31.9 C
Jakarta

Negara Maju Deglobalisasi, Perkuat Ekonomi Nasional

Baca Juga:

YOGYAKARTA,MENARA62.COM — Dua negara maju pelopor utama globalisasi memutuskan untuk kembali ke sistem pengaturan ekonomi lama atau deglobalisasi. Sebab globalisasi yang mengejar efisiensi ternyata tidak berpihak kepada eknomi nasionalnya. Globalisasi justru membuat kedua negara kehilangan kedaulatan nasionalnya.

Demikian ditandaskan Dr Fuad Bawazier, mantan Menteri Keuangan (Menkeu) pada diskusi panel ahli Pokja Sistem Ekonomi Pancasila Forum Rektor Indonesia (FRI) di Kampus IV Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Jumat (25/8/2017). Focus Group Discussion (FGD) FRI diselenggarakan oleh UAD.

Selain Fuad Bawazier, diskusi bertema ‘Memperkuat Sistem Ekonomi Pancasila dalam Kebijakan Affirmative Action dalam Mengatasi Ketimpangan Ekonomi Sosial’ menampilkan Dr Aviliani (pengamat ekonomi), Enny Sri Hartati (pengamat ekonomi INDEF), Dr Akhmad Akbar Susamto (dosen Universitas Gadjah Mada), dengan moderator Prof Edy Suandi Hamid.

Lebih lanjut Fuad menjelaskan prinsip efisiensi dalam sistem ekonomi kapitalis telah mendorong skala ekonomi yang lebih besar sekedar ukuran perusahaan. Bahkan skala tersebut telah melampaui batas-batas negara atau sering disebut globalisasi.

“Melalui globalisasi barang dan jasa diproduksi di manapun di dunia sepanjang cost of production-nya semakin murah. Sehingga lahir berbagai perjanjian internasional untuk free investment dan free investment. Perjanjian tersebut secara praktis menghilangkan batas-batas negara atau barrier,” kata Fuad.

Negara kapitalis yang besar dan kuat, kata Fuad, menelan negara kecil baik tingkat global dan nasional. Setelah tiga dekade globalisasi, pemenang globalisasi adalah Republik Rakyat Cina (RRC) yang mampu memproduksi apa saja dengan harga termurah. Sehingga dalam waktu singkat, RRC menjadi negara produsen yang handal dan kuat di tingkat internasional.

Amerika Serikat dan Inggris yang menyadari bahaya terhadap ekonomi nasionalnya kini meninggalkan ikatan globalisasi. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump telah mendengungkan ‘America First.’ Kebijakan ini menetapkan barang-barang perusahaan AS yang diproduksi di luar negeri tetap dikenakan pajak tinggi bila dijual di AS.

Ternyata kebijakan ‘America First’ menunjukkan perbaikan di Amerika Serikat. Berdasarkan statistik ekonomi Amerika Serikat yang diumumkan bulan Agustus 2017 menunjukkan perbaikan antara lain terciptanya lapangan kerja baru untuk satu juta orang. Prestasi ini diperkirakan akan menaikan popularitas Presiden Trump yang sedang terpuruk.

Prinsip keberpihakan yang diterapkan Presiden Trump telah diatur dalam Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945. “Kecenderungan deglobalisasi yang sedang digalakan Amerika Serikat dan Inggris ini bukan tidak mungkin kan diikuti oleh negara-negara maju lainnya yang menginginkan kembalinya kedaulatan ekonomi nasionalnya,” tandas Fuad.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!