JAKARTA, MENARA62.COM – Jaringan Masyarakat Profesional Santri (NU Circle) menyimpulkan ada 10 daftar hitam yang menyesatkan dalam Rancangan UU Sistem Pendidikan Nasional (Perubahan). Dampaknya bukan hanya merugikan pendidikan nasional tetapi juga dapat meruntuhkan jati diri bangsa Indonesia.
Demikian ditegaskan Ketua Bidang Kajian dan Riset Kebijakan Pendidikan NU Circle Ki Bambang Parma di Jakarta hari ini, Kamis (17/3/2022).
“RUU Sisdiknas yang saat ini dibuat Menteri Nadiem sangat berbahaya bagi kebangsaan dan kelangsungan Bangsa Indonesia. Alih-alih ingin membentuk Profil Pelajar Pancasila, sejatinya RUU ini menjerumuskan cita-cita luhur yang sudah ditanamkan para pendiri bangsa. RUU ini bahkan bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945,” tegasnya.
Adapun 10 daftar hitam RUU Sisdiknas tersebut, pertama, RUU Sisdiknas ini meminggirkan dan memarginalkan peran agama dalam membangun moralitas anak Indonesia dan membangun peradaban bangsa. Agama tidak dianggap sebagai sesuatu yang penting dan strategis. Agama hanya menjadi faktor penj las dalam non-diskriminatif.
“Ini berbahaya. Sangat berbahaya bagi bangsa ini. Sebab, sila Pancasila itu Ketuhanan Yang Maha Esa. Bukan Non Diskriminatif,” tegasnya.
Kedua, RUU Sisdiknas memiliki grand design yang memposisikan Pendidikan Nasional sebagai komoditi. Pendidikan masuk dalam ranah bisnis dan perdagangan.
Ketiga, RUU Sisdiknas sengaja Melepaskan Tanggung Jawab Negara dalam Mencerdaskan Kehidupan Bangsa.
“Ini fatal sekali. Negara itu diberi mandat oleh Pembukaan UUD 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tetapi dalam RUU ini tanggung jawab negara itu dilepaskan,” ujar Ki Bambang.
Keempat, RUU Sisdiknas ini membangun standar pendidikan yang jauh lebih buruk daripada pabrik batu bata.
“Standar yang dimiliki pabrik batu bata jauh lebih baik daripada standar pendidikan nasional. System’ thingking tidak dibangun dalam RUU ini. Bahaya sekali jika RUU ini diterapkan, mau jadi apa anak-anak Indonesia,” kata pengasuh acara forum diskusi (talk show) Ngopi Seksi NUC-Vox Populi ini.
Kelima, RUU Sisdiknas membentuk manusia Indonesia yang individualis sehingga yang tidak membangun manusia Indonesia sebagai warga negara Indonesia yang mencintai bangsa dan tanah airnya.
Keenam, RUU Sisdiknas menanamkan Pancasila sebagai doktrin. Bukan sebagai sistem nilai luhur bangsa Indonesia yang kemudian menjadi dasar negara Indonesia.
“RUU ini membangun perspektif Pancasila sebagai doktrin. Ini tak ubahnya seperti orde baru,” tegasnya.
Ketujuh, RUU Sisdiknas menjauhkan anak-anak Indonesia dari identitas dan jati diri bangsa Indonesia. Anak Indonesia dijejali budaya asing atas na kebhinekaan Global dengan kewajiban berbahasa asing sehingga menihilkan kebudayaan Nusantara.
Kedelapan, RUU Sisdiknas dikemas sebagai kebijakan terpusat sehingga bias terhadap otonomi daerah.
Kesembilan, RUU Sisdiknas ini didesain menghilangkan tujuan bernegara. “Pendidikan harus menjadi salah satu instrumen utama untuk mempertahankan bangsa dan negara Indonesia dan bukan melepaskan tujuan kita berbangsa dan bernegara,” tegasnya.
Kesepuluh, RUU Sisdiknas Gagal mendefinisikan Sistem Pendidikan Nasional. “Jika definisi Sistem Pendidikan Nasional saja gagal bagaimana Menteri Nadiem bisa memahami fungsi dan tujuan pendidikan nasional,” katanya prihatin.
Menurut Ki Bambang, faktual dari pasal per pasal seluruh bangunan RUU Sisdiknas ini gagal paham terhadap peran strategis pendidikan dalam membangun kebangsaan dan keindonesiaan.
“RUU Sisdiknas ini sudah gagal sejak dalam pikiran Menteri Pendidikan. Jadi NU Circle merekomendasikan agar RUU ini tidak digunakan karena mengancam eksistensi bangsa Indonesia dan mengancam masa depan manusia Indonesia,” tegasnya.
Pengamat dan praktisi pendidikan abad 21 Indra Charismiadji pun sepakat dengan kajian Jaringan Masyarakat Profesional Santri (NU Circle) ini. Karena itu, ia mengajak semua kalangan untuk bersama-sama mengawal RUU Sisdiknas ini agar sesuai dengan harapan seluruh bangsa, bukan kelompok tertentu. “Semua elemen bangsa ini harus bangkit dan peduli pada masa depan anak cucunya,” tandas Indra.