“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (Q.S. Al-An’am: 153)
Dalam sebuah kesempatan, Rasulullah SAW pernah mengingatkan, “neraka diliputi oleh berbagai macam syahwat dan surga diliputi oleh berbagai macam perkara yang tidak disukai (makarih).” (HR. Bukhari)
Hadis ini menunjukkan bahwa jalan menuju kejahatan, yang muara akhirnya adalah neraka dipenuhi oleh hal-hal yang menyenangkan. Sedangkan jalan menuju kebaikan, jalan Ilahi yang diridlai Allah, yang berbuah surga dipenuhi oleh hal-hal yang tidak menyenangkan.
Mari kita cermati hadis ini sembari melihat kenyataan hidup sehari-hari. Betapa banyak godaan kenikmatan duniawi yang begitu melenakan kita. Harta, tahta dan wanita. Tiga serangkai yang sering disebut sebagai keindahan dunia ini, seringkali menjadi tujuan utama hidup seseorang, mungkin juga kita termasuk di dalamnya. Ya, siapa di antara kita yang tidak menginginkan harta? Siapa di antara kita yang tidak senang dengan kedudukan yang terhormat? Siapa di antara kita (kaum lelaki) yang tidak suka kepada wanita?
Setiap orang berlomba-lomba untuk mendapatkan harta yang berlimpah, tetapi sedikit yang memikirkan untuk mendapatkan harta yang berkah. Banyak orang menginginkan kedudukan dan jabatan yang terhormat di mata manusia, tetapi sedikit yang berpikir untuk memperoleh kedudukan yang terhormat di mata Allah. Setiap laki-laki pasti tertarik dan senang melihat wanita cantik, tetapi jarang yang berpikir bahwa kecantikan fisik tidak selau identik dengan kepribadian yang baik. Kenikmatan dunia memang menggoda. Hingga akhirnya tak sedikit yang terperangkap di dalamnya.
Kutipan ayat pada surat Al-An’am di awal tulisan ini mengingatkan kita, bahwa hanya ada satu jalan yang akan mengantarkan kita pada kebahagiaan hakiki, yaitu jalan yang lurus (al-shirat al-mustaqim), yaitu jalan Allah (sabilillah). Sementara jalan-jalan lain hanya akan menyesatkan dan mecerai-beraikan kita dari jalan Allah.
Ironisnya, banyak di antara kita, atau mungkin diri kita sendiri lebih sering memilih jalan-jalan lain yang diliputi kesenangan dan nafsu, daripada jalan Allah yang diliputi oleh kebaikan dan keridlaan.
Melangkahkan kaki ke tempat-tempat hiburan, yang seringkali melanggar norma-norma serta ajaran agama, lebih kita sukai daripada melangkahkan kaki menuju masjid atau majelis ilmu.
Menghambur-hamburkan uang untuk mendapat kesenangan sesaat, lebih kita senangi daripada menyedekahkan sebagian harta di jalan Allah.
Menonton tayangan acara di televisi, berselancar di duni maya, bercanda ria di media sosial lebih kita dahulukan daripada membaca al-Qur’an atau menambah ilmu dengan membaca buku-buku yang bermanfaat.
Meraup keuntungan berlipat dalam berdagang, dengan tidak memedulikan halal haram, menjadi fenomena umum, daripada mencari rezeki yang halal dan berkah.
Bangga dengan kedudukan dan jabatan serta status sosial yang tinggi di masyarakat, lebih dicari daripada mulia dan terhormat di hadapan Allah. Inilah kenyataan hidup yang kita saksikan saat ini.
Jalan menuju kesenangan duniawi memang lebih memesona sekaligus melenakan. Sedangkan jalan menuju kebahagiaan ukhrawi begitu sulit, terjal dan mendaki. Bagi para pencari kesenangan sesaat nan semu, pesona dunia begitu merayu, hingga membuat mereka jatuh dalam pelukan nafsu. Akhir dari perjalanan mereka adalah kesedihan dan kesengsaraan tak berujung.
Bagi para pencari kebahagiaan sejati, mereka akan tetap melangkahkan kaki meniti jalan Ilahi yand diridlai Allah, meski duri di kanan kiri. Tak peduli terjal dan mendaki, tak menjadi soal susahnya melangkah, bahkan hingga berdarah-darah, yang terpenting adalah mendapat ridla Allah. Jalan menuju kebahagiaan abadi memang susah dan melelahkan. Tetapi akhir dari perjalanan itu adalah kenikmatan dan kebahagiaan.
Ruang Inspirasi, Selasa (23/6/2020).