SLEMAN, MENARA62.COM – Dalam rangka merayakan Hari Raya Idul Adha 1444 Hijriah, Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyelenggarakan Kurban bersama kelompok Difabel pada Kamis (29/6) bertempat di Farmhouse Kalijeruk, Ngemplak, Sleman.
Ketua MPM PP Muhammadiyah, M Nurul Yamin menuturkan bahwa agenda ini merupakan kolaborasi dengan kelompok difabel dampingan dari MPM dan melibatkan lebih dari 300 orang dari berbagai macam kelompok-kelompok difabel di Daerah Istimewa Yogyakarta. “Atas dasar itulah, MPM menyelenggarakan Kurban Bersama Difabel bekerjasama dengan para pihak sebagai bagian ikhtiar membangun kebersamaan secara spiritual, juga menumbuhkan solidaritas sosial dan berjamaah secara ekonomi,” tutur Yamin.
Selain itu, Yamin juga menambahkan bahwa agenda ini juga melibatkan banyak relawan dari berbagai instansi dan kelompok, seperti dari berbagai kelompok difabel dampingan MPM di DIY, Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Taruna Tanggap Bencana (TAGANA), ICMI DIY, dan Bengkel Sapi.
Adapun rangkaian acara yang dijalankan ialah pemotongan hewan kurban, yang kemudian didistribusikan ke lebih dari 300 penyandang difabel di DIY. Selain itu, acara ini juga diramaikan dengan outing dan Achievement Motivation Training (AMT) yang melibatkan anak-anak difabel.
Ketua Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Bangun Akses Kemandirian (Bank) Difabel Ngaglik, Kuni Fatonah, sebagai kelompok dampingan MPM sekaligus salah satu mitra penyelenggara acara turut mengapresiasi telah dilibatkan dalam penyelenggaraan. “Tentunya ini menjadi bagian dari kerja-kerja kami bersama dengan MPM yang selalu senantiasa mendukung kami para kelompok difabel,” tutur Kuni.
Kuni juga berharap, agenda ini dapat berkelanjutan dan kelompok difabel dapat terus dilibatkan untuk berkontribusi secara aktif seperti agenda yang berlangsung hari ini.
Kurban sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan
Lebih lanjut, Yamin menyoroti tingginya angka kemiskinan dan kesenjangan di Indonesia yang mencapai 9,5 %. Begitupun survei status gizi nasional menunjukkan angka stunting atau anak kurang gizi mencapai 21,6 %. Ia menambahkan, untuk pengentasan hal tersebut perlu perbaikan dalam memahami, mengartikulasikan maupun mengimplementasikan ajaran luhur Islam.
“Bagaimana agar ritual kurban dan haji bukan saja berdimensi spiritual semata, tetapi secara kongkrit mampu mengatasi persoalan sosial seperti kemiskinan dan stunting seperti di atas. Apabila dikelola secara sistemik, sinergis, dan kolaboratif akan mampu menjadi alternatif jawaban atas problematika tersebut,” tambah Yamin.
Yamin kemudian memaparkan beberapa alasan yang bisa dikemukakan atas pendapatnya tersebut:
Pertama, kurban dan haji adalah cerminan kesalehan sosial seseorang. Dengan kesalehan sosial maka spirit tolong menolong akan mampu menjadi fondasi dan modal sosial yang ampuh untuk memangkas kemiskinan dan mempersempit jarak kesenjangan.
Kedua, nilai ekonomi kurban dan haji merupakan modal utama yang mampu mendinamisir gerakan ekonomi kerakyatan secara massif. Misalnya saja, untuk kebutuhan hewan kurban tahun 2023 ini sebagaimana disampaikan Menteri Pertanian Republik Indonesia diproyeksikan mencapai 1.743.501 ekor (Antara: 26 Juni 2023) dari berbagai jenis hewan. Ini baru dari sisi hewan saja, belum lagi sektor pakan, konsumsi, bumbu-bumbu dapur untuk memasak, perlengkapan kurban, transportasi, tenaga anak kandang, dan lain-lain. Ditambah kebutuhan untuk haji dan hewan dam haji yang dilaksanakan bersamaan dengan hari raya kurban tentu nilai ekonomi kurban dan haji akan mencapai puluhan triliun bahkan ratusan triliun sehingga akan mampu menggerakkan roda ekonomi kerakyatan sekaligus membangun ekosistem ekonomi kurban dan haji secara komprehensif.
Ketiga, membuka kesempatan lapangan kerja. Banyaknya unit usaha turunan baik di sektor kurban dan haji akan membuka kesempatan lapangan kerja yang tidak sedikit, terutama di sektor pertanian, peternakan, dan usaha kecil dan mikro sehingga mampu mengurangi angka pengangguran dan sempitnya lapangan pekerjaan.
Keempat, membangun etos sosio, religious entrepreneurship. Peristiwa kurban dan haji akan menciptakan enterpreneur-enterpreneur yang berbasis sosial dan religius, atau dengan kata lain akan mampu menumbuhkan socio religious entrepreneurship. (*)