YOGYAKARTA, MENARA62.COM – Prof Dr Moh Mahfud MD, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) mensinyalir masih banyak kepala daerah yang melakukan jual beli jabatan. Untuk menghindarkan jual beli jabatan, Mahfud menyarankan agar ada efektivitas pengangkatan pejabat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Moh Mahfud MD mengemukakan hal tersebut kepada wartawan sebelum menjadi keynote speaker pada Sarasehan Kahmi ‘Refleksi Menyongsong 2017’ di Kampus UII Cik Di Tiro Yogyakarta, Senin (2/1/2017). Pembicara sarasehan adalah Prof Sofian Effendi (Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara), Prof Edy Suandi Hamid (Guru Besar Fakultas Ekonomi UII), dan Prof Rochmat Wahab (Rektor Universitas Negeri Yogyakarta).
Lebih lanjut Moh Mahfud menjelaskan pemerintah telah berupaya untuk memberantas kasus jual beli jabatan yaitu Undang-undang Aparatur Negara. Namun undang-undang tersebut ternyata tidak efektif dan kasus jual beli jabatan masih terus berlangsung hingga kini.
“Pemerintah membuat Undang-undang Aparatur Negara bertujuan pertama, agar pemerintah tidak kolusi. Sebab pemerintahan baru, biasanya mengangkat saudaranya untuk menduduki jabatan tertentu. Kedua, untuk mencegah agar untuk menduduki suatu jabatan ada suap menyuap,” kata Mahfud.
Kasus jual beli jabatan, kata Mahfud, masih banyak hingga kini. Karena itu perlu efektivitas agar pengangkatan pejabat seusai dengan ketentuan yang berlaku. “Kalau bahasa guyonnya, Bupati Klaten, Hj Sri Hartini itu hanya apes saja. Apes dalam pengertian ketahuan, sedang yang tidak ketahuan lebih banyak lagi. Di mana-mana disinyalir masih banyak,” kata Moh Mahfud.
Menurut Mahfud, open bidding atau lelang jabatan dinilainya tidak efektif. Sebab sistem tersebut masih bisa ditembus oleh orang-orang yang tidak kompeten. “Ini sejak dulu dan merupakan warisan Orde Baru. Sekarang banyak orang mengeluh kalau ikut seleksi jabatan dan tidak mempunyai channel susah lulus,” tandas Mahfud.
Penulis : Heri Purwata