Jakarta – Di tengah derasnya pengaruh ideologi dari luar, Muhammadiyah hadir menjadi benteng yang menjaga Indonesia sebagai darul ahdi wa syahadah (negeri damai dan kesaksian). Hal itu terungkap dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Universitas HAMKA (UHAMKA) bekerja sama dengan Lembaga Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) UHAMKA.
“Muhammadiyah dalam konteks bernegara memandang Pancasila walaupun bukan agama, tetapi jika melihat sila-sila yang terkandung di dalamnya sudah sangat Islami,” kata Ketua Tim Pengabdian UHAMKA. Dr. Jaja Nurjanah, MA, seperti yang diungkapan dalam rilis yang diterima Menara62 pada Selasa (28/12) di Jakarta.
Lebih lanjut, dikatakan Jaja, materi yang disampaikan dalam FGD meliputi konsep darul ahdi wa syahadah, wasathiyatul Islam (konsep pertengahan Islam) dan moderasi beragama. Muhammadiyah sendiri telah final merumuskan Pancasila, NKRI, Bhineka Tunggal Ika dan UUD 1945 sebagai rumusan berbangsa dan bernegara seperti yang ditetapkan pada Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar pada 2015.
“Dengan FGD ini, kita berharap warga Muhammadiyah, khususnya pemuda, tidak terjebak pada paham-paham yang kontraproduktif, seperti ide khilafah, negara Islam dan antipancasila,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, narasumber yang lain, Ai Fatimah Nur Fuad, Lc, M.A., Ph. D, menuturkan moderasi agama merupakan praktik dan konsep dari darul ahdi wa syahadah.
“Moderasi agama menjadi pilihan tepat untuk diimplementasikan agar tercipta darussalam (negara damai),” tambahnya.
Pancasila menjadi rumusan seluruh elemen bangsa dan negara. Umat Islam berperan penting setelah melalui perjalanan panjang dalam merumuskan Pancasila.
“Pancasila tidak hanya mempertimbangkan aspek normatif, tetapi juga historis, sosiologis dan antropologis. Secara komprehensif, diputuskan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia,” katanya.
Pendapat senada disampaikan ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Tangerang Selatan, Banten, Fathur Rahman. Menurutnya, relasi agama dan negara mengalami pro kontra sepanjang sejarah.
“Bahkan, di negara-negara Islam seperti Iran, Pakistan dan Arab Saudi, relasi agama dan negara juga terjadi pro kontra. Implementasinya pun berbeda-beda,” pungkasnya. (*)