31 C
Jakarta

Naikkan Harga Rokok, atau Generasi Emas Tak Selamat

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM — Upaya untuk menekan keberadaan rokok tampaknya tak pernah henti dilakukan. Salah satu yang paling getol mengajak masyarakat agar peduli dengan rokok dan nasib anak bangsa, terus dilakukan Center of Human and economic Development (CHED) Institut Teknologi Bisnis (ITB) Ahmad Dahlan.

Lembaga pusat kajian yang didirikan untuk kesejahteraan masyarakat yang lebih berkeadilan ini, berharap bisa saling bergandeng tangan dengan berbagai pihak, untuk mewujudkan keluarga sakinah bebas rokok di Indonesia. Salah satu usulannya, adalah dengan meminta pemerintah untuk menaikkan harga rokok setinggi tingginya.

Usulan inilah, merupakan salah satu pemikiran yang muncul dalam Seri Webinar yang digelar oleh CHED ITB AD di Jakarta, Selasa (27/10/2020). Seri webinar yang mengangkat tema Kenaikan Harga Rokok Selamatkan Generasi Emas Dukung Ketahanan Keluarga Indonesia ini, antara lain menghadirkan dr Supriyatiningsih dari Majelis Kesehatan PP Aisyiyah, Psikolog Anisa Kumala, Mantan Komisioner KPAI Sitti Hikmawati.

CHED mengingatkan tentang pentingnya upaya menaikkan harga rokok, agar bisa menyelamatkan generasi emas Indonesia. Ini merupakan sebagian pesan Imal Isti’mal, Wakil Rektor III ITB AD pada awal webinar tersebut.

Pemikiran lain yang terungkap, keluarga menjadi tonggak dan benteng pertama dalam kehidupan generasi bangsa. Keluarga menjadi tempat tumbuh kembang dang tempat kembali dalam situasi apapun. “Ketahanan keluarga dalam situasi apapun menjadi hal penting dalam upaya membangun SDM masa depan bangsa yang tangguh dan unggul,” ujar Anisa.

Membangun ketahanan keluarga terdiri dari beberapa komponen terkait yaitu psikologi, ekonomi, sosial, dan spiritual. Terutama pada masa pandemi covid 19 ketahanan keluarga menjadi tantangan besar di setiap keluarga. Secara ekonomi terjadi banyak goncangan, khususnya untuk kepala keluarga yang bekerja informal terutama pekerja harian, harus bisa mengelola anggaran dana sebaik-baiknya .

Problemnya, keluarga menghadapi tantangan yang semakin berat. Ketika dalam satu keluarga ada yang merokok, rokok itu jadi racun keluarga dari berbagai aspek. Secara ekonomi jelas pengeluaran untuk rokok akan mengurangi tambahan asupan gizi atau pemenuhan kebutuhan lainnya.

“Dari sisi kesehatan sangat jelas lagi bahwa rokok merupakan sumber penyakit tidak menular mematikan nomor satu di dunia,” ujar Supriyatiningsih.

Rokok Murah

Hal yang sangat memprihatinkan, realitas harga rokok di Indonesia masih sangat murah dan dijual bebas tanpa ada kendali usia di pasaran. Survei berbagai kelompok umur di Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan tren peningkatan penggunaan tembakau di kelompok anak dan remaja.

Riset Kesehatan Dasar 2018 menunjukkan prevalensi merokok di kelompok usia 10–19 tahun melonjak dari 7,2% pada tahun 2013 hingga 9,1% pada tahun 2018, hampir 20% lebih tinggi dibandingkan prevalensi lima tahun sebelumnya. 2014 Global Youth Tobacco Survey untuk kelompok usia 13–15 tahun juga menunjukkan bahwa 20,3% pelajar; 36,2% anak lakilaki; dan 4,3% anak perempuan menggunakan tembakau.

Data 10 tahun terakhir untuk dewasa muda berusia 20–24 tahun menunjukkan prevalensi merokok hampir meningkat dua kali lipat, dari 17,3% pada tahun 2007 menjadi 33,2% pada tahun 2018. Berdasarkan data BPS bahwa di Indonesia rokok adalah konsumsi nomor dua setelah beras, dan rata-rata dari keluarga dengan status pendapatan menengah kebawah sampai keluarga miskin.

Hal lain yang memprihatinkan, saat ini, hampir 70% penduduk Indonesia adalah perokok,dan eksternalitas negatif yang ditimbulkan tidak menjadi peringatan bagi masyarakat maupun pemerintah. Kenaikan harga rokok setinggi – tingginya akan mendorong Indonesia bersiap mencapai SDGs dan menaikkan level negara yang lebih sejajar dengan negara-negara yang memiliki nilai-nilai berkemajuan.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!