Oleh: Ashari, SIP.*
Membaca Novel Ahmad Fuadi yang bercerita perjalanan hidupnya ini memang terasa mengasyikan. Pembaca ‘dipaksa’ untuk terus ingin tahu kelanjutannya. Di buku ke-3 dari Trilogi Negeri 5 Menara ini, penulis bercerita dari bagaimana suasana kos di Bandung, gigihnya mencari kerja di Jakarta hingga mengarungi separuh duniadi Eropa.
Pembelaan yang kuat akan cita-cita yang menjulang nampak jelas dalam perjalanan Ahmad Fuadi ini. Memberikan pesan kepada pembacanya untuk tidak mudah putus asa dalam mengarungi hidup dan meraih mimpi. Dari masa-masa jaya hingga sulit penulis ceritakan. Seperti nampak dalam bahasan Koran Kurus, A.Fuadi yang dalam Novel itu dianalogkan sebagai Alif Fikri, harus menerima kenyataan pahit, tulisannya tidak lagi bisa dimuat bukan lantaran kualitas yang buruk, namun kondisi jaman yang memaksanya. Amukan badai krisis ekonomi tahun 1998 berimbas hingga ke Bandung. (Hal 11-19).Membuat koran harus menipiskan halamannya. Demi bertahan.
Ada 46 item atau judul yang dirangkum A.Fuadi hingga berakhir pada Muara di Atas Muara sebagai ending dari buku yang sudah masuk cetak ke-5. Pergulatan Alif Fikri dalam meraih mimpi diracik dengan apik dan penuh haru. Meski ada masa-masa sulit yang harus dilalui, namun tidak menguras pembaca untuk meneteskan air mata. Namun justru semangat heroik untuk bersabar di jalannya. (Baca Doktor Alif, hal 67).
Dari sekian banyak bab, kisah asmara Alif ke-2 dengan Dinara membetot naluri untuk mengikutinya dengan khusuk. Tanpa dibumbui nafsu syahwat yang menggelora. Diawali dari pandangan pertamanya di Kantor Derap, Alif sudah merasa terpesona. Ada sesuatu yang hebat hingga Alif harus mencari tahu siapa dia. “Perasaan saya pernah bertemu, tapi dimana?” kata Alif dalam hati. Hingga Alif harus mengejarnya, ketika dia pergi dari wawancara awal sebagai wartawan. Alif sempat diledek oleh staf redaksi, “Naksir ya, dia calon anak baru di sini, doakan saja semoga diterima?” (baca : Wajah di Ujung Tangga, hal 113).
Pendekatan-pendekatan Alif ke Dinara juga digambarkan di novel ini. Termasuk kegamangan Alif untuk mengungkapkan rasa cintanya karena disergap oleh rasa malu. Kisah cinta Alif ini nampaknya mulai diendus oleh Pimpinan Redaksi, Mas Aji. terbukti sampai dia harus mendapatkan support untuk mendapatkan Dinara yang waktu itu menjadi ‘bunga’ di kantor Derap.
Cerita selanjutnya menggambarkan bagaimana ia mengembara ke Eropa. Hingga tarik ulur harus pulang ke Indonesia. Agar dirinya menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Yang kemudian dibuktikan dengan mendidikan Komunitas Negeri 5 Menara, salah satu program hebatnya mendidikan 1000 PAUD di Indonesia. Rintisan itu sudah mulai berjalan. Ahmad Fuadi ingin berpesan lewat novel ini bahwa itu sederhana. Ketika kita bisa membahagiakan orang lain.
Namun ada sisi yang menurut saya agak kurang dibahas, adalah kurangnya informasi yang mendalam tentang keluarga Alif Fikri sendiri, berapa jumlah anaknya, sudah sekolah dimana? Juga bagaimana kehidupan Amak dan dua adiknya pasca di tinggal belajar di manca. Atau semua itu akan dibahas pada novel yang lain? Kita masih tunggu.Sekian.
*Ashari, S.IP – Mengajar di SMP Muhammadiyah 1 Turi Sleman.