirkan cerita riil di lapangan langsung dari mulut seorang jurnalis.
“Media memiliki peran besar dalam penyebarluasan informasi. Tidak terkecuali selama masa perjuangan kemerdekaan Palestina. Namun dengan kondisi terjajah dan blokade, memberitakan kebenaran bukanlah hal yang mudah bagi para jurnalis Palestina,” kata Ketua Adara Relief Internasional Sri Vira Chandra, Rabu (4/11/2020).
Bushra adalah seorang jurnalis asal Palestina yang berjuang untuk menuliskan berita-berita Palestina berdasarkan fakta di lapangan. Kisah kelam keluarganya yang berulangkali keluar masuk penjara menjadi tawanan zionis Israel telah memotivasi Bushra untuk terjun menekuni profesi jurnalis.
Sejak lahir sampai usianya 6 bulan, ayah Bushra dideportasi. Kemudian dalam kurun waktu 14 tahun, ayahnya ditangkap sebanyak delapan kali sebagai tahanan administratif.
Penangkapan tahanan administratif adalah sebuah kondisi yang dianggap darurat, yang mana negara dapat memberlakukan undang-undang darurat sehingga militer Israel memiliki hak menangkap siapa saja tanpa alasan atau dakwaan apapun. Bahkan pengacara tidak bisa memberikan bantuan hukum karena tuduhannya tidak jelas.
Bushra juga pernah menjadi tawanan Israel bahkan di saat ia mengalami sakit keras. Ia sulit mendapatkan perawatan yang memadai karena rumitnya aturan militer Israel. Para tawanan lainnya lambat laun mengalami gangguan kejiwaan karena mendapatkan perilaku yang tidak pantas selama di penjara.
Penderitaannya itu menjadi motivasi untuk mempelajari ilmu jurnalistik guna mengubah kondisi para tawanan dan penderitaan yang mengungkung keluarga. Ia ingin menyuarakan penderitaan ini melalui media agar sampai ke seluruh penjuru dunia.
Setelah lulus dari Modern University College di kota Ramallah pada 2013, Bushra kemudian meluncurkan organisasi Aneen al-Qaid Network, sebuah wadah media yang peduli dengan permasalahan tawanan Palestina. Organisasi ini beranggotakan para mantan tawanan, jurnalis, ahli hukum, dan aktivis kemanusiaan laki-laki dan perempuan. Aneen al-Qaid Network menjalankan visi mereka dalam menyuarakan permasalahan Palestina sehingga membekas dalam benak dan hati umat.
Melalui media massa di antaranya Al Jazeera, Al-Aqsa TV, dan media online lainnya, Bushra mengabarkan mengenai kondisi para tawanan dan penderitaan mereka di balik jeruji besi. Aneen al-Qaid Network telah menyelenggarakan puluhan acara dialog dan kegiatan lapangan yang kemudian menginformasikan mengenai kondisi dan penderitaan para tawanan, bahkan mereka juga melakukan kunjungan ke rumah keluarga tawanan.
Dalam Online Press Gathering yang diikuti oleh lebih dari 70 partisipan yang terdiri dari insan media nasional, organisasi masyarakat, dan komunitas Mitra Adara, Sri Vira mengucapkan terima kasih atas keterlibatan rekan media nasional yang telah membersamai Adara selama ini, dengan membuat konten edukasi mengenai Palestina.
Sri Vira juga menceritakan mengenai pernyataan seorang wartawan senior Inggris, Dr. Yvonne Ridley, mengenai revolutionary act of the journalist yang menginspirasi.
“Generasi-generasi yang akan datang selalu mencari info-info terbaru yang lebih valid. Ini menjadi kesempatan bagi kita untuk menulis ulang sejarah yang diputarbalikan. Tulisan kita saat ini menjadi referensi bagi generasi ke depan tentang fakta yang terjadi di Palestina,” tambah Sri Vira.
Menutup pernyataannya, Bushra berharap insan media khususnya di Indonesia bisa bekerja sama menjadi penyambung informasi tentang realita persoalan di Palestina Semoga semakin banyak media yang mengedukasi dan memberitakan kebenaran karena menulis untuk Palestina berarti menulis untuk keadilan.