Muktamar Pemuda Muhammadiyah “Menekan” Pengaruh Partai Politik dan “Orang Tua”. Forum muktamar Pemuda Muhammadiyah tampaknya memang menjadi forum “partai politik”. Persoalannya, tidak sedikit tokoh Pemuda Muhammadiyah yang tidak ingin Pemuda Muhammadiyah menjadi ajang pertarungan partai politik. Apalagi mengingat, Pemuda Muhammadiyah, merupakan kader-kader Persyarikatan Muhammadiyah yang nantinya bakal menjadi penerus penggerak organisasi yang sudah berusia 106 tahun ini.
Namun, muktamar tetap harus berjalan sesuai yang telah direncanakan. Masing-masing kandidat ketua umum Pemuda Muhammadiyah pun tampil dengan mencoba mengkapitalisasi sumber “kekuasaannya” baik itu dukungan dana, partai politik, maupun orang tua yang menjadi tokoh di Muhammadiyah.
Namun semoga rasa politik dan rasa pengaruh orang tua itu, hanyalah topping dari sajian, karena Pemuda Muhammadiyah tentu mempunyai kedewasaan dalam berorganisasi.
Pesan wapres
Wakil Presiden RI Jusuf Kalla dalam pidatonya pada pembukaan Muktamar Pemuda Muhammadiyah di Yogyakarta mengatakan, dakwah Islam di Indonesia selalu dilakukan dengan cara yang menggembirakan.
“Bangsa Indonesia ini kita kenal semuanya sebagai negara dengan umat muslim terbesar, tapi dalam dakwahnya selalu menyesuaikan dan menggembirakan,” kata Wapres di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), di Yogyakarta, Senin (26/11/2018).
Oleh sebab itu, kata Wapres, pemuda Muhammadiyah termasuk organisasi kepemudaannya meskipun mengenakan seragam dan topi baret merah, tentunya harus menggembirakan dan tidak menakutkan dalam melakukan dakwah Islam tersebut.
Ia juga mengatakan, dakwah yang menggembirakan sudah menjadi sejarah bangsa ini, sebab di Indonesia tidak ada gambar-gambar keislaman yang memakai pedang, hal itu berbeda dengan di negara Timur Tengah yang memakai gambar pedang.
“Itu menandakan bahwa dakwah mereka berbeda dengan cara kita di negeri ini yang nengutamakan kultural sambil berdakwah, meyakinkan dengan menggembirakannya dan bukan dengan menakutkannya,” kata Wapres.
Menurut Wapres, itulah ciri khas Islam di Indonesia yang harus dilanjutkan, bahwa berdakwah tidak perlu menakutkan. Apalagi dakwah itu memang suatu upaya untuk kemajuan bersama.
Jusuf Kalla menambahkan, dengan dakwah Islam yang menggembirakan itu, berdampak pada kemajuan agama terbesar di Indonesia, hal itu bisa diukur dari makin banyaknya jumlah masjid dan mushala serta jamaah yang melaksanakan ibadah shalat.
“Kemudian orang haji itu dulu bayar langsung berangkat, sekarang butuh 20 sampai 40 tahun, itu menandakan adanya kemajuan agama yang tinggi. Begitu juga puasa dan shalat tarawih saat Ramadhan itu menandakan dakwah berhasil dan maju dengan baik,” katanya.
Peserta
Muktamar XVII Pemuda Muhammadiyah yang diikuti ribuan peserta dan peninjau dari masing-masing Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah dan Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah seluruh Indonesia pada 25-28 November 2018 itu mengambil tema “Menggembirakan, Dakwah Islam, Memajukan Indonesia“.
“Tentunya harapan kita semua Muktamar ini di samping bisa mengevaluasi apa yang dilaksanakan kepengurusan sebelumnnya (PP Pemuda Muhammadiyah) tentu merancang apa yang akan dilakukan di masa depan,” katanya.