33.4 C
Jakarta

Meriahkan Indo Livestock 2024 Expo dan Forum, SMK 1 Pemda Ponorogo Kenalkan Susu Pasteurisasi Hingga Pupuk Organik Kotoran Sapi

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Mengolah kotoran sapi menjadi pupuk organik menjadi hal yang sudah biasa dan telah banyak dilakukan oleh komunitas, masyarakat maupun organisasi dan instansi. Namun ketika pupuk organik kotoran sapi dihasilkan oleh siswa SMK, itu menjadi hal yang istimewa. Di tengah kehidupan anak remaja yang belakangan kecanduan telepon genggam dan media sosial, ternyata masih ada anak-anak remaja yang mau terjun bergelut dengan kotoran sapi untuk menyulapnya menjadi pupuk organik.

Itulah yang dilakukan siswa SMK 1 Pemda Ponorogo. Sekolah vokasi di bawah kelola organiasi Nahdlatul Ulama tersebut menjadikan pupuk organik berbahan kotoran sapi sebagai salah satu produk unggulan yang dihasilkan oleh siswa. Pupuk tersebut tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan petani di sekitar area peternakan tetapi juga kota-kota lain di luar Ponorogo.

Di jumpai di area Indo Livestock 2024 Expo dan Forum yang digelar Kemendikbudristek di JCC, Aris Nur Mahmudi, siswa kelas XI SMK 1 Pemda Ponorogo mengaku senang bisa belajar membuat pupuk organik dari kotoran sapi. “Kotoran sapi di daerah kami sangat melimpah. Biasanya dibuang begitu saja oleh warga. Saya baru tahu bahwa kotoran sapi bisa disulap jadi pupuk organik cair dengan kemasan menarik dan harga yang mahal setelah belajar di SMK 1 Pemda,” ujar Aris.

Anak pertama dari dua bersaudara tersebut mengaku sebelum sekolah di SMK 1 Pemda Ponorogo, kotoran sapi yang dihasilkan dari 3 ekor sapi miliknya dibuang begitu saja di saluran air atau kadang di pekarangan. Meski menimbulkan bau kurang sedap, tetapi apa boleh buat. “Hanya cara itu yang bisa saya lakukan. Kedua orang tua saya juga melakukannya sejak dulu,” katanya.

Aris yang lahir dan besar di lingkungan keluarga peternak awalnya tidak tahu kalau kotoran sapi bisa disulap menjadi pupuk organik baik dalam bentuk cair maupun padat. “Saya belajar di SMK, dan kini bisa buat pupuk sendiri,” tambahnya.

Selain belajar tentang membuat pupuk organic berbahan baku kotoran sapi, Aris juga belajar bagaimana mengolah susu murni dalam kemasan yang lebih menarik dan varian rasa yang enak. Selama ini susu sapi yang diperahnya hanya dijual dalam bentuk mentah. “Ternyata setelah susu melalui proses pasteurisasasi, selain masa simpan lebih panjang, harga jualnya juga lebih mahal,” tambahnya.

Sebagai perbandingan, Aris menjual susu murni hasil perahan sapinya seharga Rp7.000 hingga Rp8.000 per liter. Ketika susu sudah melalui proses pasteurisasi dan dikemas dalam kemasan botol, nilai ekonominya naik menjadi Rp30.000 hingga Rp32.000 per liter. “Kami menjual susu pasteurisasi kemasan botol 250 ml seharga Rp8.000. Artinya harga susu menjadi Rp32.000 per liter. Modalnya botol seharga Rp1.400 per botol,” terang Aris.

Aris tidak sendiri. Ada puluhan anak-anak peternak yang bergabung di SMK 1 Pemda Ponorogo. Mereka yang sejatinya sudah mahir sebagai peternak, hanya membutuhkan sedikit penyesuaian agar profesi yang digeluti lebih menghasilkan cuan.

Siswa Sudah Mahir Beternak

Kepala SMK 1 Pemda Ponorogo Didik Eko S mengatakan bahwa sebagian besar siswa SMK 1 Pemda Ponorogo merupakan peternak. Mereka lahir dan besar dari keluarga peternak. “Karena itu mereka sebenarnya sudah sangat mahir kalau urusan beternak sapi perah. Ibarat kata ketika siswa disuruh praktik terkait merawat sapi, kalau siswa lain bisa membutuhkan waktu 4 jam, maka siswa kami paling cukup 30 menit selesai. Mereka memang sudah mahir sebagai peternak sapi perah,” jelas Didik Eko.

Bahkan siswa SMK 1 Pemda Ponorogo umumnya sudah memiliki sapi sendiri. Ada yang memiliki sapi pemberian dari orang tua, ada yang berkongsi dengan teman, ada juga yang hasil meminjam modal di bank. “Satu siswa bisa punya 3 atau 5 ekor sapi,” terangnya.

Mengingat siswa memang sudah mahir beternak sapi, maka pembelajaran di SMK lebih kepada bagaimana meningkatkan softskill siswa. Misalnya saja bagaimana mengolah susu segar menjadi memiliki nilai ekonomi lebih tinggi. Atau mengolah kotoran sapi menjadi pupuk organic. Juga bagaimana memasarkan produk susu, membuat konten-konten menarik untuk menawarkan produk susu maupun produk peternakan lainnya.

Meski sudah mahir sebagai peternak, tak urung ketrampilan-ketrampilan lain yang mendukung profesi sebagai peternak sapi perah sangat dibutuhakn. Itu sebab SMK 1 Pemda Ponoogo sering mendatangkan pakar dibidang peternakan, praktisi dan orang-orang yang memang paham dengan sapi perah.

Kepala SMK 1 Pemda Ponorogo Didik Eko (no dua dari kiri) dan Wakasek Mungin Pribadi (paling kanan) berfoto bersama siswa dan pengunjung pameran

SMK 1 Pemda Ponorogo jelas Didik Eko resmi berdiri pada 2013, awalnya sekolah ini membuka jurusan Teknik sepeda motor dan Multi Media. Namun pada 2021, sekolah ini membuka jurusan baru yakni agribisnis dengan prodi peternakan dan pertanian.

Ide membuka jurusan agribisnis peternakan lanjut Didik Eko bermula dari keprihatinannya terhadap limbah kotoran sapi yang jumlahnya sangat besar mencapai rata-rata 300 ton per hari. Limbah tersebut dibuang oleh peternak langsung ke kali Keyang yang muaranya di waduk Bendo pada pagi dan sore hari.

“Di Ponorogo ada sekitar 15 ribu ekor sapi. Jika kotorannya dibuang ke waduk setiap hari dalam volume lebih dari 300 ton, tentu ini akan menjadi ancaman serius pada lima atau 10 tahun mendatang,” tambahnya.

Tidak hanya itu, sebagai sentra sapi perah yang menghasilkan susu sapi murni dalam jumlah lebih dari 10 tangki per hari, ternyata Ponorogo juga mencatat prevalensi stunting yang cukup tinggi. Ini mengindikasikan bahwa konsumsi susu pada anak-anak balita juga masih rendah.

“Kami lantas berinisiatif bagaimana anak-anak tertarik untuk mengonsumsi susu secara rutin tiap hari dalam jumlah yang mencukupi,” jelas Didik Eko.

Itu sebabnya SMK 1 Pemda Ponorogo kemudian berinisiatif mengolah susu sapi murni menjadi susu kemasan botol dengan varian rasa yang beragam yang disukai lidah anak-anak. “Kami melakukan pasteurisasi susu sapi segar dengan tujuan memperpanjang umur simpan susu melalui pemanasan pada suhu tertentu dibawah titik didih susu dan hasil produk olahannya masih mempunyai bentuk dan rasa seperti susu segar. Tujuannya agar anak suka mengonsumsi susu,” ujar Didik Eko.

Diakui Didik Eko, menarik minat anak-anak Ponorogo untuk mau belajar di SMK 1 Pemda bukan persoalan gampang. Umumnya anak-anak enggan melanjutkan sekolah karena terbentur biaya. Selain itu, potensi Ponorogo sebagai sentra sapi perah juga membuat anak-anak lebih memilih melanjutkan profesi yang diturunkan orang tua sebagai peternak.

“Jadi kami melihat potensi yang ada di masyarakat. Potensi daerah peternakan dan SMK ini kemudian menyesuaikan. Tujuannya tentu ingin memberikan nilai lebih pada peternak sapi tradisional sekaligus mengajak anak untuk melanjutkan sekolah,” jelas Didik Eko.

Garap Potensi Masyarakat

Awal jurusan peternakan dibuka, SMK 1 Pemda Ponorogo berhasil menarik minat 39 siswa. Namun dalam perjalanan waktu, mereka berguguran sehingga menyisakan 9 anak yang tidak putus sekolah. Lalu tahun kedua beroperasi, SMK 1 Pemda Ponorogo melakukan inovasi sekolah sambal bekerja, sekolah sambal wirausaha yakni mengolah susu dan mengolah limbah. Model sekolah seperti ini, siswa tidak hanya belajar tetapi juga dapat menghasilkan uang.

“Uang dihasilkan dari bekerja mengolah susu dan mengolah limbah. Rata-rata dalam sehari siswa bisa mengantongi uang 50 ribu sampai 100 ribu rupiah, tergantung jumlah produksi. Strategi ini cukup berhasil. Jumlah siswa yang melanjutkan semakin bertambah. Pagi kita ajar siang kita karyakan, sekolah gratis dan mereka dapat upah,” ujar Mungin Pribadi, Wakil Kepala SMK 1 Pemda Ponorogo dijumpai di lokasi yang sama.

Menggunakan brand Susuko, susu pasteurisasi produk siswa SMK 1 Pemda Ponorogo kini sudah dijual di warung-warung, agen dan sekolah-sekolah di wilayah Ponorogo. Dalam satu hari rata-rata dapat mengolah 6 ribu liter susu. “Susuko ini masih murni susu sapi, kami hanya menambah esense dan menyajikan dalam kemasan botol plastic agar lebih menarik,” tambah Mungin.

Susuko, susu pasteurisasi produk siswa SMK 1 Pemda Ponorogo

Menurut Mungin, mengolah susu sapi dalam varian rasa yang berbeda dan kemasan yang menarik telah menambah nilai ekonomi susu sekitar 80 persen dari susu murni biasa. “Susu mentah dijual Rp7.000 hingga Rp8.000 per liter. Lalu setelah proses pasteurisasi, satu liter susu harganya bisa Rp30.000 hingga Rp32.000,” katanya.

Sedang untuk produk pupuk dengan brand Super Tefa, kini sudah banyak dimanfaatkan oleh petani di sekitar Ponorogo. Pupuk organic tersebut berfungsi merangsang pertumbuhan tanaman, memperbaiki struktur tanah dan menyuburkan tanaman.

Dua produk unggulan dari siswa SMK 1 Pemda Ponorogo yang dibawa ke “Indo Livestock 2024 Expo dan Forum” tersebut banyak menarik perhatian pengunjung.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!