Suatu ketika, pertengahan tahun 2014, selesai salat magrib di Surau As Syakirin Taman Tenaga Selangor Darul Ehsan Malaysia, seorang teman setengah berbisik berkata kepada saya. Dia mau kasihkan satu unit motor tua merk Yamaha bekas kepada saya. Walaupun bekas, yang namanya kendaraan yang penting masih layak pakai, tentu saya dengan senang hati menerimanya.
Dia menyerahkan kereta atau motor tua itu kepada saya dengan gratis, dan satu syarat. Apa syaratnya? Jika suatu saat tak dipakai lagi, maka serahkanlah kepada jamaah surau yang memerlukannya. Ternyata, dia juga menerima syarat demikian dulu ketika menerima motor itu dari seseorang. Dia menyerahkan motor tua itu karena saya salah seorang jamaah surau.
Demikianlah satu pengalaman yang cukup unik ketika masih sekolah di Malaysia. Dapat motor gratis. Jadi sekitar satu tahun motor itu saya pakai ke kampus UKM dari Hentian Kajang sejauh kira-kira 4-5 Km. Biasanya juga saya pakai ke Kajang kota untuk tukar uang atau belanja di Metro. Walaupun motor tua, masih kuat. Saya pernah bonceng nyonya beli durian di kawasan Sepang arah KLIA2 atau berduaan ke Taman Cempaka Syeksen 3 Bangi, menikmati taman bunga dan burung-burung aneka warna.
Setelah saya submit tesis, urusan ke kampus sudah selesai, tinggal menunggu jadwal ujian viva, maka motor itupun saya serahkan ke teman lain yang belum selesai. Dia juga salah seorang jamaah surau As Syakirin. Setelah itu, saya tidak tahu lagi kelanjutan nasib motor yang penuh manfaat dan selalu menjadi kenangan tersebut.
Pada hari ini, kisah sejenis terjadi lagi pada kami. Walaupun dengan cerita yang sedikit berbeda. Sekitar satu bulan lalu, nyonyaku membaca pengumuman di sebuah grup WA. Bahwa seseorang memiliki sepeda yang tidak dipakai lagi. Dia ingin menyerahkan sepeda itu kepada yang memerlukan. Hanya sepersekian detik saja, nyonyaku langsung menjawabnya sebelum ada orang lain mendahului.
Singkat cerita dibuat perjanjian untuk bertemu dan serah terima sepeda tersebut. Masih kuat dan bagus. Tentu bukan baru lagi. Kalau tidak salah harga awalnya itu bisa menjadi 4-5 juta Rupiah di Indonesia. Jadi sekarang, jika harus dijual mungkin seharga dua jutaanlah. Hampir separuh gaji pokok saya dalam sebulan.
Setelah selesai serah terima, sepeda itu dititip di rumah temannya nyonya. Seorang gadis mahasiswa program master UoW, asal Sumatera Utara bermarga Damanik yang bekerja sebagai PNS di Dinkes NTT Kupang. Mengapa dititip? Nyonyaku tak bisa naik sepeda atau takut naik sepeda karena sudah sangat lama tidak naik sepeda.
Tadi selesai shalat duhur di Masjid Omar Wollongong, saya datang ke rumah temannya tersebut. Mengambil sepeda. Kulihat masih sangat bagus. Saya bersyukur. Karena sudah lama saya ingin punya sepeda lagi. Terakhir saya punya sepeda saat masih kelas I SMA. Hilang ketika seorang teman pinjam. Katanya mau pergi fotocopy surat undangan rapat pimpinan cabang.
Alhamdulillah, setelah sekian puluh tahun, hari ini Allah SWT menggantinya dengan yang tentu lebih bagus. Insya Allah. Tadi saya coba naiki ternyata kuat dan tidak ada rusaknya. Remnya bagus dan onderdilnya lengkap. Hanya memang sedikit kempes. Mungkin sudah lama tersimpan jadi kurang angin.
Demikianlah adanya. Saya bersyukur bisa dapat sepeda. Paling tidak bisa setiap saat dipakai keliling-keliling dekat rumah, masuk kampus UoW, atau bisa dipakai ke masjid. Semoga Allah SWT. memberikan pahala yang berlipat ganda kepada orang yang memberikan sepeda tersebut. Amiin ya Rabbal alamin.
Penulis: Haidir Fitra Siagian, Gwynneville, Senin (10/6/2019) ba’da Isya