JAKARTA, MENARA62.COM – Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mengingatkan kaum ibu agar tidak pernah menambahkan zat perasa pada makanan pendamping ASI untuk bayinya. Sebab penambahan zat perasa pada makanan pendamping ASI seperti garam atau gula justeru akan membahayakan anak itu sendiri dikemudian hari.
“Ibu-ibu harus ingat bahwa ASI tidak ada rasanya. Tetapi nutrisinya sangat tinggi. Jadi Tuhan sudah kasih anak-anak makanan tanpa rasa,” kata Menkes Nila F Moeloek pada puncak Peringatan Hari ASI Sedunia, Rabu (7/8/2019).
Ia mengakui sebagian besar ibu-ibu jika membuat makanan pendamping ASI sudah diberikan tambahan zat perasa, terutama garam dan gula. Harapannya dengan zat perasa tersebut nafsu anak untuk makan akan meningkat.
Tetapi, lanjut Menkes, penambahan zat perasa pada MPASI justeriu berbahaya bagi anak. Kebiasaan mengonsumsi makanan dengan rasa asin atau manis ini akan terus berlanjut dan terus meningkat seiring pertumbuhan badannya.
“Kita tahu garam dan gula jika dikonsumsi berlebihan bisa menimbulkan penyakit hipertensi dan diabetes mellitus,” tambah Menkes.
Menkes menjelaskan pentingnya ASI ekslusif dan pola pengasuhan bagi tumbuh kembang anak. Karena ASI akan mempererat ikatan emosional antara ibu dan anak sehingga diharapkan akan menjadi anak dengan ketahanan pribadi yang mampu mandiri.
Menurut Menkes, menyusui merupakan salah satu investasi terbaik untuk kelangsungan hidup dan meningkatkan kesehatan, perkembangan sosial, serta ekonomi individu. Angka kematian bayi menjadi salah satu indikator penting untuk mengetahui derajat kesehatan di suatu negara, dan bahkan untuk mengukur tingkat kemajuan suatu bangsa.
Salah satu cara untuk menekan angka kematian bayi adalah dengan memberikan makanan terbaik, yaitu air susu ibu (ASI). Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dapat mengurangi hingga 13 persen angka kematian balita.
Studi dari The Global Breastfeeding Collective, pada 2017 menunjukkan bahwa satu negara akan mengalami kerugian ekonomi sekitar $300 milyar pertahun akibat rendahnya cakupan ASI Eksklusif yang berdampak pada meningkatnya risiko kematian ibu dan balita serta pembiayaan kesehatan akibat tingginya kejadian diare dan infeksi lainnya.
Pemerintah terus berkomitmen memberikan pembinaan dan dorongan kepada para ibu agar berhasil dalam inisiasi menyusu dini (IMD), memberikan ASI eksklusif (hanya ASI saja sampai usia 6 bulan), dan meneruskan pemberian ASI sampai berumur 2 tahun atau lebih didampingi makanan pendamping yang tepat. Selain itu, Kemenkes juga menyuarakan agar anak senantiasa mendapat pola pengasuhan yang tepat untuk tumbuh kembang yang optimal.
Aksi bersama diperlukan untuk mencapai sasaran World Health Assembly (WHA), yaitu minimal 50% pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pada tahun 2025. Berbagai hambatan yang dihadapi untuk dapat menyusui secara optimal, salah satu yang terbesar adalah kurangnya dukungan bagi orang tua di tempat kerja.
Keberhasilan menyusui diakui Menkes merupakan upaya bersama, membutuhkan informasi yang benar, dan dukungan kuat untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan ibu dapat menyusui secara optimal. Meskipun menyusui adalah keputusan ibu, namun akan lebih baik adanya dukungan kuat dari para ayah, keluarga, teman, tempat kerja dan masyarakat. Karena menyusui melibatkan ibu dan pendukung terdekatnya atau ayah, sehingga dibutuhkan perlindungan sosial orangtua yang adil gender terkait dengan menyusui menjadi sangat penting.
Perlindungan sosial orangtua yang adil gender mencakup beberapa hal, seperti cuti hamil/melahirkan bagi ibu, bahkan cuti berbayar, serta dukungan tempat kerja dapat membantu menciptakan lingkungan yang memungkinkan untuk dapat menyusui, baik pada sektor kerja formal maupun informal.
Pekan ASI Sedunia 2019 difokuskan pada kebijakan dan peraturan tentang perlindungan sosial orangtua, tempat kerja ramah orangtua dalam sektor formal dan informal, dan nilai-nilai ramah orangtua dan norma sosial kesetaraan gender.
Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat, dr. Kirana Pritasari, MQIH mengatakan Pekan ASI Sedunia tahun ini diharapkan seluruh pihak turut berperan serta dalam upaya pemberdayaan keluarga, terutama ayah dan ibu agar ibu dapat menyusui sesuai rekomendasi Pemberian Makanan Bayi dan Anak.
“Dengan mendukung setiap ibu agar berhasil menyusui akan berkontribusi pada pencegahan stunting, sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia di masa mendatang,” kata Dirjen Kirana.
Rangkaian kegiatan Pekan ASI Sedunia 2019 akan diselenggarakan baik di tingkat pusat maupun daerah. Kegiatan itu berupa kampanye tentang ASI, workshop, seminar, talkshow, dan lomba terkait ASI.
“Sehubungan dengan hal tersebut, saya mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mendukung dan berperan aktif dalam berbagai kegiatan Pekan ASI Sedunia tahun 2019, yang pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi ibu untuk dapat melaksanakan praktik menyusui di rumah, tempat kerja, maupun di lingkungan sekitar ibu,” ucap Dirjen Kirana.