27.8 C
Jakarta

Muhadjir Effendy : Jangan Ada Mahasiswa PTMA Jadi Ektrimis

Baca Juga:

YOGYAKARTA, MENARA62.COM — Prof Dr H Muhadjir Effendy MAP, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Pendidikan; Penelitian dan Pengembangan; dan Kebudayaan mengingatkan kepada pengelola Perguruan Tinggi Muhammadiyah – Aisiyah (PTMA) agar lebih jeli mengawasi mahasiswanya. Muhadjir Effendy meminta agar jangan sampai ada mahasiswa PTMA terjerembab dalam gerakan ektrimis. Sebab untuk mengembalikan nama baik PTMA membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit.

Muhadjir Effendy mengungkapkan hal tersebut pada Rapat Kerja Nasional (Rakornas) Bidang Kemahasiswaan Perguruan Tinggi Muhammadiyah-Aisiyah (PTMA) di Yogyakarta, Jumat (9/11/2018). Rakornas yang diselenggarakan Universitas Ahmad Dahlan (UAD) dan Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) PP Muhammadiyah diikuti kurang lebih 103 pengelola PTMA dari seluruh Indonesia.

“Mending tenaga, beaya dan waktu digunakan untuk mengurus hal-hal yang strategis untuk kemajuan PTMA. Bukan digunakan untuk mengurus hal-hal yang kecil,” kata Muhadjir Effendy yang juga Meteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) ini.

Lebih lanjut Muhadjir Effendy mengatakan saat ini jumlah PTMA ada 173 dan tersebar di wilayah Indonesia. Bahkan jumlah PTMA lebih banyak dibandingkan dengan perguruan tinggi milik pemerintah. “Keberadaan PTMA dapat menyakinkan keberadaan Muhammadiyah di mata pemerintah. Sebab tidak ada sepeser pun bantuan pemerintah sehingga tidak ada orang yang protes,” kata Muhadjir.

Menurut Muhadjir, perkembangan pesat PTMA terjadi pada tahun 1970-1980. Saat itu, masih mudah untuk mendirikan perguruan tinggi. Namun setelah itu, pemerintah memperketat pendirian perguruant tinggi. “Momentum mudah mendirikan perguruan tinggi hanya sesaat. Karena itu, jangan sia-siakan momentum. Jika ada momentum ambil, karena momentum tidak akan datang lagi,” tandasnya.

Sementara Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, Prof H Lincolin Arsyad, MSc, PhD mengatakan mahasiswa merupakan entitas bangsa yang menjadi sumber utama calon kader dan pemimpin bangsa. Mereka akan mewujudkan tujuan negara, yakni memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Hari ini, kata Lincolin, mereka menjadi mahasiswa, tetapi esok mereka menjadi pemimpin. Mahasiswa merupakan kaum cendekia yang berkutat bukan hanya dengan persoalan studinya, tetapi juga dengan upaya untuk membangun peradaban bangsa menuju tata kehidupan yang adil dan makmur.

Kata Lincolin, kehadiran Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah (PTMA) diharapkan mampu memimpin perjalanan sistem pendidikan tinggi di Indonesia melalui lulusan-lulusannya. Para lulusan PTMA diharapkan mampu menjadi pemimpin gerakan membangun peradaban bangsanya secara konkret melalui kontribusi nyata dalam peran dan kedudukannya di semua tata kehidupan berbangsa dan bernegara.
Standar pembinaan kemahasiswaan dan alumni dalam lingkup PTMA menjadi bagian terpenting dalam upaya untuk mewujudkan calon generasi muda
Berkemajuan. Yakni generasi bangsa yang selalu menjadi inisiator dan sumber inspirasi bagi perjalanan bangsa menuju masyarakat yang sejahtera, cerdas, tertib, dan adil.

“Standar tersebut harus mampu mengakomodasi prinsip-prinsip dan nilai-nilai universalitas di Era Revolusi Indistri 4.0 dengan tetap bersumber pada Al-Islam dan
Kemuhammadiyahan,” kata Lincolin.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!