Dalam sejumlah literatur tasawuf akan sangat mudah kita jumpai orang-orang yang menempuh jalan Tuhan (salik), yang begitu dekatnya kepada Tuhan, jiwanya melangit, tetapi raganya tetap membumi penuh ketundukan dan ketawadukan.
Mereka justru tidak ingin kedekatan emosional-spiritualnya dengan Tuhan diketahui oleh orang-orang lain di sekitarnya. Mereka berusaha sekuat tenaga untuk menyembunyikan rahasia dirinya dengan Tuhannya. Mereka ingin tampil wajar dan apa adanya ketika berhubungan dengan sesama. Biarlah keintiman dengan Tuhan menjadi rahasia, yang hanya mereka dan Tuhan yang tahu.
Tidak sedikit di antara mereka yang memiliki kemuliaan (karamah) sebagai anugerah terindah dari Sang Kekasih. Meski demikian, tidak kemudian menjadikan mereka orang-orang yang bangga diri, ‘ujub apalagi sombong (takabbur) atas apa yang mereka dapatkan.
Sekarang, lihatlah sikap serta perilaku keberagamaan masyarakat (muslim) saat ini. Banyak di antara mereka yang justru ingin menunjukkan aktivitas ibadah (relasi spiritual) mereka. Seolah mereka ingin terlihat sebagai orang-orang yang agamis dan relijius.
Lebih-lebih saat ini, ketika media sosial menjadi sarana paling efektif untuk mengabarkan kepada dunia tentang apa saja aktivitas yang tengah atau telah dilakukan oleh setiap orang. Tak terkecuali aktivitas yang seolah-olah menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang punya semangat keberagamaan yang tinggi.
Penggunaan simbol-simbol agama yang begitu massif, yang seringkali hanya menjadi bungkus luar, dan tidak selalu menunjukkan isi yang sesungguhnya, adalah salah satu indikasi sikap keberagamaan sebagian masyarakat muslim saat ini, yang ingin terlihat bahwa mereka adalah orang-orang yang agamis.
Tidak salah memang, tetapi tidak sepenuhnya benar. Justru penampakan semangat keberagamaan yang sebatas pada simbol-simbol, juga jargon-jargon, seringkali mereduksi substansi serta nilai dari ajaran-ajaran agama itu sendiri.
Jika kembali pada awal tulisan ini, tampaknya, ada yang hilang dari sikap keberagamaan umat Islam akhir-akhir ini. Sikap yang dulu dimiliki oleh para salafushshalih, para awliya, para kekasih Allah. Mereka yang jiwanya sudah melangit, tetapi raganya tetap membumi. Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang tidak ingin dikenal di bumi, tetapi masyhur di langit.
Ruang Inspirasi, Sabtu (25/7/2020).