27.8 C
Jakarta

Menyusuri Langgar Kidoel, Saksi Sejarah Berdirinya Muhammadiyah

Baca Juga:

HARI masih pagi, Yogyakarta yang istimewa itu memang benar benar terasa istimewa. Hawa paginya dingin awannya abu-abu putih bercampur orange khas pagi. Dari Plengkung Nirbaya yang mengarah ke alun-alun Kidul Keraton Yogyakarta tampak gagah namun ramah, menunjukkan letak di sanalah kraton Yogyakarta berdiri, di sanalah masjid Besar Yogyakarta berada.

Saya ke Keraton Yogyakarta dahulu, seolah digerakkan untuk memberi salam pada Yogyakarta bahwa saya telah datang. Baru setelah itu dari kraton, saya berjalan kearah kiri, di situ ada perkampungan. Saya mengambil arah ke kanan, melewati gang-gang kecil kampoeng  ‘Kauman’.

Saya mengambil lagi jalan kekiri dan di tempat itulah saya mendapati “Langgar Kidul Haji Achmad Dahlan’. Langgarnya pendiri Muhammadiyah ‘Sang Pencerah’, bila dilihat dari filmnya Hanung Bramantya yang mengisahkan perjalanan Kyai Dahlan dalam mendirikan Muhammadiyah.

Achmad Dahlan atau Kyai Dachlan adalah Putra dari Abu Bakar, ulama besar di masjid kasultanan Yogyakarta. Ketika berumur lima belas tahun, Achmad Darwis, demikian nama kecilnya, sudah menunaikan ibadah haji dan menuntut ilmu di Mekkah. Sungguh dari usia ini, dan apa yang dilakukan, sudah dapat dilihat keberanian putra Abu Bakar ini dalam mencari ilmu. Bisa dipastikan bila dalam pencarian ilmu ini Achmad Darwis pemberani, maka dalam penerapannya bisa dipastikan pula akan pemberani seperti saat menuntut ilmunya.

Benarlah kiranya, dari nama Achmad Darwis sepulang dari Mekkah berganti nama menjadi Ahmad Dachlan. Beliau pada tanggal 18 November 1912 mendirikan Muhammadiyah.

Namun dalam pendirian organisasi ini, Achmad Dahlan mengalami banyak rintangan yang berat, dari ulama kraton dan dari lingkungan kampung Kauman sendiri. Pembaruan-pembaruannya tentang ajaran sunah terus ditentang. Sampai puncaknya, Langgar Kidul Kyai Dachlan yang merupakan tempat ibadah dan pendidikan dirobohkan oleh warga yang merupakan utusan dari penasehat agama kraton.

Saya menyusuri Langgar Kidul, saksi sejarah berdirinya Muhammadiyah

Tentunya suatu pemandangan yang miris kejadiannya. Tiang dan atap langgar luluh lantak rata dengan tanah. Padahal awal mulanya semua dibangun dengan semangat tinggi dan taqwa pada Allah SWT.

Maka dengan segala kerelaan hati Achmad Dahlan mengisi semuanya. Pengorbanan tidak hanya dari moril saja namun materiil yang jumlahnya tak terhitung lagi.

Dilukiskan oleh Hanung dalam film itu, Nyai Dachlan, sang istri tercinta rela menyumbangkan sekotak emas perhiasannya demi mendukung dan mewujutkan cita-cita suaminya. Seperti ketika Khadijah istri Rosulullah yang selalu mendukung dan mendanai perjuangan Nabi Muhammad SAW

Saya yang saat ini sedang memandang Langgar Kidul itu seolah merasakan peristiwa yang terjadi waktu itu. Seolah memandang dengan jelas, hingga saat kyai Dachlan yang putus harapan dan memutuskan untuk berhijrah.

Air mata saya sempat mengalir mengingat peristiwa ini. Saya berusaha menyusun peristiwa itu dan menjadikannya sebagai sebuah sejarah pemikiran yang saya ‘pikuld huwur, pendhem jero’, ( bhs Indonesia:pikul tinggi,pendam dalam). Artinya benar-benar disimpan baik-baik dalam hati dan pikiran untuk dijadikan semangat dalam hidup. Bahwa bila menemui kesulitan sebetulnya tidak boleh cepat berputus asa, karena pelaku sejarah besar ini makin pedih menemui kesulitan di jaman itu.

Namun tentunya Allah tidak menghilangkan susah payah Achmad Dahlan dalam memperjuangkan jalan Allah itu. Di saat niat bulat berhijrahnya karena rasa yang sudah tidak ada jalan lain lagi selain berhijrah. Berbarengan dengan waktu tersebut, pihak kraton sudah mempelajari dan memperbolehkan Muhammadiyah berkembang di Yogyakarta. Kyai Dachalan disusul dalam hijrahnya dimohon kembali ke Yogya lagi.

Termenung, kagum, melihat langgar Kidul ini. Bangunannya berlantai dua ada tangga kecil yang menghubungkannya dari bawah khas bangunan lama. Di dekatnya ada rumah Kyai Dahlan, bangungan tembok kuno dengan teras hijau menghadap ke langgar. Terharu mengenang, sebab dari sinilah lahirnya semua rumah sakit Muhammadiyah, Universitas dan berbagai pendidikan muhammadiyah yang kini sudah dinikmati para pendidik dan peserta didiknya. Karena Muhammadiyah yang didirikan kyai Dachlan itu bergerak di bidang pendidikan dan kesehatan ummat.

Dari sini pulalah lahir Panglima Besar Jendral Soedirman yang kepiawaiannya diakui dunia. Karena Soedirman muda lahir dari kepanduan Hizbul Wathan Muhammadiyah. Soedirman Sang Jendral yang bisa menjemput para proklamator dari pengasingannya dengan tanpa syarat. Dunia telah menghormati Soedirman, lawan dan kawan teramat segan.

Semua mengakui keberadaanya. Namun siapa yang menyangka jika itu semua bisa terjadi. Karena dulu Acmad Dahlan yang mengenalkan ajaran kembali kepada sunah ditentang habis-habisan oleh lingkungan dan ulama kraton Yogyakarta. Langgar Kidul sudah dirobohkankan, bangunan yang disayangi achmad Dahlan dengan segenap jiwanya, siswa-siswanya yang dicintai kocar-kacir ketakutan. Achmad Dahlan lunglai hingga memutuskan hijarah saja. Untunglah Sultan tidak menghendaki semua itu terjadi, Achmad Dahlan di panggil kembali untuk dipersilahkan membangun Muhammadiyah sesuai dengan jamannya.

Langgar Kidul berdiri kembali, khalayak menyambutnya dengan persaudaraan sesama. Langgar Kidul saksi monumental yang tidak bisa diingkari lagi. Dia berdiri mengawasi Muhammadiyah yang kian maju sepeerti yang dicita-citakan Achmad Dahlan.

Semua dilukiskan Hanung Bramantya dalam film “Sang pencerah” dengan apik. Bisa membuat para pemirsa menyadari bahwa Langgar Kidul yang dibangun Kyai Haji Achmad Dahlan adalah asal dari sejarah besar perkembangan jaman yang tidak boleh dilupakan, beserta para pendukungnya. Jangan sampai terjadi Kacang Lupa Akan Kulitnya.

Saya meninggalkan langgar, dengan rasa berat tak terlukiskan. Ingin rasanya saya menunggui bangunan ini dan memeluknya sehingga terlepas kerinduan pada pemimpin sejati yang arif. Namun keinginan itu tentunya mustahil dilakukan, langgar Kidoel bukan milik saya, maka saya tidak bisa melakukan keinginan saya itu. Saya hanya bisa mengunjunginya ketika hari libur tiba, sebagai seorang wisatawan.

Beberapa meter dari langgar, terdapat makam Nyai Dachlan yang sudah dikukuhkan menjadi Pahlawan nasional, di tembok ada beberapa foto Kauman Tempo Doeloe. Air mata saya sudah kering terhibur pemandangan ini, terutama didekatnya ada SD MUHAMKA, SD Muhammadiyah Kauman yang berdiri asri. Makin membuat hati saya tenang dan penuh harapan bahwa generasi ini tidak akan pernah melupakan kesejarahan yang maha dasyat ini.

Ditulis oleh:

Oleh: Dra. Novi Saptina, Guru SD Muhammadiyah 1 Surakarta.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!