YOGYAKARTA, MENARA62.COM — Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir mengingatkan, karakter Muhammadiyah sebagai organisasi tengahan dituntut untuk memerankan gerakan pada konteks kekinian yang lebih dinamis.
“Setelah kita bergerak secara optimal dalam bidang pendidikan, sosial, kesehatan, ekonomi dan juga politik, maka kita juga perlu berfikir untuk memainkan peran dakwah dalam konteks kekinian yang lebih dinamis,” ujar Haedar di Yogyakarta, Jumat (27/7/2018), ketika menjadi pembicara kunci dalam Dialog Ideopolitor Gelombang II yang diselenggarakan oleh Majelis Pendidikan Kader (MPK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Selan Haedar, acara itu juga dihadiri Ketua PP Muhammadiyah Dahlan Rais, Sekretaris PP Muhammadiyah Agung Danarto, dan juga Ketua MPK PP Muhammadiyah Ari Anshori, seperti dilansir situs Muhammadiyah.or.id.
Haedar menyebutkan, lima hal yang perlu menjadi perhatian dalam diskusi ideopolitor kali ini. Pertama, terkait paham keislaman.
“Perjuangan paham keislaman Muhammadiyah yang utama adalah ar-ruju’ ilal qur’an wa sunnah,” ujarnya.
Menurutnya, yang membedakan Muhammadiyah dengan ormas lain, selain purifikasi juga pada kemodernan. “Tajdid Muhammadiyah bergerak antara pemurnian dan juga pengembangan. Bagaimana kita tidak hanya fokus pada aktualisasi, namun juga meningkatkan perspektif kita dalam memahami Al-quran baik pada bayani, burhani, dan irfani,” ujar Haedar.
Kedua, dimensi ideologis. Muhammadiyah harus membangun pranata-pranata sosial modern baru. “Kelebihan modern dakwah Muhammadiyah, yakni menghasilkan gerakan amaliyah,” katanya Haedar.
Ketiga, dinamisasi organisasi dan amal usaha Muhammadiyah (AUM). “Kita perlu melakukan pembaharuan organisasi dan aum, jangan merasa nyaman dengan apa yang kita miliki, kita harus memperluas jaringan dan pendirian AUM,” ujar Haedar.
Keempat, dimensi peran keumatan, kebangsaan dan kemasyarakatan universal. “Muhammadiyah harus bisa mengambil peran dalam keumatan, kebangsaan, dan kemasyarakatan secara universal. Kita coba memberi pandangan dan orientasi keislaman ditengah konteks kekinian dan masa depan,” kata Haedar.
Kelima, strategi perjuangan. “Muhammadiyah secara organisasi tidak berada pada perjuangan politik praktis, tetapi Muhammadiyah mendorong kader-kader untuk mengambil peran-peran kebangsaan,” ujarnya.