28.8 C
Jakarta

Menristekdikti Dorong Perguruan Tinggi dan ISEI Tingkatkan Pendapatan UMKM

Baca Juga:

SEMARANG, MENARA62.COM – Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mendorong perguruan tinggi dan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), terutama ISEI Semarang untuk fokus meningkatkan pendapatan Usaha Mikro, Kecil dan, Menengah (UMKM) melalui penerapan teknologi. Sektor yang secara umum belum banyak diperhatikan perguruan tinggi ini menjadi penopang perekonomian Indonesia.

“Pertumbuhan ekonomi yang ada di kita itu basisnya ekonomi kerakyatan. Ekonomi rakyat harus baik, maka UMKM harus digerakkan. Apa yang harus dilakukan sekarang dengan teknologi yang begitu cepat (untuk mendorong UMKM)?” ungkap Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Semarang 2016 – 2019 dalam siaran persnya, Senin (22/7/2019).

Menristekdikti hadir dalam Rapat Pleno Pertanggungjawaban Kepengurusan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Periode 2016 – 2019 di Universitas Stikubank (Unisbank), Semarang pada Senin (22/7). ISEI Semarang menampung keanggotaan lulusan program studi terkait ekonomi dan bisnis dari seluruh kota di Jawa Tengah, selain Salatiga dan Purwokerto yang memiliki ISEI sendiri.

“ISEI berkontribusi bagaimana memberikan nilai tambah terhadap satu produk yang dijual. Jangan hanya kita memberikan pelatihan tentang tata cara, tapi bagaimana menggandengkan inovasi-inovasi perguruan timggi dengan masyarakat kecil,” ungkap Menteri Nasir.

Salah satu sektor UMKM yang paling banyak adalah makanan dan minuman, namun masih sedikit teknologi yang diterapkan untuk memastikan makanan UMKM ini higienis dan tahan lama.

“Pernahkah kita membayangkan masakan yang terkenal, misalnya sayur lodeh bisa tahan lama. Kalau saya mau makan ini, tahannya berapa lama? Paling empat – lima jam sudah basi. Bisakah kita mencari teknologi supaya ekonomi rakyat meningkat? Makanannya bisa tahan satu atau dua bulan?” harap Menteri Nasir.

Kemenristekdikti sendiri selama lima tahun terakhir sudah mencoba menerapkan teknologi pengemasan yang memastikan makanan tidak mengandung mikroba yang akan membusukkan makan tersebut.

“Kami kembangkan di Jogja, tepat di Gunung Kidul. Ternyata Gudeg Bu Citro bisa tahan enam bulan tanpa bahan pengawet. Cirebon terkenal dengan empal gentong, bisa tahan enam bulan. Kalau di Sumatera, di Riau ada patin asam pedas, bisa tahan enam bulan,” ungkap Menristekdikti.

Teknologi pengemasan yang higienis ini masih jarang diterapkan di kalangan UMKM, padahal apabila diterapkan, ada nilai tambah dan pemasukan UMKM dapat meningkat.

“Di Kebumen itu saya membina industri kecil, sate ambal. Sate itu hanya diproduksi satu hari kapasitas produksinya 40 – 50 ekor ayam. Tapi karena masakannya enak, bagaimana kalau kita bantu sistem pengemasannya? Teknologi saya masukkan di situ. Akhirnya sate ambal mampu bertahan selama enam bulan juga tanpa bahan pengawet. Enam bulan ini ternyata memberi nilai tambah. Sekarang rumah pemiliknya bagus, punya mobil. Bagaimana ekonomi kerakyatan harus kita dorong,” ungkap Menteri Nasir.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!