30 C
Jakarta

Nilai Rerata UN Menurun, Ini Penjelasan Kemendikbud

Baca Juga:

JAKARTA – Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Kemendikbud, Totok Suprayitno, mengatakan terjadi penurunan rerata hasil ujian nasional (UN) tingkat SMA. Ini ditemukan pada mata pelajaran matematika, fisika, dan kimia.

“Kami menganalisis ada dua hal yang menyebabkan penurunan rerata nilai UN,” kata Totok, Selasa (8/5).

Pertama, faktor perubahan norma. Untuk UN 2018, memang dimasukkan beberapa soal dengan standar yang lebih tinggi dibanding UN Tahun 2017. Kesulitan ini tampak dialami oleh siswa-siswa pada 50% sekolah, ditunjukkan dengan rerata nilai UN yang menurun. Tapi nilai UN di 50% sekolah lainnya justru mengalami kenaikan. Secara agregat faktor kesulitan soal ini tampaknya berpengaruh kecil.

Kedua, pengaruh lebih besar adalah faktor perubahan moda ujian, dari UNKP ke UNBK. Sekolah-sekolah yang semula UNKP dan berubah ke UNBK mengalami penurunan nilai (terkoreksi) sangat signifikan. Sekolah-sekolah dengan indeks integritas rendah (IIUN 2017) secara rerata terkoreksi nilainya (menurun) sebesar 39 poin. Bahkan ada beberapa sekolah yang rerata nilai UN-nya turun hampir 50 poin.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Kemendikbud, Hamid Muhammad, menjelaskan bahwa adanya soal-soal yang membutuhkan penalaran, menuntut siswa tidak hanya menguasai konsep tetapi juga perlu mengolah informasi yang disajikan untuk menemukan jawabannya.

“Sikap kritis siswa dalam menilai soal-soal yang diujikan merupakan sinyal untuk memfasilitasi dan mengarahkan sikap kritis tersebut menjadi kompetensi yang andal. Dengan demikian siswa Indonesia menjadi siswa yang mampu berpikir secara kritis, kreatif untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi,” jelasnya.

Hamid Muhammad, yang sekaligus juga menjabat sebagai Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, menekankan bahwa hal terpenting yang perlu dilakukan dalam proses asesmen adalah menindaklanjuti hasil diagnosisnya. Dia berjanji akan tetap menjadikan hasil diagnosis ini sebagai salah satu acuan dalam pembuatan kebijakan peningkatan proses pembelajaran.

Satu hal positif yang perlu dicatat adalah bahwa hasil UN tahun ini semakin memberikan gambaran apa adanya tentang salah satu hasil belajar para siswa. Distorsi-distorsi pengukuran akan capaian siswa makin dapat dikurangi sehingga hasil UN tersebut bisa dijadikan pijakan yang lebih meyakinkan untuk perbaikan kualitas pendidikan ke depan,” tambah Hamid.

Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Bambang Suryadi, menambahkan bahwa penyelenggaraan UN 2018 sudah berjalan dengan baik dan lancar sesuai dengan Prosedur Operasi Standar (POS) UN yang telah ditetapkan. Hasil pemantauan yang telah dilaksanakan di lapangan menunjukkan bahwa prinsip-prinsip penyenggaraan UN baik UNBK maupun UNKP telah berjalan baik, manajemen waktu juga berjalan maksimal, dimana untuk UNBK diselenggarakan dalam tiga sesi sedangkan UNKP diselenggarakan dalam satu sesi.

“Sebagian besar siswa SMA (93%) dan siswa SMK (98%) telah melaksanakan UNBK, dengan relatif tertib dan lancar. Sebanyak 14,1% SMA, 20,3% MA, dan 12,2% SMK  dari sekolah pelaksana UN menyelenggarakan UNBK dengan skema resource sharing,” jelas Bambang.

Kepala Pusat Penilaian Pendidikan, Moch. Abduh, menerangkan bahwa pada tahun 2018, Indonesia menorehkan sejarah berhasil menyelanggarakan UN Berbasis Komputer kepada hampir 6 juta siswa yang tersebar di 59.467 sekolah. UN tahun 2018 juga menjadi awal mula penggunaan format soal isian singkat.

Sementara itu, Dadang Sudiyarto, Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan menjelaskan, pelaksanaan UNKP Tahun 2018 jenjang SMA/MA dan SMK diikuti oleh 197.606 peserta, yaitu 9 % siswa SMA/MA dan 2 % siswa SMK. Hasil UNKP Tahun 2018 terjadi perbaikan Indeks Integritas Ujian Nasional (IIUN) dari sekolah yang IIUN rendah naik menjadi IIUN tinggi, yaitu sekitar 40% dari sekolah dengan IIUN lebih dari 80%. Keadaan ini menunjukkan adanya perbaikan pelaksanaan UNKP.

Ditempat terpisah, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan soal-soal yang mengandung penalaran harus sudah mulai dikenalkan kepada siswa. Karena itu dalam ujian nasional (UN) tahun ini, ada sekitar 10 hingga 15 persen soal yang membutuhkan penalaran.

“Ini dilakukan sebagai ikhtiar untuk menyesuaikan secara bertahap standar pendidikan kita dengan standar internasional, antara lain seperti standar Program for International Student Assessment (PISA),” jelas Mendikbud.

Melalui penyelenggaraan UN ini, Mendikbud berharap kepada semua pihak terkait agar menjadikan hasil analisis UN sebagai salah satu alat refleksi dan acuan untuk peningkatan mutu pendidikan.

“Saya berharap kepada Kepala Dinas Pendidikan, guru, kepala sekolah, dan pengawas menjadikan hasil analisis ujian sebagai “cermin” yang jujur, dan yang terpenting dapat menjadi pendorong perbaikan mutu pembelajaran,” pesan Mendikbud.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!