Perlukah media konvensional mencari revenue baru? Jawabnya jelas: Perlu! Tanpa pendapatan baru, media konvensional bisa limbung. Bisa wassalam!
Secara tradisional, media konvensional memiliki beberapa sumber pendapatan. Setidaknya ada 3: penjualan koran, penjualan iklan dan penjualan jasa promosi seperti event organizer.
Pendapatan lainnya masuk dalam kategori pendapatan lain-lain. Misalnya, penjualan retur atau koran tidak laku, penyewaan asset seperti gedung dan tanah dan pendapatan bunga atas tabungan serta deposito (kalau ada).
Dengan penetrasi media online yang kian dalam, media konvensional dihadapkan pada persoalan baru yang tidak mudah diatasi. Oplah merosot dan terus merosot.
Kecepatan media online membangun sebuah budaya baru dalam memperoleh informasi. Pembaca tidak lagi menunggu, tetapi mencari berita sendiri. Menunggu berita di koran besok pagi terlalu lama. Seentara informasi di media online bertambah terus setiap waktu.
Shifting media. Itulah yang sedang terjadi sekarang. Shifting dari media konvensional ke media online.
Imbasnya, iklan pun menurun dan terus menurun. Iklan-iklan seperti lowongan kerja dan jual beli barang yang dulu merajai median cetak, sekarang berpindah ke market place.
Sudah gratis, respons pembacanya cepat pula. Pasang iklan sekarang, tanggapan sudah diterima beberapa menit kemudian.
Siang tadi saya dikontak seorang teman lama. Teman baik saat saya masih bekerja di Jawa Pos sebagai manager pemasaran iklan. Dia big boss di perusahaan periklanan ‘’the big ten’’ untuk media konvensional.
Ia mengaku pusing memikirkan masa depan bisnisnya. Sudah empat tahun terakhir, belanja iklannya menurun terus. Padahal, kliennya semua masih setia.
Lima tahun lalu, belanja iklannya mencapai rekor. Sekitar Rp 1,5 triliun. Tahun ini, hingga bulan kelima, belanjanya baru Rp 150 miliar. Dia pun pasrah. Akhir tahun target belanja iklannya maksimal hanya Rp 500 miliar.
Padahal, dalam anggaran belanja tahun ini, sudah termasuk iklan untuk media online: sekitar 50 persen! ‘’Media konvensional dalam kondisi bahaya!’’ katanya.
Dengan keuntungan biro iklan yang berkisar 5 persen, pendapatan bersih perusahaannya tahun ini hanya berkisar Rp 500 miliar x 5 persen atau sekitar Rp 25 miliar. Situasinya kembali seperti 10 tahun lalu.
Bagaimana menyiasati kondisi itu? Media konvensional harus membuat terobosan agar bisa menghasilkan new revenue stream. Sumber pendapatan baru. Suka atau tidak suka.
Ada beberapa sumber pendapatan baru yang bisa dieksplorasi para pengelola media konvensional.
Content Services
Media konvensional memiliki redaksi yang bertugas membuat berita: Artikel dan foto serta grafis. Tiga format konten ini selain diperlukan untuk penerbitan medianya juga dibutuhkan media-media lain, khususnya website. Media konvensional bisa menawarkan diri untuk menjadi pemasok berita bagi berbagai website yang tidak terurus.
Adik saya, dulu wartawan Jawa Pos Radar Kudus. Sudah beberapa tahun ini ia resign. Ia sekarang menjadi wartawan di Muria News. Selain menjadi wartawan di portal web yang berkantor pusat di Kudus itu, ia juga mengelola sejumlah website milik dinas-dinas di Kabupaten Grobogan.
Tapi bukan itu intinya. Yang ingin saya sampaikan, ada peluang mendapatkan revenue bagi media konvensional dengan menjadi penyedia konten untuk media lain, berbasis berita yang telah ditulis wartawannya. Apalagi tidak semua berita wartawan terakomodasi di koran hari itu.
Publishing Services
Masih di seputar konten, media konvensional memiliki sumber daya manusia unggul di bidang keredaksian. Ahli membuat berita. Membuat foto. Membuat grafis. Keahlian itu sangat membantu dalam proses produksi buku. Mengapa media cetak tidak mengembangkan divisi buku?
Rakyat Merdeka tergolong yang maju dalam penerbitan buku. Setiap tahun koleksi buku yang ditulis wartawan dan diterbitkan RM Books bertambah terus. Sampai punya ruang pamer di lobby Graha Pena, Jakarta. Saya melihatnya lebih mirip toko buku ketimbang show case. Saking banyaknya koleksi bukunya.
Sebagai wartawan yang sudah pensiun, saya usahakan untuk terus menulis. Alhamdulillah, tulisan saya di media social dibaca orang. Lalu mereka ada yang suka. Kemudian minta saya menjadi penulis untuk bukunya.
Sudah 12 buku saya selesaikan selama 4 tahun terakhir. Rata-rata setahun tiga buku. Biaya untuk menulis buku lumayan baik. Meski tidak pernah menetapkan tarif, saya menerima ongkos yang lumayan. Cukuplah untuk status ‘’pensiunan’’.
Communication Services
Redaksi media konvensional juga punya keahlian membuat pencitraan melalui pemberitaan. Keahlian ini diperlukan dalam praktik kehumasan. Ada peluang bisnis baru, kalau manajemen media cetak mau mengelola training kehumasan di berbagai lembaga pemerintah maupun swasta.
LKBN Antara tidak punya media. Kantor berita milik negara itu punya penghasilan baru dari kegiatan training kehumasan. Materinya: penulisan, fotografi, videografi dan desain grafis. Nilainya tidak kecil. Puluhan miliar Rupiah per tahun. Kebetulan, istri saya adalah kepala sekolahnya.
Webinar Services
Mungkin ini sesuatu yang baru: Media konvensional menjadi penyelenggara jasa seminar online. Tapi kalau dibilang baru sebenarnya juga tidak. Toh selama ini, redaksi media konvensional sudah biasa menggelar focus group discussion dan sejenisnya. Tapi tidak regular. Sekali-sekali saja. Padahal bila diseriusi, webinar bisa menjadi pendapatan yang tidak kecil.
Saya mengenal bisnis webinar tiga tahun lalu. Sampai sekarang, saya masih mengelola bisnis ini. Sendirian saja. Tidak ada competitor. Alhamdulillah, selama tiga tahun sudah menyelenggarakan lebih dari 1.300 kali seminar online di seluruh Indonesia.
Webinar itu simple. Namanya saja webinar. Web for seminar. Alias seminar menggunakan website. Seminarnya sama saja. Teknisnya saja ditambah dengan komputer dan jaringan internet.
Demikian sharing pengalaman dan pengetahuan dari saya untuk teman-teman. Semoga bermanfaat.