JAKARTA, MENARA62.COM— Nasib petani bawang tak seharum aromanya. Padahal, bawang merupakan salah satu produk hortikultura Indonesia yang berpotensi besar untuk dijadikan sebagai ladang usaha yang dapat menyejahterakan. Tidak heran jika banyak masyarakat yang membudidayakan bawang, bersama berbagai produk pertanian dan hortikultura lainnya, karena melihat potensi bisnis yang cukup menjanjikan tersebut.
Sayangnya, menurut Rusdianto Samawa, ketua panitia diskusi publik Nasib Petani Bawang Tak Seharum Aromanya di Jakarta, Rabu (18/1/2017) mengatakan, petani di Indonesia secara umum nasibnya memang masih memprihatinkan. Padahal, produk hortikultural yang dihasilkan oleh petani itu, amat menjanjikan kesejahteraan.
“Budidaya bawang merah memang memberikan keuntungan cukup besar bagi para petaninya. Mengingat saat ini kebutuhan pasar akan bawang merah semakin meningkat tajam, seiring dengan meningkatnya jumlah pelaku bisnis makanan yang tersebar di berbagai daerah,” ujarnya.
Tingginya kebutuhan ini, menurut Rusdianto, terjadi karena bawang merah sering dimanfaatkan masyarakat untuk bahan baku pembuatan bumbu masakan, dan menjadi bahan utama dalam proses produksi bawang goreng yang sering digunakan sebagai pelengkap berbagai menu kuliner.
Hal inilah yang mendorong para petani di daerah Jawa Tengah (khususnya Brebes), Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Utara (terutama di pulau Samosir), Bali, Lombok, Lampung, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Aceh, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan beberapa daerah lainnya untuk memilih budidaya bawang merah.
Meskipun keuntungan yang diperoleh dari budidaya bawang merah cukup tinggi, namun sampai sekarang para petani belum bisa membudidayakan bawang dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Karena para petani masih sangat tergantung dengan bantuan sinar matahari untuk proses budidaya dan proses pengeringan bawang merah pada saat pasca panen. Tentu keadaan ini sering merugikan para petani bawang merah, sebab persediaan produk yang tidak stabil menyebabkan harganya mengalami fluktuasi (naik di saat musim kemarau dan turun drastis di musim panen).
Beragam persoalan bawan merah ini, akan di paparkan dan dicarikan solusi dalam diskusi publik yang akan menghadirkan enam pembicara, yaitu:  1) Dr. Bustanul Arifin (Guru Besar Universitas Lampung dan Pakar Ekonomi Pertanian) dengan materi Ekonomi Bawang Merah Indonesia. 2) Yunita Resmi Sari (Direktur Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Bank Indonesia) dengan materi  Mekanisme Pembiayaan Kelompok Petani Bawang Dalam Skema Intermediasi Perbankan Kepada Sektor Rill dan UMKM. 3) Dr. Bambang Soedibyo (Ketua BAZNAS RI), akan membahas Skema Kemitraan dan Pemberdayaan Petani Bawang Merah. 4) Andar Nubowo, DEA (Direktur Utama LAZISMU Pusat), akan mengangkat materi tentang  Model Fundraising Lembaga Zakat Terhadap Petani Gurem (Studi Kasus Petani Bawang Merah. 5) Tarmidi dan Was’an (Ketua Kelompok Petani Bawang Merah Brebes), dengan topik bahasan tentang pengalaman mereka sebagai petani bawang merah di Brebes, Jawa Tengah.
Diskusi akan laksanakan pada hari Kamis, 19 Januari 2017, jam 09.00–13.00, bertempat di Aula KH. Ahmad Dahlan Kantor PP Muhammadiyah Jalan Menteng Raya No. 62 Jakarta Pusat.