Pada masa Umar bin Khattab inilah perluasan teritorial kekuasaan Islam semakin luas. Semakin luas dan semakin banyak yang dikuasai, maka semakin kompleks dan rumit permasalahan. Dibutuhkan ijtihad-ijtihad baru dalam kepemimpinan. Hal tersebut merupakan respon atas dinamika kehidupan sosial masyarakat.
Pada fase awal-awal kepemimpinannya, beliau pernah mengatakan bahwa “pendapat satu orang layaknya sehelai benang yang mudah putus, pendapat dua orang layaknya 2 helai benang yang dirajut, pendapat 3 orang dan seterusnya akan semakin kuat”. Demikianlah Umar bin Khattab sebagai khalifah yang merasa dirinya tidak pantas disejajarkan kedudukannya dengan Khalifah sebelumnya. Bahkan dirinya enggan disebut Khalifah. Akhirnya dirinya oleh para sahabat dipanggil dengan Amirul Mukminin.
Secara tidak langsung Umar bin Khattab seolah ingin menyatakan bahwa ijtihad secara kolektif atau bermusyawarah dengan berjama’ah itu mengurangi subyektivitas dari masing-masing individu. Dengan cara berjama’ah maka akan mengurangi sisi-sisi manusia yang selalu serba terbatas dengan kemanusiaannya. Bahkan di masa Umar bin Khattab inilah lahir kepemimpinan secara formatur dan mekanisme Musyawarah kolektif kolegial.
Melalui ijtihad tersebut lalu lahirlah berbagai ijtihad sebagai turunannya dalam merespon dinamika perkembangan masyarakat Islam dan manusia umumnya saat itu. Mulai dari menunjuk para gubernur, adanya zakat bagi muslim dan jizyah bagi non muslim, pengawas pasar, dan sebagainya. Bahkan yang paling monumental adalah ijtihad penentuan kapan awal tahun dan penanggalan Hijriyah. Bagi siapapun gerakan Islam, norma dasar dalam Permusyawaratan adalah apa yang dilakukan oleh Umar bin Khattab.
Permusyawaratan Organisasi Islam
Organisasi Islam yang besar adalah organisasi yang memiliki berbagai mekanisme dan aturan dalam Permusyawaratan. Memiliki jenjang Permusyawaratan, Anggaran Dasar, Anggaran Dasar Rumah Tangga, Putusan, Khittah, Pedoman-pedoman, dan berbagai keputusan berjama’ah lainnya sebagai bentuk keteraturan organisasi tersebut. Karena hal-hal tersebut dilahirkan dalam rangka menghindarkan gerakan dari centang-perenang.
Manusia tanpa aturan akan banyak melahirkan pelanggaran dan kerusakan. Oleh karena itu Allah menurunkan Al-Qur’an yang dijelaskan oleh Nabi SAW Melalui sunnahnya kepada kita yang berisi Larangan-larangan, perintah-perintah, dan petunjuk-petunjuk untuk kesalamatan dunia akhirat. Bagi Organisasi Islam, norma dasar dalam berbagai dokumen di atas haruslah bersumber dari Aqidah, Syari’ah, dan Akhlak yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-sunah Nabi SAW.
Penulis: Dani Putra/Ketua PDPM Kota Depok