Muhammad Izzul Muslimin
Hari Pendidikan Nasional 2 Mei masih satu bulan lagi. Tapi saya ingin mengajak mengenang tokoh pendidikan Nasional KH Ahmad Dahlan. Hampir semua orang mengenal sosok KH Ahmad Dahlan sebagai pendiri organisasi Muhammadiyah. Tapi banyak orang yang tidak tahu atau kurang paham, bahwa KH Ahmad Dahlan sebenarnya seorang guru. Bahkan, berdirinya Muhammadiyah pada tanggal 18 Nopember 1912, juga disebabkan karena Beliau setahun sebelumnya mendirikan sekolah. Organisasi Muhammadiyah diperlukan untuk menopang sekolah yang didirikannya, supaya jika suatu saat Beliau wafat, maka sekolah tersebut tetap bisa berjalan atas dukungan organisasi Muhammadiyah.
Setelah pulang dari haji dan belajar di Makkah pada tahun 1888, KH Ahmad Dahlan menjadikan surau atau langgar milik ayahnya untuk tempat mengajar ilmu agama yang dikuasainya. Yang menarik, KH Ahmad Dahlan lebih suka mencari murid daripada didatangi murid. KH Ahmad Dahlan secara aktif berkeliling di kampungnya untuk mengajak anak-anak yang mau belajar agama kepadanya. Akhirnya, Beliau mempunyai beberapa murid dari hasil “gerilya” nya itu.
Cara mengajar KH Ahmad Dahlan, termasuk unik dibanding kiyai pada umumnya. Selain mengajarkan ilmu agama, KH Ahmad Dahlan juga mengajari muridnya bermain biola dan beberapa kegiatan lain. KH Ahmad Dahlan mengajar dengan cara yang akrab, bukan sebagaimana para guru dan kiyai pada umumnya yang sengaja menjaga jarak dan menjaga image (jaim) dari muridnya. Akibatnya, banyak santri yang lebih suka bermain dan beraktivitas di langgar KH Ahmad Dahlan, daripada di rumah orang tuanya sendiri. Murid-murid inilah yang di kemudian hari menjadi penyokong dan penerus perjuangan KH Ahmad Dahlan membesarkan Muhammadiyah.
Tidak hanya sampai disitu, KH Ahmad Dahlan juga aktif mengajar ke kampung kampung lain di luar Kauman. Beliau menginisiasi dibentuknya kelompok-kelompok pengajian yang Beliau hadir secara berkala. Dari kegiatan itu, terbentuklah beberapa kelompok pengajian di Suronatan, Karangkajen, Kotagede, dan beberapa kampung lainnya. Hal seperti ini, jelas tidak sama dengan kebiasaan. Biasanya santri atau muridlah yang mendatangi kiyai atau gurunya. Tapi, KH Ahmad Dahlan justru yang aktif mendatangi santri santrinya.
Selain mengajar di langgar dan kelompok pengajian, KH Ahmad Dahlan juga aktif menawarkan diri mengajar di beberapa organisasi pergerakan yang saat itu mulai bertumbuh. Beliau aktif menjadi anggota dan pengajar di Syarikat Islam dan Budi Utomo. KH Ahmad Dahlan juga menawarkan diri untuk bisa mengajar agama Islam di Kweekschool (Sekolah Guru) milik Belanda di Jetis dan OSVIA (sekolah among praja) di Magelang. Tawaran tersebut akhirnya dikabulkan dan KH Ahmad Dahlan bisa mengajar di sekolah tersebut tanpa dibayar sepeserpun.
Atas usulan dan bantuan murid-muridnya di Sekolah Guru dan beberapa pengurus Budi Utomo, KH Ahmad Dahlan akhirnya mendirikan sekolah klasikal di rumahnya yang mengajarkan pelajaran agama dan umum. Sekolah rintisan inilah yang akhirnya melahirkan sekolah formal Muhammadiyah yang pertama kali didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada tahun 1911.
Satu tahun kemudian, didirikan organisasi Muhammadiyah yang salah satu tujuannya adalah menopang pendidikan yang sudah didirikan KH Ahmad Dahlan tersebut. Setelah Muhammadiyah berdiri, sekolah tidak lagi menjadi milik pribadi KH Ahmad Dahlan, tetapi menjadi milik Muhammadiyah. Dari sinilah akhirnya Muhammadiyah mengembangkan sekolah di berbagai tempat dan pelosok Indonesia. Hingga saat ini, ada puluhan ribu lembaga pendidikan yang diselenggarakan di bawah bendera Muhammadiyah sejak dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga perguruan tinggi.
Dalam hidupnya, KH Ahmad Dahlan tidak pernah mengambil keuntungan dari pendidikan yang diselenggarakannya. Beliau malah sempat melelang seluruh perkakas dan perabot rumahnya untuk membiayai sekolah yang didirikannya itu. Bahkan di akhir hayatnya, KH Ahmad Dahlan tidak banyak meninggalkan harta warisan kepada keluarganya. Tapi semua orang tahu, warisan terbesar KH Ahmad Dahlan adalah Muhammadiyah, dengan segala amal usaha terutama pendidikan yang manfaatnya bisa dirasakan orang banyak hingga saat ini. Siapa ingin mencontoh KH Ahmad Dahlan?