BENGKULU, MENARA62.COM — Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nasir mengingatkan, warga Muhammadiyah harus memberikan edukasi literasi yang berkeadaban.
“Media sosial sekarang sangat bebas. Setiap orang bisa memproduksi apa saja, kapan saja tanpa mengenal istirahat. Mereka dapat menciptakan konten apapun yang diinginkan. Kalau media mainstream masih ada kontrol redaksi, tetapi media sosial tidak ada kontrol,” ujar Haedar ketika membuka seminar Pra Tanwir Muhammadiyah, Forum Dialog dan Literasi Media Sosial di Bengkulu, Kamis (14/2/2018).
Menurut Haedar, pengaruh media saat ini ke semua orang. “Bisa jadi para pengambil kebijakan dan para politisi juga terpengaruh oleh konten medsos. Di mesos, yang salah bisa jadi benar, dan akan diterima tanpa tabayun,” ujarnya.
Menurut Haedar, salah sikap yang perlu diwaspadai saat ini adalah sikap yang ingin segera dalam menyampaikan informasi. “Ini juga berbahaya, karena kita tidak sempat mencerna informasi. Karenanya, Muhammadiyah harus bekerjasama dengan pemerintah untuk melakukan gerakan literasi yang berkeadaban, yang dapat menyehatkan dunia informasi ini. Menghilangkan informasi yang membuat kita bodoh,” ujarnya.
Itu sebabnya, menurut Haedar, di forum tanwir, Muhammadiyah akan menggunakan diksi “literasi pencerahan”. Diksi ini harus digelolrakan, sebab cerah itu bagus dan Islam itu mencerahkan.
Menurut Haedar, Muhammadiyah juga mengajarkan hal yang cerdas dan kritis. “Itulah ciri dari orang yang memperoleh petunjuk, ulil albab atau cerdas pemikirannya. Ada kemampuan mengolah dan menyeleksi untuk mendiskusikan teks tanpa harus langsung mengeluarkan atau menyebarkan,” ujarnya.
Makanya,menurut Haedar, generasi milenial itu hrs dibiasakan otaknya mengunyah-ngunyah informasi. “Kalau otak kita terbiasa mengolah maka akan menjadi cerdas,” ujarnya.
Etika
Haedar juga mengingatkan soal etika. Islam mengajarkan tabayun, ukhuwah, dan jangan merendahkan martabat orang lain. “Bahkan ketika kita tidak suka terhadap orang lain itu. Kita juga tidak boleh buruk sangka,” ujarnya.
Haedar juga mengingatkan untuk tidak sakwasangka, maka disini ada ketidakpastian. “Disitu juga ada agitasi. Seorang intelektual, kalau lagi marah, juga suka melakukan agitasi. Para intelektual-intelektual yang partisan, mereka bisa menjadi agitator-agitator baru. Kalau sudah begini, susah mencari pikiran jernih. Mereka bahkan mengagitasi masyarakat. Malah mencari-cari kesalahan orang lain, dan kemudian untuk dijatuhkan, bukan untuk memperbaiki. Termasuk kita jangan menggunjing,” ujarnya.
Haedar juga berpesan, masa depan bangsa ini perlu dijaga. Generasi muda di media sosial yang mayoritas milenial, yang memiliki otak-otak bagus, ekosistemnya bagus, maka mereka harus tumbuh jadi generasi yang cerdas dan mencerahkan. Mereka jangan terkontaminasi dengan hal-hal yang buruk,” ujarnya.